NovelToon NovelToon
Mencuri Benih Mafia Mandul

Mencuri Benih Mafia Mandul

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Lari Saat Hamil / Single Mom / Anak Genius / One Night Stand / Hamil di luar nikah
Popularitas:27.9k
Nilai: 5
Nama Author: Senja

Ava Seraphina Frederick (20) memiliki segalanya kekayaan, kekuasaan, dan nama besar keluarga mafia. Namun bagi Ava, semua itu hanyalah jeruji emas yang membuatnya hampa.

Hidupnya runtuh ketika dokter memvonis usianya tinggal dua tahun. Dalam putus asa, Ava membuat keputusan nekat, ia harus punya anak sebelum mati.

Satu malam di bawah pengaruh alkohol mengubah segalanya. Ava tidur dengan Edgar, yang tanpa Ava tahu adalah suami sepupunya sendiri.

Saat mengetahui ia hamil kembar, Ava memilih pergi. Ia meninggalkan keluarganya, kehidupannya dan juga ayah dari bayinya.

Tujuh tahun berlalu, Ava hidup tenang bersama dengan kedua anaknya. Dan vonis dokter ternyata salah.

“Mama, di mana Papa?” tanya Lily.

“Papa sudah meninggal!” sahut Luca.

​Ketika takdir membawanya bertemu kembali dengan Edgar dan menuntut kembali benihnya, apakah Ava akan jujur atau memilih kabur lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 1

Kepala Ava Seraphina terasa dingin. Bukan karena AC ruangan Dokter Lim yang membeku, melainkan karena kebekuan yang menjalar dari ujung jari kakinya hingga ke ubun-ubun.

Di tangannya, selembar kertas diagnosis berwarna gading tampak seperti surat kematian yang dicetak dengan huruf rapi dan profesional.

Glioblastoma Multiforme. Stadium IV.

Dua kata asing itu terasa jauh lebih berat daripada seluruh kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki dinasti Frederick.

Ava meletakkan kertas itu kembali ke atas meja, gerakannya tenang dan terukur, kontras dengan badai yang berkecamuk di dadanya.

Dokter Lim, seorang ahli onkologi saraf yang dikenal di seluruh Asia, menatapnya dengan ekspresi yang bercampur antara profesionalitas yang terlatih dan rasa kasihan yang tulus.

“Ava, aku mengerti ini mengejutkan. Tapi aku harus jujur,” ujar Dokter Lim, suaranya pelan dan hati-hati. “Kau punya waktu hidup kurang dari dua tahun, mungkin sedikit lebih lama jika kau segera memulai kemoterapi dan radiasi intensif. Hanya saja, mengingat agresivitas tumornya—”

“Dua tahun?” potong Ava dengan suara datar. Ia tidak berteriak atau menangis. Ia hanya menganalisis, seolah-olah vonis ini adalah laporan keuangan perusahaan yang merugi.

Dokter Lim mengangguk. “Ya. Dua belas hingga delapan belas bulan adalah rata-ratanya.”

Ava menyandarkan punggungnya ke kursi kulit, menarik napas dalam-dalam. Ia adalah satu-satunya pewaris kekayaan ayahnya.

Sejak remaja, ia sudah diajari bagaimana menghadapi negosiasi paling kejam, ancaman pembunuhan, dan intrik bisnis yang mematikan.

Tapi tidak ada pelajaran yang mempersiapkannya untuk bernegosiasi dengan takdir atau mengintimidasi sel kanker.

“Katakan padaku, Dokter Lim, berapa persentase pasien dengan kondisi ini yang mencapai batas waktu dua tahun itu tanpa penurunan kualitas hidup yang drastis? Aku ingin angka mentah, bukan statistik yang dihaluskan untuk menyenangkan pasien.” Ava mencondongkan tubuh ke depan, matanya yang tajam menatap lurus ke mata sang dokter.

Dokter Lim terdiam sejenak. Ia tahu Ava Seraphina bukan tipe pasien yang mudah dikendalikan.

“Sangat kecil, Ava. Sangat, sangat kecil. Jika tanpa intervensi, penurunan akan terasa signifikan dalam enam bulan ke depan. Bahkan dengan intervensi, efek samping pengobatan akan memberatkan.”

Ava mengangguk perlahan. Kepalanya mulai berdenyut, mengingatkannya pada sang penyewa baru yang tidak diundang di dalam tubuhnya.

“Baik,” kata Ava, mengambil tas tangannya yang diletakkan di samping kursi. “Terima kasih atas kejujurannya. Berkas ini sudah jelas.”

