Ketika takdir bisnis mengikat mereka dalam sebuah pertunangan, keduanya melihatnya sebagai transaksi sempurna, saling memanfaatkan, tanpa melibatkan hati.
Ini adalah fakta bisnis, bukan janji cinta.
Tapi ikatan strategis itu perlahan berubah menjadi personal. Menciptakan garis tipis antara manipulasi dan ketertarikan yang tak terbantahkan.
***
"Seharusnya kau tidak kembali," desis Aiden, suaranya lebih berbahaya daripada teriakan.
"Kau datang ke wilayah perang yang aktif. Mengapa?"
"Aku datang untukmu, Kak."
"Aku tidak bisa membiarkan tunanganku berada dalam kekacauan emosional atau fisik sendirian." Jawab Helena, menatap langsung ke matanya.
Tiba-tiba, Aiden menarik Helena erat ke tubuhnya.
"Bodoh," bisik Aiden ke rambutnya, napasnya panas.
"Bodoh, keras kepala, dan bodoh."
"Ya," bisik Helena, membiarkan dirinya ditahan.
"Aku aset yang tidak patuh."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hellosi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Di Ruang Kerja Cambridge yang elegan, nuansa kayu gelap dan buku-buku bersampul kulit tebal berpadu dengan perangkat teknologi canggih.
Aiden berdiri di depan papan tulis kaca interaktif, menampilkan Analisis Risiko Jangka Panjang Aliansi Ryder dan Aliston.
Angka-angka dan grafik menyala biru dingin, mencerminkan fokusnya.
Noa duduk di kursi berlapis kulit Chesterfield, memutar pena perak di antara jarinya, tampak santai namun matanya yang waspada memantau setiap data.
"Aliansi kita kuat, tapi ada celah," desis Aiden,
Menunjuk pada ketergantungan Ryder pada satu pemasok material langka di Asia Tenggara.
"Jika pesaing berhasil mengganggu pemasok ini, maka rantai pasokan Ryder akan lumpuh."
"Kita perlu jaring pengaman. Kita akan menanam jebakan."
"Jika pesaing mencoba membeli mereka, harganya akan terlalu mahal untuk dibayar, bahkan untuk Eoscar."
Aiden dan Noa menghabiskan dua minggu berikutnya dalam Operasi Jaring Pengaman.
Aiden menggunakan koneksi hedge fund untuk secara diam-diam membeli obligasi dari perusahaan-perusahaan sekunder di bawah Pemasok.
Ini menciptakan lapisan utang tersembunyi.
Sementara itu, Noa memanfaatkan keunggulan logistiknya untuk menawarkan kontrak pengiriman yang sangat menguntungkan kepada pemasok tersebut, namun menyertakan klausul eksklusivitas tersembunyi dengan denda besar jika mereka beralih.
Hasilnya, Ryder dan Aliston tidak hanya aman, tetapi mereka menciptakan labirin keuangan dan logistik.
Siapa pun (termasuk Eoscar) yang mencoba menyerang pemasok itu akan terjerat dalam jaringan obligasi Aiden dan penalti kontrak Noa.
Malam itu, Aiden dan Noa sedang merayakan penutupan serangkaian deal yang membuat aset Aliston dan Ryder jauh lebih aman dari serangan.
"Aman, Aliston," ujar Noa, mengangkat gelas single malt Skotlandia-nya.
"Kita telah menanam jebakan yang menghukum. Eoscar tidak akan menyentuh aset kita tanpa menelan biaya tinggi."
Aiden menyesap whiskeynya, matanya berkilat puas.
"Sekarang, aku bisa fokus pada Alaric."
***
Aiden duduk tegak di meja kantornya, siap untuk panggilan video mingguan dengan Henhard.
Di layar besar, Henhard muncul, raut wajahnya tajam seperti pahatan marmer.
Tanpa basa-basi, Aiden segera mengaktifkan fitur berbagi layar, menampilkan ringkasan yang jauh lebih mendalam daripada sekedar data keuangan biasa.
Aiden menggeser layar.
"Jaringan sudah kokoh. Ryder dan Nelson terikat," jelas Aiden.
Dengan senyum tipis yang membeku, dia menambahkan, "Eoscar tidak akan pernah bisa menyerang rantai pasokan."
"Bagus. Sekarang, bagaimana dengan Alaric," tuntut Henhard, ekspresi puas mulai terbentuk di matanya.
Aiden menyentuh layar.
Muncul diagram rumit, yang diberi label 'Alaric's Web of Poison.'
"Alaric baru saja menandatangani kontrak untuk Proyek Fiktif New Silk Road di Tiongkok. Dia mengikat Cabangnya pada kerugian $120 juta."
"Proyek itu adalah lubang lumpur yang akan menenggelamkannya."
"Kami sengaja menunda persetujuan kredit dari Pusat. Keterbatasan modal itu memaksanya melakukan dua hal."
"Pertama, mengambil pinjaman pihak ketiga. Kedua, ketergantungan pada pengikut."
