Di malam pertama pernikahannya, Siti mendengar hal yang sangat membuatnya sangat terluka. Bagaimana tidak, jika pernikahan yang baru saja berlangsung merupakan karena taruhan suaminya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya gara-gara hal sepele, orang satu kantor belum ada yang pernah melihat wajah Siti. Maka mereka pun mau melihat wajah sebenarnya Siti dibalik cadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Sekarang Gio dan Teo sudah berhadapan. Dengan perasaan terbakar api cemburu Gio mendatangi rumah Ayah. Selain dia tahu Siti yang menghubunginya, dia juga mendapatkan kiriman sebuah video yang memperlihatkan Siti dan Teo pulang bersama.
Dia harus segera menyelesaikan masalahnya dengan Ayahnya Siti supaya hubungannya dengan Siti kembali membaik. Dia sudah tidak tahan jika harus berjauhan dengan segala prasangkanya. Tapi Teo menghadangnya di teras.
"Kamu punya telinga 'kan? Ayah tidak mau menerimamu lagi di rumahnya."
"Aku tidak mau ribut, jadi biarkan aku menemui Ayah."
Teo tertawa mengejek. "Ayah sudah tidak menganggap kamu menantunya lagi. Dan asal kamu, aku sudah mengurus surat perceraianmu dan Siti."
Bugh
Tanpa ba bi bu lagi Gio langsung melayangkan bogem mentah pada wajah Teo. Dia terpancing ucapan Teo yang mengusik kehidupan rumah tangganya. Harga dirinya diinjak sedemikian rupa oleh Teo dia masih bisa diam, tapi jika itu menyangkut pernikahannya dia harus bertindak. Tidak peduli apapun lagi yang terpenting menyelamatkan pernikahannya.
Sudut bibir Teo berdarah tapi tidak membuatnya tumbang sehingga dia sanggup memberikan perlawanan dengan memukul balik Gio. Dan terjadilah perkelahian yang sengit. Sampai-sampai si pemilik rumah harus turun tangan melerai kedua pria dewasa itu. Namun naasnya, Ayah yang melerai Gio dan Teo harus terkena pukulan kencang dari Gio yang mengakibatkan Ayah jatuh tersungkur dan tidak sadarkan diri.
"Ayah!," Siti menghampiri Ayah yang sudah diangkat Teo untuk dibawa masuk ke dalam mobilnya.
Gio tidak berdaya, matanya hanya bisa basah saat tidak bisa membantu Ayah karena mau menggunakan apa untuk membawa Ayah segera ke rumah sakit.
Sedetik Siti menatap Gio sebelum dia masuk mobil Teo. Saat ini menolong Ayahnya terlebih dahulu.
Bokong Gio menempel di lantai teras, rasanya begitu pedih. Ternyata sangat tidak enak menjadi orang miskin, tak berdaya, tak memiliki kekuatan apalagi kekuasaan. Air matanya jatuh, dia tidak bisa berada di sisi Siti karena kemiskinannya.
*
Nyawa Ayah tidak dapat diselamatkan setelah satu hari berada di ruang ICU. Sebelum itu Ayah masih sadar tapi kurang dari tujuh jam sebelum akhirnya tidak sadarkan diri lagi dan masuk ICU yang sekarang berakhir kematian.
Terus saja Siti menangisi sang Ayah yang sudah berada di peristirahatan terakhirnya. Rasanya dia belum mempercayai kepergian Ayah untuk selamanya. Sekarang dia sebatang kara dengan hubungan pernikahan yang diujung perpisahan karena permintaan terakhir sang Ayah.
Selama Ayah di rumah sakit, tidak sekali pun juga Gio datang ke sana. Sebagai seorang istri tentunya Siti sangat mengharapkan keberadaan Gio di masa tersulitnya. Kehilangan orang tua satu-satunya, rasanya dunia telah benar-benar runtuh. Siti memendam semuanya seorang diri, walau ada Teo yang selalu berada di sisinya.
"Ayo, kita pulang!." Teo memanyungi Siti.
"Kamu duluan saja, aku masih ingin di sini."
Teo tidak bicara lagi, dia tetap berada di sisi Siti. Menemani Siti yang masih betah di makam Ayahnya.
Hujan mulai turun rintik-rintik, membasahi tanah merah yang menjadi pembaringan terakhir Ayahnya. Siti dan Teo pun pergi dari sana. Dari tempatnya berada yang tidak terlihat baik oleh Siti maupun Teo, Gio berjalan mendatangi makam Ayah. Menaruh bunga di tanah merah yang basah itu.
"Maafkan aku, Yah. Aku sudah membuatmu pergi. Aku sangat salah di mata Ayah tapi Ayah harus tahu juga kalau aku sangat menyesali perbuatanku."
