Vira Sita, seorang gadis yatim piatu yang sederhana, dijodohkan dengan Vito Hartawan — pewaris kaya raya — sebagai amanat terakhir sang kakek. Tapi di balik pernikahan itu, tersimpan niat jahat: Vito hanya menginginkan warisan. Ia membenci Vira dan berpura-pura mencintainya. Saat Vira hamil, rencana keji dijalankan — pemerkosaan, pengkhianatan, hingga kematian. Tapi jiwa Vira tidak pergi selamanya. Ia bangkit dalam tubuh seorang gadis muda bernama Raisa, pewaris keluarga Molan yang kaya raya, setelah koma selama satu tahun. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Vira kini hidup kembali. Dengan wajah baru, kekuatan baru, dan keberanian yang tak tergoyahkan, ia bersumpah akan membalas dendam… satu per satu… tanpa ada yang tahu siapa dirinya sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 – “Perjodohan di Tengah Sepi”
Hujan mengguyur kota sejak pagi. Rintiknya lembut, seperti isak tangis langit yang belum usai.
Di sebuah rumah mungil bercat krem pudar, Vira Sita duduk memeluk lututnya di sofa tua ruang tamu. Jendela kayu terbuka setengah, membiarkan udara lembap menyusup ke sela napasnya. Seperti biasa, hari-hari Vira sepi.
Dia seorang diri. Tak ada ayah. Tak ada ibu. Keduanya telah pergi dalam sebuah kecelakaan mobil tiga tahun silam — malam yang mengubah hidup Vira selamanya.
Ia kini bekerja sebagai penjahit rumahan. Bukan karena itu cita-citanya, tapi karena itu yang bisa ia lakukan untuk bertahan hidup. Tangannya cekatan, hasil jahitannya rapi, namun tetap saja, penghasilannya pas-pasan.
Hidup Vira begitu sederhana. Ia tidak punya banyak teman, dan ia bukan tipe yang suka keluar rumah. Dunia kecilnya hanya terdiri dari mesin jahit, beberapa tetangga baik, dan kenangan.
Namun hari ini, dunia kecil itu akan berubah.
---
Seseorang mengetuk pintu.
Tok tok tok.
Vira beranjak pelan. Suara hujan membuat ketukan itu nyaris tak terdengar. Ia membuka pintu, dan di hadapannya berdiri seorang pria paruh baya berpakaian jas rapi, lengkap dengan jas hujan transparan.
“Selamat siang. Apakah ini rumah Nona Vira Sita?” tanyanya sopan.
Vira mengangguk, bingung. “Benar… saya Vira.”
“Perkenalkan, saya Pak Gunarto, pengacara keluarga besar Hartawan. Saya diutus untuk menyampaikan sebuah surat wasiat dari mendiang Tuan besar Hartawan—kakek dari Vito Hartawan.”
Vira terpaku. Nama itu tak asing. Vito Hartawan.
Pria yang dulu satu sekolah dengannya. Senior populer, pewaris keluarga kaya, tapi dingin dan tak terjangkau. Mereka tak pernah berbicara langsung, namun Vira tak pernah lupa caranya menatap dari jauh, saat Vito berdiri di lapangan basket. Ada ketertarikan yang diam-diam ia simpan. Cinta remaja, tak pernah tersampaikan.
“Boleh saya masuk sebentar, Nona?” tanya Pak Gunarto, memecah lamunan.
Vira buru-buru mempersilakan masuk. Ia mengambilkan teh hangat dengan tangan sedikit gemetar.
Pak Gunarto membuka map cokelat dari tas kulitnya. Lalu meletakkan beberapa dokumen di atas meja kayu kecil.
“Seperti yang tertulis di dalam surat ini, almarhum Tuan Besar menyampaikan keinginan terakhirnya, yaitu agar cucunya, Vito Hartawan, menikah dengan Anda, Nona Vira.”
Vira mematung. Matanya melebar. Suara detak hujan di luar tiba-tiba terasa jauh. Ia tidak salah dengar, bukan?
“M-menikah… dengan saya?” bisiknya lirih.
“Ya. Ini sebagai bentuk balas budi. Orang tua Anda telah menyelamatkan nyawanya di masa lalu. Dan sebagai wujud terima kasihnya, beliau ingin keluarga Hartawan melindungi Anda seumur hidup.”
Vira menatap meja, jantungnya berdebar tak karuan. Ia menunduk, air matanya mengalir diam-diam.
Selama ini ia hidup sendiri. Terlalu sering berdoa dalam kesepian agar ada seseorang yang datang, yang menghapus sunyinya, yang mencintainya. Dan kini... apakah ini jawaban dari langit?
---
Sementara itu…
Di gedung pencakar langit milik Hartawan Group, Vito menghempaskan surat wasiat ke meja kaca.
Matanya menyala marah.
