"hana maaf, rupanya riko hatinya belum tetap, jadi kami disini akan membatalkan pertunangan kamu.. dan kami akan memilih Sinta adik kamu sebagai pengganti kamu" ucap heri dengan nada yang berat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28 hana di selamatkan
“Hana!” teriak Riko, suaranya menyatu dengan derasnya hujan.
Hana terus berlari. Pernah mengalami penculikan dan merasa terikat dengan keluarga penculik membuatnya trauma. Karena tidak melihat jalan, kakinya tersandung batu. Ia terjatuh di aspal, lututnya berdarah.
Riko semakin dekat, sementara Hana makin ketakutan.
“Jangan… tolong, jangan!” teriak Hana. Suaranya tertelan hujan, tak ada seorang pun yang melintas.
Riko melihat tubuh Hana basah kuyup, betis putihnya tercetak jelas, membuat nafsunya kian membara.
“Hana, ayo ikut aku! Kamu tidak bisa hidup tanpa aku!” seru Riko, tangannya terulur hendak meraih Hana.
“Pergi!” teriak Hana ketakutan.
“Jangan keras kepala, Hana! Kamu tidak akan bisa hidup tanpa aku. Keluargamu sudah membuangmu, lelaki kaya itu juga pasti akan mencampakkanmu. Sekarang kamu tidak punya pekerjaan. Jadi ikutlah denganku! Kamu bisa jadi istri keduaku. Aku janji, setelah Sinta melahirkan, aku akan menceraikannya!” Riko semakin mendekat.
Hana beringsut menjauh. Tubuhnya lemah, habis donor darah tadi ia belum sempat makan
“Tinggalkan aku, Riko… tolong tinggalkan aku!” pinta Hana memelas.
Melihat wajah Hana yang ketakutan, entah mengapa di mata Riko justru terlihat semakin cantik dan mempesona.
Riko menggenggam tangan Hana erat-erat. Hana meronta, namun genggaman itu semakin kuat. Dengan kasar, Riko berusaha menarik Hana ke pangkuannya.
“Tolongggg!” teriak Hana sekuat tenaga.
Wajah Riko kian dekat. Ia bersiap melumat bibir Hana yang basah terguyur hujan.
Hana memejamkan mata, tubuhnya bergetar antara takut dan tak berdaya.
“Tuhan, tolong aku…” gumam Hana dalam hati.
Tiba-tiba, ia tak lagi merasakan genggaman Riko. Perlahan, Hana membuka mata.
Di hadapannya berdiri sosok lelaki tinggi besar. Namun pandangan Hana mulai kabur, dan akhirnya ia tak sadarkan diri.
Jefri—yang baru saja menghajar Riko dari belakang—segera memangku Hana. Tubuh Hana terasa begitu ringan dalam gendongannya. Tanpa ragu, ia membawanya menuju mobil, meninggalkan Riko yang tergeletak tak berdaya di tengah jalan yang diguyur hujan.
Jefri merebahkan Hana di jok belakang dengan hati-hati. Lalu, dengan wajah tegang, ia segera menyalakan mesin dan melajukan mobil menuju rumah sakit.
…
Waktu berlalu cepat. Hujan sudah reda, pagi pun datang.
Seorang petugas kebersihan terkejut melihat tubuh tergeletak di tepi jalan.
“Pak, bangun…” ucapnya sambil menepuk bahu Riko.
Riko mengerjapkan mata, kepalanya terasa berat dan berdenyut. Petugas kebersihan menolongnya duduk, lalu menyodorkan sebotol air minum.
“Apakah Bapak baik-baik saja?” tanya petugas itu khawatir.
“Aku baik-baik saja,” jawab Riko pelan. Setelah tubuhnya sedikit mendingan, ia berdiri dengan lunglai.
“Ke mana Hana?” gumamnya lirih.
Ia menatap mobilnya yang semalaman terparkir di pinggir jalan. Untung saja tidak ada yang mencuri. Dengan langkah gontai, Riko masuk ke dalam mobil meski kepalanya masih terasa pening.
Sambil memegang erat setir, matanya menatap lurus ke depan.
“Hana… kamu tidak akan bisa lolos dariku,” ucap Riko, penuh tekad, sebelum melajukan mobilnya pulang.
…
..
Di rumah Andri
Andri duduk di ruang kerjanya. Seorang anak buahnya, Roni, datang membawa setumpuk berkas.
“Ini berkas yang kami dapatkan. Selama dua tahun terakhir, kami sudah melakukan penyelidikan,” ucap Roni sambil menyerahkan map tebal itu.
Andri membuka berkas tersebut dengan serius. Matanya menyusuri halaman demi halaman, hingga wajahnya menegang.
“Jadi… benar Handoko yang ini?” gumamnya pelan.
“Iya, Pak. Semua bukti mengarah padanya,” jawab Roni tegas.
Andri menghela napas panjang. “Jadi kemungkinan… Sinta adalah adik tiriku.”
Roni mengangguk. “Betul, Tuan. Dari data yang kami kumpulkan, Pak Handoko memiliki dua anak. Anak pertama bernama Hana Aulia, dan anak kedua bernama Sinta Permatasari. Besar kemungkinan Sinta adalah anak Pak Handoko dengan Nyonya Maharani.”
Andri terdiam, menatap berkas itu dengan wajah campur aduk antara marah, bingung, dan tak percaya.