Gio pulang ke ruko dengan pakaian basah kuyup, dia langsung mandi dan duduk termenung di balik layar komputer. Usaha ini tidak akan membuatnya cepat memiliki banyak uang untuk mengganti rugi keuangan keluarga. Buat istrinya saja masih kurang.
Terpaksa hobinya dijadikan pekerjaan sampingan setelah usaha jasa pengiriman barang. Kedua pekerjaan itu dilakoni Gio untuk bisa mencicil kerugian keuangan keluarga.
Kini mata Gio fokus pada kaca samping pintu, di sana ada Siti yang berdiri. Gio segara bangkit dan membuka pintu. Lalu kemudian keduanya sama-sama diam tepat di ambang pintu. Hanya mata keduanya yang saling menatap.
Siti menunggu Gio untuk mengajaknya masuk dan itu artinya mereka masih bisa memperbaiki pernikahan mereka. Pun dengan Gio, dia menunggu wanita itu melangkah masuk setelah sudah bersedia mendatanginya di ruko. Berarti wanita itu masih menginginkannya, tidak menyerah pada permintaan terakhir Ayahnya.
Entah sampai kapan mereka akan diam berdiri di ambang pintu. Sudah hampir malam mereka diam di tempat masing-masing. Sampai akhirnya mereka memiliki kesimpulan sendiri, Gio tidak diinginkan lagi. Siti pun berpikir demikian. Pernikahan mereka yang seumur jagung tidak bisa mereka pertahankan.
"Maaf," keduanya sama-sama mengucapkan kata maaf. Kata yang sudah mewakili semuanya.
Karena sama-sama menebak perpisahan, keduanya pun berbalik badan, membiarkan satu sama lain untuk melanjutkan hidup masing-masing. Tapi di saat yang bersamaan suara petir terdengar menggelegar, membuat keduanya membalik tubuh dan sama-sama saling menghampiri. Gio tahu Siti sangat takut akan petir makanya dia ingin melindunginya. Memberikan pelukan ternyamannya untuk Siti.
Menangkap ada sebuah sinyal harapan, Gio menarik tubuh Siti masuk ke dalam pelukannya. Memeluk wanita itu sangat erat, dia sangat merindukannya. Pun dengan Siti, air matanya tumpah. Rasa bahagianya membuncah memenuhi relung hatinya.
"Jangan tinggalkan aku!." ucap keduanya lirih.
Gio membawa masuk Siti ke dalam ruko lalu mengunci pintu setelah bunyi petir terdengar lagi. Kemudian Gio melepas cadar dan hijab Siti, dia sangat merindukan wajah cantik istrinya terlindung dari balik cadar.
Kedua mata Siti terpejam ketika tangan dingin Gio membelai wajahnya. Tak berselang lama tangan dingin itu menyusuri leher, tulang selangka dan berakhir di area hangat. Salah satu buah dadanya sudah berada dalam genggaman tangannya.
Lalu Siti menggigit bibir bawahnya sambil membuka matanya, menatap sayu mata Gio yang sudah berkabut gairah.
"Sentuh aku lagi, Mas!," suaranya terdengar berat.
Gio tidak menjawab, hanya menggerakkan kedua tangannya untuk melepaskan pakaian yang menempel pada tubuh mereka. Gio mencumbu Siti yang sudah sangat menginginkannya, pun dirinya sangat menginginkan Siti. Candu yang tidak bisa dihilangkannya.
Satu jam telah berlalu, percintaan panas mereka sudah selesai tapi tidak dengan tubuh mereka yang masih sangat menempel satu sama lain.
"Aku senang Mas masih ingin mempertahankan pernikahan kita."
"Seperti yang sama-sama kita inginkan, sayang. Tapi, maaf karena aku kamu harus kehilangan Ayah."
"Itu semua sudah takdir, Mas. Aku tidak bisa menyalahkan siapa pun selain itu sudah menjadi takdirku. Hanya sampai kemarin Ayah membersamaiku."
Gio mengecup kening Siti yang masih berkeringat.
"Lalu permintaan terakhir Ayah, bagaimana?."
"Aku tidak akan menurutinya karena aku tahu Mas suami yang baik dan bertanggung jawab.
Di tengah obrolan keduanya yang terasa semakin hangat, tiba-tiba saja ponselnya Gio berdering. Keduanya sama-sama menoleh dan melihat nama Liani yang tertera di sana.
Siti hamil anak Gio
saat kejadian malam kelam yg lalu,AQ yakin bahwa yg tidur dgn Teo bukanlah Siti melainkan Asih
tetap semangat berkarya kak 💪💪🙏🙏
semoga asih n teo dpt karma yg lebih kejam dari perbuatan nya pada siti