Empire : Point Tak Terbatas

Rian tidak ingat kapan terakhir kali dia tidur nyenyak. Ingatan terakhirnya hanyalah bunyi bip ritmis dari mesin pres hidrolik, bau oli yang menyengat, dan rasa sakit tajam yang meremas dadanya di pertengahan shift malam. Lembur ke-tujuh minggu ini.

Dia ingat jatuh ke lantai beton yang dingin. Samar-samar dia mendengar teriakan mandornya—bukan khawatir, tapi marah karena lini produksi terhenti. Lalu, gelap.

"Menyedihkan," pikirnya saat kesadaran itu memudar. "Aku mati hanya untuk membuat tutup botol."

Dingin.

Itu hal pertama yang dirasakan Rian saat matanya kembali terbuka. Bukan dinginnya lantai pabrik, tapi dingin yang lembap, menusuk tulang, dan berbau lumut tua.

Rian tersentak bangun, napasnya memburu. Dia memegangi dadanya. Jantungnya berdetak, tapi lemah. Ritme yang rapuh.

"Di mana...?"

Suaranya serak, bukan suaranya yang biasa. Tangannya terlihat kurus, pucat, dengan jari-jari panjang yang tidak pernah memegang kunci inggris kasar. Dia berbaring di atas ranjang besar dengan seprai sutra yang sudah kusam dan berdebu.

Tiba-tiba, rasa sakit yang jauh lebih hebat dari serangan jantung menghantam kepalanya.

"Argh!"

Ribuan gambar membanjiri otaknya. Bukan miliknya.

Seorang anak laki-laki bernama Zephyrion IV.

Seorang Kaisar.

Kekaisaran Aethelgard.

Rian—tidak, Zephyr sekarang—melihat kilasan memori: Sebuah kekaisaran yang sekarat di ujung benua Nordera. Kas negara kosong. Rakyat memakan kulit pohon. Tiga negara tetangga—Kerajaan Besi, Republik Vexia, dan Kesultanan Arad—sedang menunggu di perbatasan seperti serigala lapar, siap mencabik Aethelgard begitu musim dingin berakhir.

Dan dirinya? Zephyrion adalah kaisar berusia 18 tahun, yatim piatu, sakit-sakitan, dan dikendalikan sepenuhnya oleh Perdana Menteri Valdus, seorang ular tua yang korup.

"Aku... Kaisar?" Zephyr tertawa pelan, tawa yang terdengar miris di ruangan batu yang luas itu. "Di kehidupan sebelumnya aku budak korporat, sekarang aku budak politik. Apa bedanya?"

DOK! DOK! DOK!

Pintu kamar tidur yang terbuat dari kayu ek tebal digedor kasar. Tidak ada sopan santun. Itu bukan cara mengetuk pintu seorang Kaisar.

"Yang Mulia!" Suara berat dan tidak sabar terdengar dari balik pintu. Itu suara Kapten Garda Kerajaan, bawahan setia Perdana Menteri Valdus. "Menteri Valdus meminta tanda tangan Anda untuk penyerahan wilayah Tambang Barat ke Republik Vexia. Buka pintunya, atau kami akan mendobrak!"

Zephyr gemetar. Ingatan tubuh ini memberitahunya: Penyerahan wilayah itu adalah akhir. Tambang Barat adalah satu-satunya sumber pendapatan yang tersisa. Jika itu hilang, Aethelgard tamat.

Dia mencoba berdiri, tapi kakinya goyah. Dia butuh senjata. Dia butuh bantuan. Dia butuh keajaiban.

Saat itulah, udara di depan wajahnya bergetar.

Sebuah suara mekanis, dingin namun jernih, bergema langsung di dalam tengkoraknya. Berbeda dengan suara mesin pabrik, ini suara teknologi tinggi.

[SISTEM BOOTING...]

[Sinkronisasi Jiwa: 100%]

[Selamat Datang, Host Rian/Zephyrion.]

[Mendeteksi Status: KRITIS.]

Sebuah layar hologram biru transparan muncul melayang di depannya. Zephyr terbelalak. Dia sering membaca novel web di jam istirahat pabrik. Dia tahu apa ini.

"Sistem?" bisiknya.

[OMNI-STORE V.1.0 ONLINE]

[Toko Dimensi siap melayani. Anda dapat membeli aset, teknologi, dan sumber daya dari seluruh multiverse.]

Zephyr menelan ludah. Matanya langsung mencari satu hal di pojok kanan atas layar hologram itu. Saldo.

Biasanya, protagonis harus melakukan misi bodoh untuk mendapatkan 10 atau 100 poin. Dia bersiap untuk melihat angka '0'.

Namun, apa yang dia lihat membuat jantung lemahnya hampir berhenti lagi.

Teks di pojok kanan atas itu berkedip-kedip merah, seolah-olah rusak.

[SALDO POIN: £RR0R_Inf1n1tY]

[SALDO: ∞]

"Apa...?" Zephyr menyipitkan mata. Dia mencoba menyentuh layar itu.

[Peringatan: Modul Akuntansi Rusak. Pembatasan Harga Dinonaktifkan. Semua item tersedia gratis.]

Senyum perlahan mengembang di wajah pucat Zephyr. Senyum yang tidak pernah dimiliki oleh Kaisar Zephyrion yang asli. Ini adalah senyum Rian, buruh pabrik yang tahu dia baru saja memenangkan lotre terbesar di alam semesta.

DOK! DOK! BRAKK!

Engsel pintu kamar mulai retak.

"Buka! Atau kami masuk paksa!" teriak Kapten Garda di luar. "Waktumu habis, Bocah Sakit!"

Zephyr menatap pintu yang bergetar itu, lalu menatap layar hologram yang penuh dengan kategori: [MAKANAN], [OBAT], [SENJATA], [KENDARAAN], [PASUKAN (Terkunci)].

"Sistem," gumam Zephyr, matanya berkilat dingin. "Buka kategori Senjata Perorangan."

Daftar panjang muncul. Dari pedang besi hingga senapan plasma.

Zephyr tahu dia tidak punya waktu untuk belajar cara menembak senjata canggih. Dia butuh sesuatu yang idiot-proof, mengintimidasi, dan mematikan dalam jarak dekat.

Dia melihat satu item. Sebuah klasik dari dunianya yang lama.

Desert Eagle .50 Action Express.

"Beli," perintahnya.

Cahaya partikel berkumpul di tangannya. Berat besi dingin yang familiar—meski dia belum pernah memegangnya, dia tahu cara kerjanya dari ingatan masa lalu—terasa nyata di telapak tangannya.

Pintu kamar itu hancur terbuka.