“Kalau berdasarkan informasi awal, Handoko sebelum melecehkan ibuku, dia sudah punya anak, dan itu adalah Hana,” ucap Andri menyimpulkan.
“Ya, kemungkinan besar seperti itu, Tuan,” jelas Roni.
“Baiklah, kamu boleh pergi,” ujar Andri.
Setelah Roni keluar, Andri memegang pelipisnya. Rasa cinta sudah tumbuh pada Hana, tetapi mengingat Hana adalah anak Handoko dengan istrinya, Mirna, ia khawatir ibunya akan membenci Hana. Andri sebenarnya ingin mempertemukan Sinta dengan ibunya, tetapi mengingat karakter Sinta yang tidak baik, ia takut kehadiran gadis itu justru memperburuk kesehatan ibunya.
Tok… tok… tok…
Pintu ruang kerja diketuk.
“Silakan masuk,” ucap Andri.
Romi Natakusuma, ayahnya, melangkah masuk.
“Kenapa, Boy? Kamu tampak kusut,” tanya Romi penuh selidik.
Andri menyerahkan berkas kepada ayahnya.
“Aku sudah menemukan Handoko, Yah.”
Romi menerima dan membuka berkas itu. Wajahnya berubah serius. Ingatannya segera melayang ke masa lalu. Saat itu ia sedang berada di luar negeri, sementara Andri baru berusia empat tahun. Handoko, yang kala itu dipercaya sebagai supir keluarga, dengan licik melecehkan istrinya, Maharani. Ia menggunakan obat tidur, namun sayang obat itu tidak sepenuhnya berpengaruh karena Maharani tidak meminumnya sampai habis.
Saat pulang dari luar negeri, Romi mendengar kabar itu. Ia sangat marah, bahkan hampir saja menggugurkan anak hasil pelecehan Handoko terhadap Maharani. Namun, nuraninya menghalanginya.
Akhirnya, Maharani melahirkan seorang anak perempuan—anak yang sebenarnya sangat didambakan Romi. Namun, setelah menemukan Handoko, Romi justru menyerahkan bayi itu kepadanya. Keputusan itu menjadi awal bencana dalam rumah tangga Andri.
Sejak kehilangan bayi perempuannya, Maharani berubah dingin. Ia larut dalam depresi. Romi, yang tak sanggup membesarkan anak dari hubungan gelap—meski Maharani jelas korban pelecehan—memutuskan membawa keluarganya pindah ke Eropa. Hingga tiga tahun terakhir ini, mereka kembali ke Indonesia karena Maharani tak kunjung pulih. Rasa bersalah membuat Romi mulai mencari keberadaan Handoko.
Namun, Handoko kerap berpindah tempat, sulit ditemukan. Sementara itu, Romi juga disibukkan dengan urusan banyak perusahaan.
“Sudahlah, Yah… demi Mama, kita harus berdamai,” ucap Andri memecah lamunan ayahnya.
“Ya sudah, bawa saja anak Mama kamu itu,” ujar Romi pelan.
“Aku ragu, Yah.”
“Kenapa?”
“Aku sudah mengenal Sinta dua tahun terakhir ini. Karakternya sangat berbeda dengan Mama. Sinta licik, manipulatif…” jelas Andri, suaranya berat dalam kebimbangan.
“Mungkin itu karena didikan Handoko. Handoko itu licik, pintar berbohong, dan tidak tahu diri,” ucap Romi kesal. Nadanya datar, meski dalam hati ia menahan emosi yang sudah lama terpendam.
“Ada satu hal lagi, Yah,” ucap Andri.
“Apa?” tanya Romi.
Andri menghela napas berat. “Aku takut Ayah marah.”
“Katakan saja, Boy. Kamu anak Ayah. Apa pun akan Ayah lakukan untukmu,” jawab Romi.
“Aku mencintai kakaknya Sinta,” ucap Andri lirih.
Romi terdiam. Ia menghembuskan napas panjang. Jika benar Andri mencintai Hana, berarti ia akan berbesanan dengan Handoko—lelaki yang pernah melecehkan istrinya.
“Maafkan aku, Yah…” ucap Andri penuh rasa bersalah.
“Kamu konsultasikan saja dulu dengan ahli agama. Apakah boleh menikah dengan anak dari ayah tiri kamu,” ucap Romi pelan.
Andri menunduk, menghembuskan napas berat. Ia tahu, ini pasti terasa sulit bagi ayahnya.
“Kalau menurut hukum negara dan agama membolehkan, kira-kira Ayah akan merestui aku atau tidak?” tanya Andri hati-hati.
“Orangnya seperti apa? Apakah seperti Handoko si licik itu?” tanya Romi balik.
“Jauh, Yah… jauh sekali. Dia justru mendapat perlakuan buruk dari Handoko. Bahkan dia diusir dari rumahnya,” jelas Andri.
Romi kembali terdiam. Bagaimanapun, ini keputusan berat.
“Ayah membenci Handoko. Tapi rasanya tidak bijak kalau Ayah juga membenci anaknya. Apalagi kalau anak Ayah sendiri menyukainya,” ucap Romi akhirnya.
“Terima kasih, Yah,” ucap Andri lega.
Suasana hening tidak ada percakapan tenggelam dalam pikirannya masing-masing
“Kapan kamu akan mempertemukan Sinta dengan Mama kamu?” tanya Romi kemudian.
secepatnya pasti terkuak dan Andri gak jadi sama Hana deh 😅😅