Luna Arindya, pemanah profesional dari dunia modern, meninggal tragis dalam sebuah kompetisi internasional. Saat membuka mata, ia mendapati dirinya berada di dalam novel fantasi yang pernah ia baca—dan menempati tubuh Putri Keempat Kekaisaran Awan. Putri yang lemah, tak dianggap, hidupnya penuh penghinaan, dan dalam cerita asli berakhir tragis sebagai persembahan untuk Kaisar Kegelapan.
Kaisar Kegelapan—penguasa misterius yang jarang menampakkan diri—terkenal dingin, kejam, dan membenci semua wanita. Konon, tak satu pun wanita yang mendekatinya bisa bertahan hidup lebih dari tiga hari. Ia tak tertarik pada cinta, tak percaya pada kelembutan, dan menganggap wanita hanyalah sumber masalah.
Namun semua berubah ketika pengantin yang dikirim ke istananya bukan gadis lemah seperti yang ia bayangkan. Luna, dengan keberanian dan tatapan tajam khas seorang pemanah, menolak tunduk padanya. Alih-alih menangis atau memohon, gadis itu berani menantang, mengomentari, bahkan mengolok-olok
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1– Panah Terakhir
Luna Arindya adalah seorang gadis jenius, ia pemanah profesional yang memiliki bakat luar biasa. Ia juga memiliki kecantikan yang luar biasa, serta kebaikan hati dan ceria, tapi sudah beberapa hari ini ia berubah jadi pendiam.
Sampai sampai sang sahabat bingung melihat Luna yang banyak diam, "Lun, kamu kenapa dari tadi kok diam aja, eh bukan dari tadi tapi dari beberapa waktu lalu?" tanya Mei
"Gak tau aku juga bingung, perasaan ku gak enak dan juga aku sering dengar suara suara ada yang panggil aku tapi gak tau siapa" jawab Luna
"Mungkin perasaan kamu saja Lun, yaudah gak usah di pikirin. Oh iya bagaimana novel yang aku kasih bagus gak?" tanya Mei
"Is bagus apanya, keluarga gila dan apa itu kaisar gay ya kok gak suka wanita. Kalau aku jadi putri itu sudah aku sleding tu kaisar item" ujar Luna kesal
"Hahaha.... Kok kaisar item sih, kamu ada ada aja" tawa lucu Mei.
"Iya kang dia kaisar kegelapan ya gelap itu hitam yaudah panggil aja kaisar hitam" ujar Luna cuek
"Hahaha.... Hahaha.... Baiklah baiklah, ayo tidur besok kamu harus mengikuti kompetisi terakhir, aku yakin kamu pasti menang" ujar Mei
Luna memandang mei lama, dan itu membuat mei bingung, tiba tiba Luna memeluk mei erat "Mei terima kasih sudah hadir menjadi sahabat terbaikku, terima kasih sudah menemaniku, menjadi sahabat, menjadi kakak, menjadi keluarga terbaikku. Terima kasih aku sayang sama kamu Mei"
Mei terdiam mendengar ucapan Luna hanya terdiam dengan hati yang berdetak, rasa takut, sedih dan merasa akan kehilangan sesuatu.
"Mei....Jika usiaku kelak tidak panjang dan aku pergi duluan, aku mau kamu melanjutkan hidup lebih baik lagi dan tolong urus anak anak panti kita aku titipkan semua harta ku pada kamu ya" ujar Luna lagi
"LUNA... DIAM...!! kamu ngomong apa sih, hiks.... hiks.... hiks... Kita akan hidup panjang bersama sampai tua, jadi jangan bicara yang tidak tidak" marah Mei dengan rasa takut di tinggalkan
Mereka tidak bicara lagi tapi tangis mereka berdua terdengar nyaring di kamar itu.
...----------------...
Keesokan harinya
Pagi ini Mei dan Luna berusaha tidak membahas masalah semalam, mereka sudah berangkat ketempat pertandingan berada.
Tidak lama setelah mereka sampai pertandingan pun di mulai, semua peserta bergantian untuk maju, dan tibalah giliran Luna.
Suara peluit panjang memecah udara sore yang panas. Sorakan penonton di stadion memekakkan telinga, namun Luna Arindya tak mendengarnya. Dunia di sekitarnya mengabur. Pandangannya hanya terfokus pada target bundar sejauh lima puluh meter di depannya.
Tarik… tahan… lepas.
Anak panah melesat, menembus udara, dan PLAK! menancap tepat di tengah lingkar emas. Tepuk tangan bergemuruh. Luna menghela napas lega, namun senyum belum sempat mengembang ketika suara gemuruh aneh terdengar di atasnya.
