"Tubuhmu milikku. Waktumu milikku. Tapi ingat satu aturan mutlak, jangan pernah berharap aku menanam benih di rahimmu."
Bagi dunia, Ryu Dirgantara adalah definisi kesempurnaan. CEO muda yang dingin, tangan besi di dunia bisnis, dan memiliki kekayaan yang tak habis tujuh turunan. Namun, di balik setelan Armani dan tatapan arogannya, ia menyimpan rahasia yang menghancurkan egonya sebagai laki-laki, Ia divonis tidak bisa memberikan keturunan.
Lelah dengan tuntutan keluarga soal ahli waris, ia menutup hati dan memilih jalan pintas. Ia tidak butuh istri. Ia butuh pelarian.
Sedangkan Naomi Darmawan tidak pernah bermimpi menjual kebebasannya. Namun, jeratan hutang peninggalan sang ayah memaksanya menandatangani kontrak itu. Menjadi Sugar Baby bagi bos besar yang tak tersentuh. Tugasnya sederhana, yaitu menjadi boneka cantik yang siap sedia kapan pun sang Tuan membutuhkan kehangatan. Tanpa ikatan, tanpa perasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nyonya_Doremi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
“Mr. Harland, saya ingin menghabiskan waktu dengan putra saya,” kata Naomi dengan sopan, mencoba tersenyum.
Mr. Harland berdiri, posturnya sempurna. “Nyonya Dirgantara, sesuai instruksi Tuan Dirgantara, Athala sedang menjalani sesi stimulasi kognitif. Saya tidak dapat mengganggu sesi ini, karena ia harus terbiasa dengan disiplin waktu.”
“Saya yakin dia bisa istirahat sejenak untuk dipeluk ibunya,” ujar Naomi, nada suaranya mulai menajam.
“Tuan Dirgantara secara eksplisit menyatakan bahwa jadwal tidak boleh diubah,” kata Mr. Harland, suaranya seperti mesin. “Fokus. Itu adalah nilai pertama yang harus ditanamkan.”
Naomi merasa sesak. Anaknya telah menjadi proyek. Sebuah jadwal, sebuah aset, sebuah eksperimen kognitif.
Malam itu, Naomi menghadapi Ryu.
“Kau telah menjadikan putra kita robot yang diprogram, Ryu,” katanya, berdiri di depan Ryu yang sedang meneliti data keuangan di ruang kerjanya. “Dia adalah bayi, bukan CEO miniatur! Dia membutuhkan sentuhan, kehangatan, dan cinta yang tidak terprogram!”
Ryu mengangkat kepalanya, matanya dipenuhi kejengkelan karena diganggu. “Kau tidak mengerti, Naomi. Aku membesarkan seorang pemimpin. Pemimpin tidak bisa dibesarkan dalam kehangatan yang lembut. Dirgantara butuh penerus yang kejam, yang tajam, dan yang siap menghadapi dunia yang tidak mengenal belas kasihan.”
“Dan bagaimana dengan jiwanya? Bagaimana dengan kebahagiaannya?” tuntut Naomi.
Ryu tertawa sinis. “Kebahagiaan? Kebahagiaan seorang Dirgantara adalah kekuasaan, Naomi. Aku memberinya fondasi untuk menguasai dunia, dan kau mengkhawatirkannya karena dia tidak bermain dengan boneka beruang. Jangan merusak masa depannya dengan emosi sentimentalmu.”
“Aku tidak merusak, aku menyelamatkan!” balas Naomi, suaranya bergetar karena emosi. “Aku menyelamatkannya dari menjadi salinan dingin dari Dirgantara yang kau kenal. Aku tidak peduli dengan Dirgantara Holdings, aku peduli dengan Athala. Dan aku punya hak sebagai ibunya untuk menentukan bagaimana dia dibesarkan!”
Ryu bangkit. Rasa posesif itu kini terpancar dari setiap pori-porinya. “Kau hanya ibu biologisnya, Naomi. Aku ayahnya. Aku adalah Dirgantara, dan aku yang bertanggung jawab atas garis keturunan ini. Kau melahirkan pewaris, aku yang membentuknya.”
“Kau tidak akan pernah bisa membentuknya tanpa cinta, Ryu,” bisik Naomi. “Kau memenangkan perang melawan musuh luar, tapi sekarang kau menciptakan musuh di rumahmu sendiri. Jika kau terus memperlakukannya seperti proyek, kau akan kehilangannya.”
Ryu menyipitkan mata. “Aku tidak akan pernah kehilangannya. Aku akan memberinya segalanya. Aku adalah penguasa hidupnya. Aku adalah yang berhak. Athala Rafka adalah milikku, bukan milikmu.”
Mendengar kata-kata itu, Naomi menyadari bahwa pertarungan dengan Anya adalah hal yang sepele dibandingkan dengan pertarungannya dengan Ryu untuk mendapatkan hati putra mereka. Ryu mungkin telah mendapatkan kembali garis keturunannya, tetapi dia telah kehilangan sentuhan manusiawinya.
Naomi mundur, meninggalkan Ryu dalam kesendiriannya yang arogan. Dia tahu bahwa satu-satunya cara untuk melawan obsesi Ryu adalah dengan bertindak diam-diam, tanpa konfrontasi langsung yang sia-sia.
“Aku tidak akan membiarkanmu mengubah putraku menjadi monster tanpa emosi,” gumam Naomi pada dirinya sendiri.
