NovelToon NovelToon
SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Wanita Karir / Romansa
Popularitas:489
Nilai: 5
Nama Author: Efi Lutfiah

Di balik gemerlap lampu malam dan dentuman musik yang memekakkan telinga, seorang gadis muda menyembunyikan luka dan pengorbanannya.
Namanya Cantika, mahasiswi cerdas yang bercita-cita menjadi seorang dosen. Namun takdir membawanya pada jalan penuh air mata. Demi membiayai kuliahnya dan membeli obat untuk sang ibu yang sakit-sakitan, Cantika memilih pekerjaan yang tak pernah ia bayangkan: menjadi LC di sebuah klub malam.

Setiap senyum yang ia paksakan, setiap tawa yang terdengar palsu, adalah doa yang ia bisikkan untuk kesembuhan ibunya.
Namun, di balik kepura-puraan itu, hatinya perlahan terkikis. Antara harga diri, cinta, dan harapan, Aruna terjebak dalam dilema, mampukah ia menemukan jalan keluar, atau justru terperangkap dalam ruang gelap yang semakin menelan cahaya hidupnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Efi Lutfiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jalan Yang Harus Di Ambil

"Dok... tolong selamatkan ibu saya!"

Gadis dengan pakaian kerjanya yang masih kusut berlari tergesa, mendorong brankar yang membawa tubuh ibunya yang tak sadarkan diri.

"Saya akan usahakan."

Laki-laki tinggi berjas putih khas dokter segera memberi isyarat. Bu Hasna langsung dibawa masuk ke ruang gawat darurat, diiringi beberapa perawat yang sigap membantu.

Cantika berhenti di depan pintu, napasnya tersengal, dada naik turun. Jantungnya berdegup kencang, seolah menunggu vonis yang bisa merenggut separuh hidupnya. Ia masih syok, tak percaya ketika tetangganya memberi kabar bahwa ibunya pingsan saat membeli sayuran di pasar.

Detik jam berjalan bagai cambuk, menambah kegelisahannya.

Hingga pintu itu terbuka.

Muncul seorang dokter muda dengan wajah yang sudah sangat familiar. Dokter Arkana. Dokter yang selama ini menangani ibunya.

"Dokter, bagaimana keadaan ibu saya? Beliau baik-baik saja kan?" tanya Cantika dengan wajah penuh cemas.

Arkana tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Cantika sebentar, lalu berkata pelan, "Ikut saya ke ruangan, Cantika."

Cantika mengangguk, meski langkah kakinya terasa lemas. Ia mengikuti dokter Arkana, sosok yang sering jadi buah bibir karena ketampanannya, tapi bagi Cantika, ia hanyalah harapan terakhir untuk menyelamatkan ibunya.

"Silakan duduk," ujar Arkana begitu mereka tiba di ruangannya. Suaranya lembut, tapi sorot matanya ragu.

Cantika duduk pelan, jemarinya meremas ujung baju kerja yang sudah basah keringat.

"Kondisi ginjal ibu Hasna... semakin parah." Arkana menghela napas panjang. "Beliau harus segera melakukan cuci darah. Minimal empat kali dalam sebulan. Kalau kondisinya memburuk, bisa lebih sering."

Seluruh tubuh Cantika bergetar. Air matanya luruh tanpa bisa ditahan.

"A... apa? Semakin parah?" suaranya nyaris pecah.

Arkana menatapnya dengan iba. Ia tahu betul perjuangan Cantika, gadis muda yang rela banting tulang demi kuliah dan pengobatan ibunya.

"Biayanya... mahal, ya Dok?" tanyanya lirih, meski sudah tahu jawabannya.

"Sekitar dua juta... setiap kali cuci darah."

Duaaarrrr.

Kepala Cantika serasa pecah. Uang sebanyak itu... gajinya saja hanya empat juta sebulan. Belum kontrakan yang harus dibayar besok. Belum tunggakan kuliah tiga bulan terakhir.

