"HABIS MANIS SEPAH DI BUANG" itu lah kata yang cocok untuk Rama yang kini menjadi menantu di pandang sebelah mata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 Mantu Rahasia
"Rama! Adik lo punya utang ke gue, totalnya Rp400 juta, udah sama bunganya. Gue kasih waktu satu jam buat cari duitnya. Kalau nggak, hari ini juga adik cewek lo yang cantik itu ikut sama gue."
Di sebuah rumah petak sempit di pinggiran kota, seorang pria botak berwajah sangar, diapit beberapa anak buahnya yang pake jas hitam, mengepung Rama dan adik perempuannya, Lestari.
"Baru dapet Rp220 juta, mana cukup..."
"Gue bilang Rp400 juta ya Rp400 juta! Udah nunggak dua bulan, ngerti? Jangan banyak bacot, atau anak buah gue bakal kasih pelajaran. Lo kira gue main-main?" bentak si botak sambil motong ucapan Lestari.
Wajah Lestari langsung pucat, matanya berkaca-kaca ketakutan. Dia genggam tangan Rama kuat-kuat, bisik pelan, "Kak... maaf... Ini semua salah aku. Nggak seharusnya aku minjem duit dari dia... Maaf..."
"Kamu ngelakuin ini buat bayar rumah sakit Kakek. Bukan salahmu, Tar. Aku yang gagal jadi kakak," kata Rama, matanya mulai memerah.
Dia inget gimana Lestari rela ngelakuin apa aja buat pengobatan Kakek mereka, sementara dia sendiri cuma bisa ngeliat tanpa bisa bantu apa-apa.
"Kak... kalau emang harus begitu... aku rela..."
Plak!
Tamparan keras mendarat di pipi Lestari, langsung merah dan bengkak.
"Gue mulai nggak sabaran! Cari duitnya sekarang juga, atau siap-siap nerima akibatnya!" bentak si botak.
Lestari gemeteran sambil nahan tangis.
Ngeliat adiknya ditampar, Rama langsung mengepal tangan, nadanya geram, "Gue bakal cari duitnya sekarang juga. Tapi jangan sentuh adik gue lagi!"
Dia ambil HP dari kantong, tapi terus bengong. Nggak tau harus hubungin siapa.
Sejak nikah sama Ayu Ningrum setahun lalu, temen-temen lamanya pada ngejauh. Semua orang tau dia cuma numpang hidup di rumah mertuanya.
Padahal keluarga Ningrum termasuk tajir, tapi mereka selalu mandang rendah ke dia. Minta Rp400 juta? Itu sama aja kayak ngarep jatuhin bintang.
Tapi cuma mereka satu-satunya harapan sekarang.
Rama tarik napas panjang, lalu nekat nelpon ibu mertuanya, Bu Heni.
Beberapa detik kemudian, suara galak Bu Heni nyamber di telinga,
"Saya lagi arisan! Cepet aja, ngomong mau apa."
"Bu, maaf ganggu... Adik saya lagi dalam masalah. Kami butuh Rp400 juta... bisa bantu, Bu?"
"Aduh! Tiap nelpon kerjaannya bikin repot aja. Udahlah, jangan ganggu saya lagi!"
Telepon langsung diputus.
Rama bengong. Udah bisa nebak sih, tapi tetep aja nyesek.
"Heh, itu mertua lo, kan? Hahaha... sedih amat lo jadi menantu numpang hidup. Waktu lo hampir habis, teruslah cari pinjaman. Kalau nggak dapet... malem ini adik lo ikut gue, hehehe."
Si botak ngelirik Lestari sambil nyengir cabul, bahkan nyubit dagunya dengan kasar.
"Ughk… Nak Rama, kau itu keturunan Pendekar… darah Pendekar tersegel dalam dirimu… warisan terkuat… Jangan biarin bajingan-bajingan ini ngeremehin kamu… Uhuk... uhuk..."
Suara serak itu keluar dari Kakek mereka yang sakit parah di atas ranjang.
"Pendekar? Warisan? Hahaha! Kakek lo halu banget, udah deket ke liang kubur juga!"