Dokter Lim terkejut. “Tunggu! Kau tidak bertanya tentang jadwal pengobatan? Atau rencana langkah selanjutnya?”

Ava bangkit, membetulkan sedikit blazer mahalnya. Sejak kecil, ia sudah tahu bahwa bagi seorang Frederick, rencana langkah selanjutnya selalu ada di tangannya, bukan di tangan orang lain.

“Pengobatan? Untuk memperpanjang hidup beberapa bulan dengan kualitas yang menyedihkan? Tidak, Dokter Lim. Jika takdir memberiku batas waktu, aku tidak akan menghabiskannya di ranjang rumah sakit dan muntah karena kemoterapi. Aku tidak pernah mendapatkan kebahagiaan seumur hidupku, karena nama Frederick dan semua kekuasaan sialan ini.”

Lantas, Ava menatap Dokter Lim dengan senyum tipis yang dingin.

“Sisa dua tahun ini adalah milikku. Dan aku punya rencana yang jauh lebih baik untuk menghabiskannya.”

Ava membalikkan badannya dan berjalan keluar dari ruangan itu, meninggalkan Dokter Lim yang terperangah.

Di luar, dunia tampak sama cerahnya, tapi bagi Ava, semua perhitungan telah berubah. Dalam dua tahun, ia akan mati. Dan sebelum itu terjadi, ia harus memastikan ada sesuatu yang lebih nyata dari sekadar kekayaan keluarganya yang tersisa di dunia ini.

Sesuatu yang akan benar-benar menjadi miliknya, meskipun ia harus mempertaruhkan segalanya, bahkan kehormatannya.

*

*

Ava tiba di markas bawah tanah milik Diego Frederick, bukan tempat pertemuan mafia, melainkan laboratorium canggih yang secara rahasia dikelola pamannya, khusus untuk penelitian genetika dan kesehatan elite keluarga.

Ava langsung menuju ruang penyimpanan benih beku.

“Kau mencari apa, Niece?” suara Diego yang serak terdengar dari belakangnya. Pria paruh baya itu bersandar di ambang pintu.

Ava tak menoleh. Matanya memindai daftar panjang donatur benih, semuanya pria dengan IQ di atas rata-rata dan riwayat kesehatan yang sempurna.

“Aku mencari benih, Paman. Untuk IVF,” jawab Ava singkat, tanpa basa-basi.

Diego mengangkat sebelah alis. “Kau mau menikah? Bukankah kau selalu bilang semua pria di dunia ini adalah parasit?”

“Aku tidak akan menikah. Aku akan memiliki anak,” ralat Ava, lantas berbalik menatap Diego, matanya dingin namun ada bara di dalamnya.

“Aku butuh benih dengan kualitas genetik terbaik, Paman. Aku tidak punya waktu untuk hal-hal yang kurang sempurna,” lanjut Ava menjelaskan.

“Di rak ini ada ratusan kesempurnaan yang kau cari, Ava. Semuanya lolos saringan terketat Frederick. Sebagian besar dari mereka adalah ilmuwan, pengusaha muda, bahkan satu atau dua politisi cerdas,” ujar Diego, melangkah mendekat.

Ava mendengus. Ia menunjuk layar digital yang menampilkan data genetik seorang donatur.

“Pria ini? IQ 150, ahli fisika nuklir. Tapi lihat riwayat keluarganya, Paman. Ada kecenderungan depresi klinis. Anakku tidak boleh membawa gen lemah.”

Laku, Ava menunjuk data lain.

“Yang ini? Jenius dalam biologi, atletis. Tapi dia donor rutin, yang berarti kemungkinan besar dia melakukan ini demi uang. Aku butuh keturunan yang punya drive, bukan hanya kecerdasan.”

Setelah hampir satu jam memeriksa dan menolak setiap opsi, Ava membanting tablet itu ke meja.

“Tidak ada yang cocok,” desisnya. “Aku tidak mau anakku diwarisi kecerdasan yang rapuh atau ambisi yang dangkal. Jika aku hanya punya waktu dua tahun, benihku harus sempurna.”

Keputusan bulatnya telah diambil. Jika metode konvensional tidak memberikan hasil yang memuaskan, ia akan mengambil jalan yang lebih acak.

Malam itu, Ava Seraphina mengenakan gaun kulit hitam paling berani, menyematkan kartu identitas palsu di dompet kecilnya, dan melangkah ke The Abyss, klub malam paling mewah sekaligus paling gelap di kota itu. Tempat di mana orang-orang kaya dan berbahaya datang untuk melepaskan penat.