"Dok, apa nggak ada cara lain selain cuci darah?" suaranya bergetar.

Arkana menggeleng tegas. "Tidak ada, Cantika. Kalau terlambat, nyawa beliau bisa melayang."

Air matanya makin deras. Dunia seperti runtuh menimpa pundaknya yang rapuh.

"Apa... mau saya yang bayarkan biayanya?" tawar Arkana dengan tulus.

Cantika buru-buru menggeleng. "Nggak usah, Dok. Saya... saya akan coba pinjam sama bos saya."

"Saya bisa pinjamkan ke kamu," ulang Arkana.

Sekali lagi Cantika menggeleng, kali ini lebih tegas meski air matanya masih jatuh. "Saya sudah banyak hutang sama Dokter. Saya nggak mau merepotkan lagi."

Arkana menghela napas. "Padahal saya sama sekali nggak merasa repot, Cantika. Saya ikhlas membantu kamu. Saya kasihan... melihat kamu terus banting tulang, bahkan rela mengorbankan waktu istirahatmu demi uang."

Cantika tersenyum getir, "Orang miskin seperti saya memang harus kerja keras, Dok. Karena... bagi saya, satu detik waktu saja sangat berarti."

Ia bangkit, menghapus air mata dengan kasar. "Saya titip ibu sebentar, Dok. Saya... harus mencari pinjaman."

Tanpa menunggu jawaban Arkana, Cantika melangkah pergi. Langkahnya berat, tapi tekadnya lebih berat lagi, menjadi benteng terakhir untuk ibunya, meski harus hancur sendiri.

***

Tok... tok... tok...

“Permisi...” suara Cantika terdengar ragu, tangannya gemetar saat menyentuh gagang pintu.

“Masuk.”

Suara datar itu terdengar dari dalam.

Cantika melangkah pelan. Di balik meja besar, Bu Yola menatapnya dengan kening berkerut.

“Kenapa? Kamu bikin masalah lagi?” tanyanya sinis.

Cepat-cepat Cantika menggeleng. Ia paksa bibirnya melukis senyum tipis, senyum palsu yang berusaha menutupi luka hatinya.

“Bukan, Bu... Saya ke sini... ingin meminjam uang. Ibu saya... sedang dirawat di rumah sakit. Dokter bilang harus segera cuci darah.” Suaranya merendah, hampir terputus di ujung.

“Ck! Sudah saya duga,” potong Bu Yola ketus, matanya menyipit. “Kalau bukan minta izin, ya pasti pinjam uang. Gaji bulan ini aja sudah kamu ambil separuh. Hutang bulan lalu pun belum kamu bayar. Kamu kira mau bayar pakai apa, hah?”

Cantika menunduk semakin dalam, hatinya teriris. “Bu... saya mohon. Tolong sekali ini saja. Saya sangat butuh uang itu.”

“Gak ada!” bentak Bu Yola sambil menyilangkan tangan di dada. “Kamu pikir saya bandar uang apa? Seenaknya datang pinjam!”

Air mata Cantika mulai menggenang. “Hanya ibu saya harapan saya, Bu... saya mohon...”

Bu Yola tertawa miring. “Keenakan kamu, Cantika. Pinjam uang terus! Kerja aja gak becus, kebanyakan izin. Dikasih hati, malah minta jantung. Pergi! Kalau nggak, saya pecat kamu sekarang juga!”

Cantika membelalakkan mata. “Jangan, Bu! Saya mohon... saya butuh pekerjaan ini. Kalau saya dipecat, bagaimana saya bisa bayar rumah sakit?”

Namun Bu Yola justru menatapnya jijik. “Kalau nggak mau dipecat, keluar dari ruangan ini sekarang juga. Saya muak lihat muka menyedihkan kamu.”

Kata-kata itu menusuk seperti pisau. Mata Cantika basah, tubuhnya lemas. Dengan langkah gontai, ia keluar dari ruangan itu. Harapannya pupus seketika. Satu-satunya peluang yang ia pegang... kini lenyap begitu saja.