“Dia pikir aku bisa dikendalikan dengan warisan? Dia pikir aku akan dengan senang hati menikahi gadis miskin itu? GILA!”
Namun, tak ada yang menjawab. Para penasihat hukum hanya menunduk takut.
Salah satu dari mereka memberanikan diri bicara.
“Maaf, Tuan Muda… Tapi jika Anda tidak menikah dengan Nona Vira sebelum ulang tahun kakek bulan depan, maka sesuai wasiat, seluruh warisan akan disumbangkan.”
Vito menghembuskan napas kasar. Ia berdiri dan berjalan ke arah jendela besar kantornya, memandang kota dari ketinggian.
“Siapa sebenarnya gadis itu? Apa istimewanya?”
“Kakek Anda mengatakan… gadis itu adalah anak dari pasangan yang menyelamatkannya puluhan tahun lalu. Ia berjanji akan menjaga anak mereka selamanya.”
Vito terdiam. Ia menggertakkan gigi.
“Baik. Aku akan menikahinya.”
Para penasihat terkejut.
“Tapi… setelah itu, pastikan semua warisan langsung dialihkan padaku. Setelah itu... aku bebas melakukan apa pun, bukan?”
---
Beberapa hari kemudian, Vira menerima undangan pernikahan megah. Semuanya disiapkan oleh pihak Hartawan. Ia dibawa ke butik mewah, diberi gaun pengantin mahal, bahkan diminta tinggal di hotel bintang lima selama seminggu sebelum hari pernikahan.
Vira merasa seperti mimpi.
Ia bahkan menangis saat mencoba gaun pengantin pertamanya.
“Bu… Pa… lihatlah anakmu sekarang…” gumamnya sambil memeluk gaun putih itu di depan cermin.
---
Hari pernikahan tiba.
Lampu kristal menggantung di langit-langit ballroom hotel mewah. Undangan datang dari kalangan elite — pengusaha, pejabat, selebriti. Semua mata memandang Vito dan Vira sebagai pasangan ideal.
Vira masuk dengan gaun putih elegan dan riasan natural. Ia tampak seperti putri dari negeri dongeng.
Vito berdiri di pelaminan, mengenakan jas putih gading. Senyum tipis tersungging, tapi hanya di bibir. Tidak sampai ke mata.
Prosesi berjalan lancar. Ijab kabul diucap. Semua tamu bersorak. Kilatan kamera menyala di mana-mana.
Namun Vira tidak tahu… bahwa senyum suaminya adalah topeng.
---
Malam pertama.
Vira duduk di tepi ranjang. Gaun pengantinnya sudah ia gantikan dengan piyama tipis. Rambutnya ia sisir perlahan. Ia menunggu.
Tak lama, Vito masuk ke kamar. Ia tidak menatap istrinya. Ia hanya melepas jas, melonggarkan dasi, lalu duduk di sofa sambil membuka ponsel.
Vira menelan ludah. Ia memberanikan diri bertanya.
“Kamu… lelah, ya?”
Vito diam.
“Aku bisa buatkan teh... atau mungkin—”
“Tidak perlu.”
Suaranya tajam. Dingin. Jauh dari kelembutan.
Vira menunduk. Hatinya remuk.
> “Aku hanya... ingin jadi istri yang baik…” gumamnya hampir tak terdengar.
Vito bangkit, menatapnya untuk pertama kali malam itu.
“Aku tidak mencintaimu. Jangan berharap apa pun dariku.”
Vira membeku. Bibirnya bergetar. Tapi ia tidak menangis.
“Aku… mengerti,” jawabnya pelan.
Ia mematikan lampu. Membaringkan tubuh ke sisi ranjang. Menangis diam-diam, memeluk perutnya sendiri — perut yang masih kosong, hati yang kini semakin sepi.
---
Di luar kamar, langit masih hujan.
Dan tak ada yang tahu… bahwa malam itu adalah awal dari takdir panjang yang akan menelan banyak rahasia dan air mata.
Bersambung
krain raisa bkln jdoh sm reinald,scra ky ccok gt....tp trnyta ga....mngkn kli ni bnrn jdohnya raisa,scra kluarganya udh tau spa dia....
spa tu????clon pawangnya raisa kah????
wlau bgaimna pun,dia pst lbh ska tnggal d negri sndri....dkt dgn kluarga,dn bs mmbntu orng lain....kl mslh jdoh mh,srahkn sm yg d ats aja y.....
Smbgtttt.....
Hufftt....
jadi, berjuanglah walaupun dunia tidak memihakmu, macam thor, klw ada yg ingin menjatuhkan mu maka perlihatkan dengan karya mu yg lebih baik, semangaaaat thor/Determined//Determined/
ttp smngt...😘😘😘
aku udh mmpir lg,smpe ngebut bcanya....he....he....
smngttt.....😘😘😘