"Aku punya bukti setiap transfer dana ilegal yang dia gunakan untuk membayar para 'loyalist' kotornya."
"Aku akan memusnahkannya dengan bersih." Jelas Aiden sebagai penutup.
"Aku tidak ingin analisis, tunjukkan hasilnya. Itu tugasmu sebagai pewaris," potong Henhard keras.
"Kapan kau kembali untuk mengurusnya secara langsung?"
Aiden menatap Henhard, tatapannya sedingin baja.
"Bulan depan. Semua akan sesuai jadwal. Kejatuhan Alaric akan menjadi hadiah kepulanganku."
"Pastikan saja," ucap Henhard tegas, tidak menunjukkan emosi.
"Aku sudah muak melihat wajahnya di rapat dewan."
Panggilan itu terputus.
***
Aiden segera melanjutkan panggilan video rutinnya dengan Helena.
Komunikasi mereka kini terasa lebih tebal, dibumbui dengan keposesifan yang tak terucapkan.
Wajah Helena muncul di layar, di tengah tumpukan buku tebal di asramanya.
"Analisis sudah kukirim, Kak." Ucap Helena.
Aiden menyesap kopi hitamnya, matanya menyusuri wajah Helena di layar, berhenti sejenak di bibirnya yang sedikit melengkung.
"Aku sudah melihatnya."
Aiden memutar gelas kopi di tangannya. Keheningan yang terjadi terasa tebal, dipenuhi oleh memori. Aiden akhirnya melunak sedikit.
"Dan kapan kau akan meninggalkan London, Helena?" Nada suaranya mengandung perintah terselubung.
Helena menghela napas ringan, menyadari ke mana arah pembicaraan ini.
"Mungkin dua sampai tiga tahun lagi. Pendidikan Master-ku akan selesai tahun depan, tapi aku masih punya rencana di London."
"Aku harus membangun kontak Nelson Group di jaringan keuangan Eropa. Aku tidak bisa kembali sebagai mahasiswi yang baru lulus." Jelas Helena.
Mendengar kata 'dua sampai tiga tahun lagi,' rahang Aiden mengeras. Itu adalah waktu yang terlalu lama berada di luar kendalinya.
"Tiga tahun terlalu lama," Aiden membantah.
Helena balas menatapnya, nadanya sopan namun tegas.
"Aku butuh waktu untuk mengkonsolidasikan kekuatan di sini."
Aiden terdiam, dan menghela napas, mencondongkan tubuh ke kamera.
"Baik. Dua tahun." Nada suaranya kembali dingin, menetapkan hukum baru.
"Setelah itu, kau kembali, dan kita akan meresmikan pertunangan. Tapi selama dua tahun itu..."
Keposesifannya kembali, dibungkus sebagai perintah yang tidak bisa dinegosiasikan.
"Kau akan selalu ada di jadwal panggilanku. Dan kau akan mengirimkan laporan mingguan tentang semua orang yang kau temui. Jika Xavier Eoscar mencoba mendekat, laporkan kepadaku rincian setiap kalimatnya."
"Tentu, Kak. Aku akan menjadi sekutu yang sangat efisien dan patuh." Helena tersenyum tipis.
Aiden mengangguk puas. Dia meraih pena perak tebalnya.
"Bagus. Aku akan segera meninggalkan Boston untuk menyelesaikan masalah Alaric."
Melihat keseriusan Aiden membuat Helena ingin memprovokasi pria itu.
"Hati-hati di jalan, Kak. Lakukan apa yang harus kau lakukan." Dia tersenyum, senyum yang memikat.
"Sebelum aku kembali, aku ingin kau janji satu hal." Pinta Helena.
Aiden, yang sudah siap mengakhiri panggilan, mengangkat alis, dengan rasa penasaran.
Helena mencondongkan tubuh sedikit, suaranya turun menjadi bisikan serak yang hanya ditujukan padanya.
"Aku tidak mau ranjang kita berbau darah Paman Alaric saat aku kembali."
Aiden membeku. Otot di rahangnya menegang. Itu adalah kalimat yang secara pribadi dan intim mengakui kepemilikan bersama.
Helena melanjutkan, suaranya kini mengandung tantangan yang berbahaya.
"Atau, aku akan mencari tempat yang lebih hangat dan aman untuk tidur selama kau masih sibuk dengan kekacauan keluargamu."
Tatapan tajam Aiden berubah. Mata birunya berkilat.
Dia menarik napas dalam-dalam, menghasilkan geraman rendah yang hampir tidak terdengar.
Suaranya menjadi serak dan mengancam, penuh janji.
"Kau tidak akan bisa mencari tempat lain, Helena. Kau akan membayar harga yang mahal untuk setiap hari yang kau habiskan tanpa aku."
Wajah Aiden perlahan-lahan menampilkan seringai yang mematikan, sebuah janji dan peringatan mutlak.
Panggilan itu berakhir.
Aiden bersandar di kursinya, tatapannya menyala.