Cantika terus berjalan dengan pikiran melayang, memikirkan kemana lagi dia harus mencari uang.

"Ya Tuhan, kenapa cobaan yang aku alami sangat berat," isaknya pelan. Tubuh kurusnya terus berjalan.

"Ibu adalah orang satu-satunya aku punya, aku gak mau kehilangan ibu," batinnya lagi.

"Apa aku harus pinjam sama dokter Arkana lagi?"

Dia merasa semakin bingung, dia benar-benar dilanda rasa bingung. Hutang-hutang yang semakin menggunung, bahkan hari-hari yang terkuras habis karena harus bekerja dan bekerja terus.

"Aku gak boleh ngerepotin dokter Arkana lagi. Aku malu, hutangku udah terlalu banyak."

Cantika terus berperang dengan pikirannya, hingga tiba-tiba dia teringat satu nama, yaitu Jesika, teman campusnya yang selalu bergaya dengan glamour.

"Jesika, siapa tahu dia punya uang."

Cantika tersenyum. Dengan langkah cepat Cantika berjalan, tak peduli lagi dengan kakinya yang mulai pegal dan sakit karena terlalu lama berjalan.

Langkah kaki Cantika membawanya ke sebuah alamat yang pernah dikatakan Jesika dulu. Hingga dia berada di alamat tersebut, sebuah hunian apartemen mewah membuat Cantika menatap tak percaya, karena sahabatnya tinggal di tempat mewah ini.

"Wahhh, ternyata kehidupan Jesika sekarang jauh lebih baik. Aku yakin dia pasti mau meminjamkan aku uang," dengan langkah penuh percaya diri, Cantika mengetuk pintu apartemen. Hingga tak lama sosok yang ingin dia temui keluar.

Kening Jesika mengernyit. "Lho, Cantika?"

Cantika tersenyum, menatap penampilan Jesika dari ujung rambut hingga kaki. Pakaian yang melekat di tubuhnya merk terkenal semua.

"Tumben kamu datang ke sini? Emangnya kamu gak kerja?"

Cantika menggeleng. "Enggak, Jes."

"Yaudah yuk masuk, aku buatin minum."

Cantika mengangguk, dia segera berjalan masuk. Matanya semakin membelalak saat melihat isi apartemen milik sahabatnya, yang penuh dengan barang-barang mahal.

"Kehidupan kamu beda banget ya, Jes, gak kayak dulu lagi," kata Cantika menatap bangga.

Jesika tersenyum. "Aku bekerja keras, Tika, untuk membalas ucapan orang-orang yang sombong," jawab Jesika, dengan tangannya yang tetap sibuk membuat jeruk peras untuk Cantika.

"Usaha kamu membuahkan hasil, sedangkan aku..." Cantika tersenyum getir, membayangkan nasibnya yang tak seindah sahabatnya.

"Jangan bicara kayak gitu dong, Tika. Aku yakin suatu hari nanti kamu juga pasti akan hidup bahagia."

Jesika mendekat, lalu menyodorkan es jeruk peras ke hadapan Cantika yang nampak haus. Keringat bercucuran di keningnya. Dengan cepat Cantika meneguknya, sehingga membuat Jesika menelan saliva karena Cantika minum begitu rakus.

"Jes, sebenarnya kedatangan aku ke sini mau meminjam uang. Ibu aku dirawat di rumah sakit, dan harus melakukan cuci darah," ucap Cantika langsung.

Jesika menghela napas panjang. "Cantika, kamu kan tahu sendiri aku harus membiayai sekolah adikku. Belum lagi bayaran kuliahku, kenapa kamu gak pinjam sama bos kamu aja?" kata Jesika.

Cantika menunduk. "Aku udah coba tadi, tapi Bu Yola gak kasih aku karena aku masih punya hutang, Jes. Dan harapan aku hanyalah kamu."

