Sinopsis
Ini berawal dari Nara yang dijodohkan oleh Ayahnya dengan laki-laki dewasa, umur mereka terpaut selisih 15 tahun. Dimana saat itu Nara belum siap dari fisik dan batinnya.
Perbedaan pendapat banyak terjadi didalamnya, hanya saja Rama selalu memperlakukan Nara dengan diam (sillent treatment) orang biasa menyebutnya begitu.
Semua permasalahan seperti tak memiliki penyelesaian, finalnya hilang dan seperti tak terjadi apa-apa.
Puncaknya saat Nara kembali bertemu dengan cinta pertamanya, rasanya mulai goyah. Perbandingan antara diamnya Rama dan pedulinya Mahesa sangat kentara jauh.
Rama laki-laki dewasa, hatinya baik, tidak gila perempuan dan selalu memberikan semua keinginan Nara. Tapi hanya satu, Rama tak bisa menjadi suami yang tegas dan tempat yang nyaman untuk berkeluh kesah bagi Nara.
Pertemuan dan waktu mulai mempermainkan hati Nara, akankan takdir berpihak dengan cinta Rama atau mulai terkikis karna masa lalu Nara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fay :), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. perkenalan
Bab 2. Perkenalan
Langkah kaki Nara memelan saat dirinya hampir sampai di ruang tamu yang berisi Ayah, Ibu tiri dan mungkin seseorang yang dijodohkan dengannya.
“Nah itu anak ku, Ram.” Ucap Ayah Nara menunjuk ke arah Nara yang mulai mendekat.
Nara sebisa mungkin menunjukkan ekspresi tenang dan senyum tipisnya, tapi tak memungkiri jantungnya berdetak terlalu cepat dari biasanya.
“Nara..” Ucap Nara memperkenalkan diri, sambil menjulurkan tangan kanannya.
“Rama..” Balasnya singkat.
Di dalam ruangan tersebut suasananya begitu nyaman bagi mereka, tapi tidak dengan Nara. Fokusnya hilang kemana-mana, jika ditanya ya respon, kalo tidak ya diam.
Tapi terlihat laki-laki yang bernama Rama itu tidak banyak bicara, hanya Ayah dan Ibu Nara saja yang banyak memulai obrolan.
Ayah Nara selalu mengkode entah dari gerakan tangan atau gerakan mata, agar Nara memulai obrolan dengan Rama.
Tetap saja Nara bingung harus memulai obrolan dari mana, apa lagi dilihat dari umur Nara dan Rama yang lumayan jauh Nara pikir juga ngga terlalu nyambung arah pembicaraannya.
Dari arah kamar Nara terdengar suara Aiden menangis, tak menunggu lama Nara langsung berlari menemuinya, tadi memang ditinggal saat Aiden tengah tertidur pulas.
*
*
*
“Maaf tadi aku langsung lari, takut Aiden nangis semakin lama.” Jelas Nara saat kembali ke arah ruang tamu.
“Tidak apa-apa. Boleh aku menggendong Aiden?” Ucap Rama meminta ijin sambil tersenyum tipis ke arah Aiden.
“Tentu saja boleh.” Jawab Nara sambil menyerahkan Aiden kedalam pangkuan Rama.
Nara memperhatikan bagaimana cara Rama mengajak Aiden berkomunikasi, meski belum paham maksud dari orang dewasa bicarakan, tapi terlihat Aiden nyaman dan mudah tertawa dengan celotehan Rama.
“Maaf, tadi umur Aiden berapa ya? Aku lupa.” Tanya Rama, menghadap Nara.
“11 bulan jalan.” Jawab Nara.
“Dia lucu sekali, laki-laki pasti jagoan. Dulu aku juga ingin sekali anak laki-laki, tapi meskipun di kasih perempuan aku juga terima. Ternyata takdir belum memberiku waktu itu.” Cerita Rama panjang tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah kecil Aiden.
Rama sudah menceritakan masa lalunya, mantan istrinya dulu menganggap Rama tidak sehat atau tidak subur, sering terjadi cekcok diantara mereka dan selalu membawa hal sensitif itu di dalamnya. Tapi ternyata setelah Rama mencari tau, mantan istri Rama dulu memiliki laki-laki lain dibelakang Rama.
Mungkin masalah reproduksi yang mantan istri Rama selalu bawa-bawa itu hanyalah kedok semata, agar tingkahnya dibelakang tak di ketahui oleh Rama.
*
*
*
Singkat saja pertemuan pertama antara Nara dan Rama berkesan cukup baik, meski hati Nara belum sepenuhnya mau dengan perjodohan ini, tapi Nara selalu berpikir positif dicoba saja dulu.
Sedari kecil Nara dan Nata memang diajari patuh terhadap kedua orang tuanya, terutama ajaran dari Ibu mereka yang terus tertata rapi dalam hidup keduanya.