Si botak dan anak buahnya ketawa ngakak.
Wajah Rama mulai merah. Dia udah sering denger Kakek ngomong kayak gitu. Tapi semua orang nganggep cuma ngelantur.
"Kak... kalau emang udah nggak ada jalan lain... aku ikut dia aja..."
Air mata Lestari jatuh, wajahnya pasrah.
"Enggak!" tegas Rama. "Biarpun gue harus mati, gue nggak bakal biarin lo diganggu!"
"Oh, mau jadi pahlawan nih ceritanya? Menantu nggak guna, numpang hidup di rumah istri, sok jago! Lo pikir lo siapa?"
Si botak nyender santai di kursi.
"Tolong kasih waktu sedikit lagi. Gue bakal coba pinjem ke siapa aja," kata Rama pelan tapi serius.
"Cepet! Lo cuma punya sepuluh menit!"
"Hah? Tadi kan satu jam?"
"Terserah gue dong! Banyak nanya!"
Dug! Si botak nendang perut Rama sampe dia meringis.
"Kak, kamu nggak apa-apa?"
Lestari buru-buru bantu Rama berdiri.
"Nggak apa-apa, Tar…"
Rama bolak-balik buka kontak di HP. Dia nekat nelpon Ayu, istrinya. Istri yang cuma status di KTP doang.
Telepon tersambung.
"Aku lagi sibuk," suara Ayu terdengar dingin.
"Ayu… keluargaku lagi bahaya. Kami butuh Rp400 juta. Ada penagih utang yang ngancem mau bawa Lestari. Bisa nggak kamu bantu pinjem dulu?"
Suara Rama pelan, penuh harap.
Beberapa detik hening.
"Jangan nelpon aku pas kerja kalau nggak penting."
Tut... Telepon langsung diputus.
Rama terdiam. Rasanya pahit banget.
Dia udah hafal sikap Ayu. Meskipun nggak to the point nolak, itu sama aja kayak ditolak mentah-mentah.
"Gimana?" tanya si botak nyolot.
"Dia setuju… Katanya adikku boleh ambil uangnya sendiri."
Rama ngarang, nyari waktu.
"Heh! Lo kira gue tolol? Pukul dia!"
Bagh! Bigh! Bugh!
Anak buah si botak langsung nyerbu, nendang dan mukul Rama bertubi-tubi.
Rama jatuh terhuyung, darah netes dari bibirnya.
Lestari mau nolong, tapi langsung ditarik kasar sama si botak.
"Duh, adik yang manis… kayaknya emang udah waktunya kamu ikut abang, ya."
Tangannya mulai gerayangi Lestari.
"JANGAN SENTUH ADIK GUE!!"
Rama teriak sekuat tenaga. Dia dorong dua orang yang ngehalangin, terus langsung nyeruduk si botak.
Bugh!
"Kurang ajar! Mau mati lo?!"
Si botak ambil bangku kayu dan BRAK! dihantam ke kepala Rama.
Boom!
Tiba-tiba, dari tubuh Rama muncul aura yang bikin bulu kuduk berdiri. Tatapannya jadi merah gelap, kayak ada kekuatan gila yang bangkit.
"Kabur! Dia kerasukan! Kabuuur!"
Si botak panik, nutupin hidungnya yang berdarah, langsung lari terbirit-birit.
Anak buahnya pada ikut kabur ketakutan.
Tapi belum sempat mereka keluar rumah, tubuh Rama lemas, terus pingsan.
Di depan pintu, si botak nabrak seorang wanita tinggi yang baru masuk.
Dia pake dress hitam elegan. Wajahnya cantik banget, rambut panjang tergerai, matanya tajam dan dingin.
Si botak sampe bengong beberapa detik.
Wanita itu menatap mereka dengan tenang, tapi sorotnya tajam kayak pisau. Dengan suara dingin dan penuh wibawa, dia bilang:
"Kalian datang buat nagih utang? Saya istrinya Rama. Nama saya Ayu Ningrum. Berapa utangnya? Saya yang bayar."