Jesika mengusap punggung tangan sahabatnya. "Cantika, kamu masih muda. Selalu banting tulang tapi belum juga tercukupi. Kalau kamu meminjam uang lagi tandanya kamu akan semakin memperbanyak hutang. Lalu dengan apa kamu akan membayarnya?"

"A-aku gak punya cara lain lagi, Jes, selain meminjam uang."

"Jujur aku kasihan liat kamu, Tika. Kalau kamu terus-menerus meminjam uang gak akan ada ujungnya."

"Terus apa yang harus aku lakukan, Jes? Jalan aku udah buntu."

Jesika tersenyum. "Kamu mau kerja sama aku?"

"Kerja?" kening Cantika mengerut.

"Iyah, kerja sama aku dijamin gajinya besar. Kamu gak usah capek-capek pinjaman lagi, dan hutang-hutang kamu pasti akan lunas."

Cantika menelan saliva, tawaran yang sangat menggiurkan baginya yang saat ini benar-benar butuh uang.

"Kerja apa, Jes?"

"Kerja di klub malam."

Deghh...

Mata Cantika membelalak tak percaya, jantungnya berdetak tak karuan.

"A-apa di klub malam? Kamu gak salah, Jes?"

"Haha, nggak lah, Tika. Dengan bekerja seperti ini kamu akan mendapatkan uang banyak, dan biaya pengobatan ibu kamu akan terpenuhi tanpa harus meminjam ke sana-sini."

"Tapi aku..."

"Nggak usah takut, kamu cuma perlu menemani para om-om minum. Berjoget bersama mereka, lalu kamu akan diberi tips. Tentunya tips beda dengan gaji, Cantika. Bukannya ini tawaran yang menarik?"

"Berjoged?"

"Iyah, berjoged santai," kata Jesika sambil mempraktikkan jogedannya.

"Tapi aku takut, Jes." Wajah Cantika terlihat murung.

"Apa yang kamu takutkan, Cantika? Kamu cuma menemani mereka minum. Dan kamu gak usah takut mereka macam-macam, karena kamu bisa menolaknya," jelas Jesika lagi. "Tapi pilihan ada di tangan kamu sih, aku cuma ngasih opsi aja biar hidup kamu berubah."

Lagi-lagi Cantika hanya mampu menelan saliva dengan kasar. Ajakan Jesika memang sangat menggiurkan, apalagi dengan posisinya yang sangat butuh uang. Tapi apakah ibunya tidak akan kecewa jika mengetahui pekerjaannya nanti?

"Cantika, ayolah jangan lemah. Ubah kehidupan kamu jadi lebih baik," rayu Jesika terus.

Cantika semakin bingung. Pilihan berat ini membuatnya semakin gelisah. Di satu sisi dia ingin kehidupannya berubah, tapi di sisi lain dia takut ibunya akan kecewa jika tahu semua.

"Tika."

"Euhhh, Jes."

"Gimana?"

"Aku takut ibu kecewa nanti kalau tahu aku mengambil jalan yang salah ini."

"Heyyy, Cantika, kamu bukan mengambil jalan yang salah. Tapi kamu mengambil jalan untuk menyelamatkan nyawa ibu kamu," ucap Jesika. "Dan satu lagi, kalau kamu takut ibu kamu kecewa, kamu bisa menyembunyikannya. Jangan sampai ibu kamu tahu."

Cantika menghela napas berat, lalu tanpa pikir panjang dia mengangguk. Pikirannya sudah bulat bahwa dia harus menyelamatkan nyawa ibunya, orang tua satu-satunya yang dia punya.

1
menderita karena kmu
Ceritanya seru banget, jangan biarkan aku dilema menanti update 😭
evi evi: haha,,, siap kakak😀🤗
total 1 replies
Rukawasfound
Ceritanya keren, teruslah menulis thor!
evi evi: Terimakasih sudah mampir di cerita ku kk🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!