Orang-orang menjerit. Sebuah papan reklame raksasa, terpukul angin kencang, terlepas dari gantungannya dan jatuh bebas ke arah tribun tempat ia berdiri. Instingnya sebagai atlet membuatnya mendorong rekan setim menjauh.
Dentuman keras. Gelap.
"TIDAK......LUNA..... LUNA BANGUN LUNA.... JANGAN TINGGALKAN AKU LUNA " teriak Mei histeris melihat keadaan Luna yang berlumuran darah dan sudah tidak bernafas, ia sampai pingsan berkali kali.
…
Sedangkan di dunia lain, ada seorang gadis yang sedang terbaring pucat bagaikan tidak bernyawa yang di sampingi dayang pribadinya yang menangisinya.
Tapi tidak lama kemudian tanpa di sadari sang dayang ketika kesadaran sang nona sudah kembali, gadis itu terbangun dan mendapati dirinya terbaring di tempat asing. Aroma dupa memenuhi hidungnya, langit-langit kayu berukir di atas kepalanya tampak asing. Tangannya meraba kain lembut bukan seragam olahraga, tapi jubah panjang bersulam awan emas.
“Putri… Anda sudah sadar!” suara seorang pelayan perempuan terdengar lega, tapi wajahnya penuh kekhawatiran, sembari menghapus air matanya
Putri? gadis itu ingin bertanya, tapi kepalanya mendadak penuh potongan ingatan yang bukan miliknya hidup seorang Putri Keempat Kekaisaran Awan, anak dari selir yang meninggal muda, lemah sejak lahir, dan tak pernah mendapat perhatian kaisar.
Ingatan terakhir membuat tubuhnya menegang. Dalam cerita novel yang ia baca, putri ini… akan dikirim sebagai pengantin persembahan bagi Kaisar Kegelapan.
Penguasa itu disebut sebagai pria yang berhati iblis tidak pernah tersenyum, dingin, dan membenci wanita. Seluruh selir yang pernah masuk ke istananya berakhir mati dengan cara misterius.
Gadis itu meremas seprai di tangannya.“Apa... Aku di novel ini… di tubuh gadis yang mati di bab awal?” gumamnya nyaris tak terdengar.
"Ya ampun... Bagaimana bisa aku harus berhadapan dengan kaisar hitam itu, pasti wajahnya gosong kayak panci.....ah... Mati aku " keluh gadis itu yang ternyata Luna.
Iya Luna yang bertransmigrasi ke dunia lain, "Ini pasti kutukan karena aku menghina dia kemarin, dan jika tidak salah wajah putri itu ini sedang tidak baik baik saja karena racun" keluh Luna
"Aku harus obati, agar kaisar bodoh itu tidak ilfil walau dia tidak suka wanita" ujar hati Luna
Pelayan itu menunduk, salah mengira gumaman Luna sebagai keluhan. “Putri… perintah sudah turun. Tiga bulan lagi, Anda akan berangkat menuju Istana Hitam untuk dinikahkan dengan Yang Mulia Kaisar.”
Luna menatap langit-langit, bibirnya melengkung miring."Tiga bulan? Baiklah, kalau kaisar itu membenci wanita… maka dia akan mendapati satu wanita yang tidak akan mudah ia benci… atau buang begitu saja."
"Apa... Putri anda setuju?" kaget Lan Mei pelayan pribadinya yang setia dari mendiang ibunya
"Tentu saja, percuma saja bukan untuk menolak. Lagian aku ingin pergi dari sini... kita akan buat kekuatan di tempat baru untuk membalas mereka yang ada di sini. Di kira aku ayam sajen apa dikasih untuk jadi persembahan. Ngapain juga kaisar bodoh itu mau di kasih wanita apa bisa di makan, memang kaisar bodoh" kesal Luna yang sekarang bernama Rui Zhi Han
Lan Mei yang mendengar itu sangat terkejut dengan mata terbelalak tidak menyangka dengan ucapan sang putri, putri yang biasanya pendiam dan penakut kini memiliki tatapan tajam terlihat tegas dan juga keusilan.
"Putri apa kepala anda sakit" tanya Lan Mei hati hati
Rui Zhi Han menatap Lan Mei heran, "Hem... Tidak, aku baik baik saja, memangnya aku kenapa?"
"Tidak... putri" Jawab Lan Mei gugup sembari menunduk
"Baiklah jika begitu bantu aku siapkan air aku ingin mandi dulu" ujar Rui Zhi Han
"Baik putri saya siapkan" ujar Lan Mei lalu pergi
Di luar, angin sore membawa kabar ke seluruh negeri: pengantin Kaisar Kegelapan telah dipilih. Dan tak ada yang tahu, pengantin kali ini… bukan gadis biasa.
Bersambung