Beberapa hari kemudian, Naomi mengambil tindakan yang berani. Dia pergi mengunjungi Helena Dirgantara di kediaman utama. Helena, yang kini telah mengakui Naomi sebagai Nyonya Dirgantara Sejati, menerimanya dengan kehati-hatian.
“Kau mencari sekutu?” tanya Helena, matanya menyipit saat Naomi duduk di hadapannya.
“Saya mencari neneknya Athala,” jawab Naomi tanpa basa-basi. “Ryu telah melampaui batas. Dia membesarkan Athala seperti produk investasi. Dia mempekerjakan pengasuh militer dan hanya mengizinkannya mendengarkan Bach. Dia tidak membiarkan saya memeluknya di luar jam yang ditentukan.”
Helena mendengarkan dengan serius. “Ryu adalah seorang Dirgantara, Naomi. Dia berpikir dengan logika korporat. Dia melakukan ini karena takut kehilangan apa yang baru dia dapatkan.”
“Ketakutan itu akan merusak cucu Anda,” balas Naomi tajam. “Ryu menjadikan Athala mesin. Dia membutuhkan kehangatan, dia membutuhkan sentuhan keluarga yang tidak terikat oleh Rencana Pengembangan 20 Tahun.”
Helena tersenyum tipis. “Kau tahu cara memukulku di tempat yang tepat. Aku telah menghabiskan hidupku membesarkan Ryu dengan keras, dan lihat apa yang dia dapatkan, CEO yang hebat, tetapi putra yang dingin.” Helena menyesap tehnya. “Aku tidak akan membiarkan Athala Rafka menjadi salinan lain dari Ryu. Garis keturunan butuh darah hangat untuk bertahan.”
“Saya membutuhkan Anda untuk campur tangan,” kata Naomi. “Ryu menghormati Anda, dan dia tidak akan menentang Anda jika Anda mengajukan keberatan yang kuat.”
Helena meletakkan cangkirnya. “Aku akan campur tangan, Nyonya Dirgantara. Aku akan melakukannya bukan untukmu, tapi untuk cucuku. Jika Ryu ingin menjadikan Athala pewaris Dirgantara, maka aku akan menjadi penyeimbang. Aku akan memastikan ia tahu bagaimana menjadi manusia sebelum menjadi penguasa.”
Aliansi baru telah terbentuk. Bukan aliansi yang hangat, melainkan aliansi strategis antara dua wanita yang bertekad untuk memenangkan hati Athala. Naomi dan Helena, ibu mertua dan menantu, yang sebelumnya saling menghancurkan, kini bersatu melawan keegoisan posesif Ryu Dirgantara.
Ryu menerima panggilan dari ibunya pada malam itu, suaranya sangat resmi.
“Ryu, kau telah mempekerjakan dua pengasuh profesional dan mengusir istrimu dari ruang bermain cucuku,” kata Helena, tanpa salam basa-basi.
“Ibu, aku sedang menetapkan fondasi yang tepat. Athala adalah Dirgantara, dia harus...”
“Dia adalah cucuku, dan dia adalah bayi,” potong Helena dengan otoritas yang tidak bisa ditolak oleh Ryu. “Aku telah membesarkan satu Dirgantara dengan cara dingin, dan itu sudah cukup. Aku tidak akan membiarkanmu mengulangi kesalahan yang sama.”
“Tapi, Bu, ini demi keamanan dan pendidikannya...”
“Keamananmu sudah dijamin oleh Pengawal Dirgantara yang kau pekerjakan, Ryu. Pendidikannya dimulai dengan cinta, bukan dengan Bach dan kurikulum,” ujar Helena. “Aku ingin kau segera memecat Mr. Harland dan Pengasuh Mandarin mu itu. Kau hanya akan mempertahankan satu pengasuh, dan itu hanya untuk dukungan Naomi. Naomi akan menjadi pengasuh utama. Dialah yang memenangkan garis keturunanmu, Ryu. Hormati dia.”
Ryu terdiam. Dia bisa melawan Naomi, tapi melawan Helena yang kini didukung oleh keposesifan seorang nenek adalah hal yang mustahil.
“Aku akan meninjau kembali stafnya, Bu,” jawab Ryu, suaranya tercekat.
“Bagus. Dan Ryu,” tambah Helena, nadanya melembut sedikit, “bawakan Athala ke rumah utama. Dia perlu bermain di rumput dan melihat matahari, bukan hanya kartu kontras tinggi. Biarkan aku menjadi neneknya.”
Ryu menutup telepon, wajahnya kaku. Dia berbalik dan melihat Naomi berdiri di ambang pintu, seulas senyum samar di bibirnya.
“Ibu benar, Ryu. Athala perlu melihat matahari,” kata Naomi.
Ryu tahu bahwa dia telah dikalahkan. Sekali lagi, Naomi menggunakan kekuatan keluarga, bukan kekuatan kontrak, untuk memenangkan pertempuran.
“Ini belum berakhir, Naomi,” kata Ryu dengan tegas. “Kau mungkin telah memenangkan kendali atas jadwal tidurnya, tetapi aku akan memenangkannya kembali dalam hal pendidikan dan masa depannya.”
Naomi hanya mengangguk. “Saya yakin Anda akan mencoba, Ryu. Tapi saya akan selalu menjadi tim Athala Rafka.”