Meski kadang ada ketidak cocokan antara pendapat orang tua dan anak, tapi kebanyakan Nara selalu mengalah, sebab Nara selalu berpikir apa yang menurut orang tuanya baik pasti ada kebaikan juga didalamnya. Sekalipun ada kesalahan, pasti ada pelajaran besar didalamnya.
*
*
*
“Bagaimana kali ini pilihan Ayah?” Pertanyaan terlontar dari Ayah Nara saat makan malam.
Semua berkumpul disana termasuk Ananta dan Vania, istri Ananta. Mungkin Ayahnya yang memanggil mereka untuk hadir saat makan malam, tidak lain dan tidak bukan perihal perjodohan yang akan dilaksanakan untuk Nara.
Nara hanya terdiam sambil memperhatikan raut wajah Ayahnya yang kian terlihat senang. Tanpa memberikan jawaban, Nara tetap fokus menyuapi Aiden.
“Apa Kak Nara sudah cocok dengan pilihan Ayah?” Kali ini Nata yang mulai melontarkan pertanyaan, sebab tak mendapat jawaban dari pertanyaan Ayahnya sebelumnya.
“Pilihan orang tua pasti baik Nata, kalo gagal itu tandanya kebaikan belum datang saat waktunya dan sekarang waktunya harus dicoba lagi.” Pungkas Nara tenang tapi sedikit menohok.
Sontak dari jawaban Nara tersebut Ayahnya tak mampu lagi menjawab, pandangannyapun langsung menunduk.
Apa yang terjadi kemarin itu juga pilihan Ayahnya.
Nata sadar akan atmosfer dalam ruangan tersebut mulai tidak mengenakkan.
“Betul itu Nara, mau sesalah apapun pilihan orang tua pasti ada baiknya. Namanya juga kesalahan, kalo tau akan salah pasti ngga akan dilakuin dong, jadi ya harus dicoba dulu.” Sarkas Ibu tiri Nara.
Sontak Nara dan Nata langsung saling berpandangan, rasa muak dalam diri mereka sangat kentara terlihat.
Gegas Vania mengambil alih Aiden ke dalam gendongannya, membawanya keluar dari percakapan lumayan berat di dalam.
Untungnya Aiden sudah sangat dekat dengan Nata dan Vania, tanpa ada drama kalaupun ada waktu yang kurang pas didengar olehnya seperti halnya saat ini.
“Terserah, jadi bahan percobaan juga boleh.” balas Nara meremehkan.
“Apa maksudmu Nara? Apa kamu tidak setuju dengan pilihan Ayah? Apa kamu mau jadi anak tidak tau diri?”
Rentetan pertanyaan keluar dari mulut Ayah Nara dengan nada yang naik satu oktaf.
Terlihat dari gaya bicaranya pasti emosinya mulai tersulut karna jawaban Nara untuk Ibu tirinya tadi.
“Bukankah aku sudah tidak menolak dengan kemauan Ayah, apa lagi salah ku sekarang!” Tekan Nara yang mulai terpancing juga emosinya.
“Jadilah anak yang penurut, Ayahmu membesarkanmu itu dengan peluh pengorbanan dan juga biaya.” Ucap Ibu tiri Nara cukup pedas.
“Ada apa ini? Kenapa jadi berdebat.” Rasa bingung hinggap dalam benak Nata.
Nara kini tak lagi menjawab, helaan nafasnya terdengar panjang dan berat.
Berdebat dengan Ibu tirinya juga tak akan menang, sesalah-salahnya dirinyapun tetap akan dibela oleh Ayahnya.
Sejak dulu Ibu tiri Nara hanya menganggap Nara dan Nata numpang hidup dikehidupan Ayahnya. Padahal sejak kepergian Ibu Nara sendiri mereka memilih tinggal dengan Nenek dari Ibunya, hanya saat akan dijodohkan pertama kali dan mulai berpisah Nara mulai tinggal kembali dengan Ayahnya.
Untung saja saat ini saudara tiri Nara tidak ikut hadir, jika ada mungkin batin Nara semakin terluka karna perkataan mereka.
Resty namanya, saat ini tengah menempuh pendidikan bangku kuliah diluar kota pilihannya sendiri. Dari situpun terlihat Nara dan Nata hanya melanjutkan sekolah hingga bangku SMA, lulus SMA Nara dijodohkan, sedangkan Nata dipaksa harus kerja untuk mencukupi kebutuhannya sendiri.
Bisa dibilang anak kandung ditirikan dan anak tiri layaknya anak kandung. Tidak ada yang salah jika menganggap anak tiri seperti anak kandung, yang menjadi masalah hanyalah perbedaan perilaku dari orang tuanya.
*
*
*
"Kak Nara, aku ingin banyak bicara denganmu kali ini." ucap Nata dihadapan Nara yang kini tengah terdiam menyelami lamunannya.