Ava duduk di sudut VIP, memesan segelas Whiskey Sour tanpa ragu. Ia tahu betul ia tidak toleran terhadap alkohol. Satu tegukan saja bisa membuatnya pusing, dua tegukan sudah pasti membuatnya kehilangan kendali.

Tapi malam ini, ia butuh kabur dari kecerdasannya, dari vonis mati yang ia ketahui pasti kebenarannya.

Sambil meneguk cairan keras yang membakar tenggorokannya, Ava berpikir.

“Aku tidak mencari benih beku. Aku mencari keturunan yang berani mengambil risiko, seperti calon ayah mereka malam ini.”

Saat kepalanya mulai terasa ringan dan dunia berputar, Ava melihatnya. Seorang pria berdiri di dekat bar, di bawah sorotan lampu neon, auranya yang gelap tampak menonjol di antara kerumunan.

Pria itu tinggi, dengan tatapan mata yang tajam seperti elang yang baru saja melihat mangsanya.

Sempurna.

Ava meneguk habis sisa minumannya. Dengan langkah sedikit limbung, ia berjalan ke arah pria asing itu, siap untuk menukar sisa hidupnya dengan konsekuensi terburuk.

“Tuan, berapa hargamu semalam?” tanya Ava sambil mengelingkan mata, nakal.

1
Leny Wijaya
ngeri ya anak kecil seperti Cleo dah licik dan manipulatif
Opi Sofiyanti
aku msh g ngerti.... knp ava segitu mrh nya ama Edgar.... kan dia yg mabuk, dia yg goda Edgar.... dia jg yg ninggalin.... hanya krn dia suami sepu2 nya??
Jj^
semangat thor update nya 🤗
LB
anak kecil mana tau masalah orang dewasa.
bagi ava sendiri tidak mudah berakrab ria dgn ayah anak²nya seolah tidak ada masalah yang besar karena sejatinya ayah anak²nya adalah suami sepupunya dan seluruh dunia tau itu dan anak kecil tak faham kesulitan itu.
LB
seharusnya orang kepercayaan itu patuh pada tuannya, segala sesuatu cepat lapor pada tuannya tapi si asisten yg satu ini agak lain 🥴 dia membuat keputusan sendiri untuk tuannya 😩 seperti fakta mandul itu dan sekarang apakah dia masih melakukan hal yg sama 😮‍💨 apakah dia sudah merasa sangat dekat sampai tidak ada batasan lagi antara atasan dan bawahan, sampai2 dia berhak ngambil keputusan untuk hidup Edgar tanpa perlu dibicarakan dgn Edgar.
Ipehmom Rianrafa
lnjuut 💪💪💪
Senjakala: Siappp
total 1 replies
Marya Dina
kecil2 udh licik,,ketururan ivy gk ada yg gagal😁😁
Senjakala: /Facepalm/ ngkak aku kak
total 1 replies
Kinara Widya
apa Cleo masih bisa tersenyum...dan manipulatif setelah tau kebenaranya......bahwa dia bulan anak Edgar...
Senjakala: nah ini🤣
total 1 replies
Kinara Widya
jangan lepaskan Jeremi...
Sri Rahayu
aduhhh Jeremy....jangan percaya ma ular berbisa....kamu ga kasihan Luca yg sedang sakit, kamu malah mikir Cleo dan Ivy yg culas 😡😡😡
Kinara Widya
semoga mereka berdua baik2 saja
Aie Saragih
memuakan
bgusan mati aja Jeremy nya
Rizka Susanto
jer...jngan smpe mengulang kesalahan yg sama..,
udh gk ada maaf lagi dri edgar😌
klo km msh berhianat jg udh end hidupmu
𝕙𝕚𝕜
lanjutkan thorrrr💪💪💪
shenina
haduh jeremy dasar lemah
Jj^
ih thorrr aku ngk sabar nungguin lanjutan critanya 😌
Marya Dina
jer jerrm. d bodohi ular mau2 aja km
Sri Rahayu
Alhamdulillah sumsum tulang blkng Edgar sama dgn Luca, ikatan darah tdk bisa dibohongi...semoga operasi nya berhasil dan Luca bisa sembuh total 😘😘😘😘😘
Indah Wahyuni
ap memang harus bodoh dulu ya Edgar sama Jeremy biar pembaca teraduk2 emosinya. 😄
Indah Wahyuni: 🤭 semangat uthor
total 2 replies
Ipehmom Rianrafa
lnjuut 💪💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!