[Cerita ini hanyalah khayalan Author sahaja, maklum masih pemula.]
Mengisahkan tentang seorang pekerja keras yang rela mengorbankan segalanya demi menyelesaikan tugasnya. Namun, karena terlalu memaksakan diri, dia tewas di tengah-tengah pekerjaannya.
Namun takdir belum selesai di situ.
Dia direinkarnasi ke dunia sihir, dunia isekai yang asing dan penuh misteri. Sebelum terlahir kembali, sang Dewa memberinya kekuatan spesial... meskipun Rio sendiri tidak menyadarinya.
Tujuan Rio di dunia baru ini sederhana, ia hanya ingin melakukan perjalanan mengelilingi dunia, sesuatu yang tak pernah ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Tapi tanpa disadarinya, perjalanan biasa itu akan membawanya ke takdir besar…
Di masa depan yang jauh, Rio akan berdiri sebagai sosok yang menentang Raja Iblis Abyron.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KHAI SENPAI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prolog
Pagi itu cerah. Sinar matahari perlahan menyelinap masuk melalui jendela kamar seorang pria bernama Akagami Rio.
Usianya 28 tahun. Tingginya 164 cm. Rambutnya hitam legam, sedikit acak-acakan. Dan satu hal yang tak pernah berubah sejak ia lahir ke dunia: ia belum pernah sekalipun pacaran.
Alias... jomblo abadi.
“Ahh… udah pagi, ya…” gumam Rio dengan suara serak sambil menguap panjang.
“Pergi mandi dulu, ah…”
Di depan cermin, ia menatap bayangannya sendiri. Wajah lesu. Kulit kusam. Sorot mata lelah seperti sudah menyerah pada dunia.
Ia mengelus pipinya, lalu mencubitnya pelan.
“Ahh… muka udah kayak datuk-datuk…” desahnya getir.
“Pantes aja… aku masih jomblo sampai sekarang… hadeh.”
Ia cepat-cepat mengenakan pakaian kerjanya. Kemeja kusut, celana panjang hitam, dan sepatu favoritnya, yang sudah mulai terkelupas tapi tetap setia menemaninya.
Rumah terasa sunyi. Tak ada suara. Tak ada orang lain. Hanya keheningan.
“Aku berangkat!” teriaknya, meskipun tidak ada siapa-siapa yang mendengar.
Ia tersenyum. Pahit.
“Haha… padahal aku tinggal sendiri juga…”
Di kantor, langkah Rio lesu. Kantong mata menghitam jelas di wajahnya. Setiap gerakannya seperti orang yang sedang kehilangan semangat hidup.
Namun, seorang sahabat menepuk bahunya keras-keras.
"OI… RIO!" seru Mika, sahabat sekaligus rekan kerja yang paling bawel.
"Lo baik-baik aja nggak sih? Dari tadi muka lo kayak zombie, bro."
Rio menoleh, wajahnya kusut seperti kertas yang terlanjur diremas.
“Bijir… lo kira gue mau mati dalam keadaan jomblo?!” jawabnya ketus, setengah bercanda, setengah... benar-benar lelah.
Mika tertawa keras, menepuk-nepuk punggung Rio.
“Haha! Ya bener juga! Tapi… kenapa nggak nyari cewek dulu, hah?”
Rio menghela napas panjang, lalu memandang meja kerjanya yang penuh tumpukan dokumen tak berujung.
“Cewek ya… kerjaan aja belum selesai… gimana mau nyelesain hati orang lain...”
Malam mulai menjelang.
Lampu-lampu kantor padam satu per satu, meninggalkan cahaya redup dari monitor Rio yang masih menyala.
Satu per satu rekan kerja pamit pulang.
“Rio… kami pulang duluan ya!” seru salah satu rekan.
“Oh… ya,” balas Rio tanpa menoleh, jari-jarinya masih sibuk menari di atas keyboard.
Tak lama kemudian, Mika menghampirinya lagi, kali ini sambil mengangkat tangan dan meregangkan tubuhnya.
“Bro, lo belum selesai juga?”
Rio terus mengetik, ekspresinya datar.
“Belum. Masih ada yang harus gue beresin malam ini. Lo pulang dulu aja.”
Mika hanya mengangguk, lalu menyeringai.
“Oke lah bro, gua cabut. Malam ini gua mau maraton animasi favorit gua, nih!”
Rio sempat melirik, tersenyum tipis.
“Dasar wibu…”
Langkah Mika terhenti. Ia menatap Rio dengan wajah serius seperti pahlawan anime.
“Bukan wibu, bro. Tapi… pecinta animasi.”
Dengan gaya berlebihan, ia pun melangkah pergi.
Rio tertawa kecil, lalu kembali tenggelam dalam kesunyian dan kerja.
Namun, malam itu... adalah malam terakhirnya.
Monitor masih menyala. Rio masih mengetik.
“Sepi banget rasanya… dan aku… capek banget,” gumamnya lirih.
“Padahal... dikit lagi selesai, nih…”
Tubuhnya mulai berat. Matanya mengabur. Dunia terasa menjauh.
Dalam hatinya, sebuah tanya muncul.
"Kalau aku… mati di sini…
aku ingin hidup lagi…
di dunia tanpa kerjaan gila kayak gini…"
Lalu....brak!
Kepalanya jatuh di atas keyboard.
Gelap.
Sunyi.
Hangat.
Kesadarannya perlahan terangkat menuju dimensi bercahaya, tak berbentuk, tak berbatas, “Altherion Realm.”
Tempat suci di antara dunia.
Tempat roh disucikan sebelum dilahirkan kembali.
Namun… jiwa Rio rusak.
Hancur oleh beban hidup, kehampaan, dan kematian tragisnya.
Sistem reinkarnasi tak sanggup memurnikan jiwanya.
Di ambang kehancuran, muncul sebuah cahaya… entitas tanpa nama, hanya dikenal sebagai “Fragment of the Primordial Light.”
Suaranya lembut, tapi mengguncang jiwa.
“Kau tidak mati karena lemah…
tapi karena dunia yang busuk.
Terimalah mataku… dan lihat dunia ini dengan cahaya sejati.”
Cahaya itu menyatu ke dalam jiwa Rio…
dan memberinya sepasang mata perak bercahaya....The Eyes of Light.
Kutukan... dan berkah.
Kebenaran... dan penderitaan baru.
Lalu semuanya… menghilang.
Saat Rio membuka matanya lagi, ia tidak sadar bahwa dirinya telah bereinkarnasi.
Tubuhnya kecil. Tangannya mungil.
Dan suara yang keluar dari mulutnya hanya... tangisan bayi.
“Ughh… d-dimana ini?” ucapnya dalam batin, karena bibirnya tak bisa berbicara.
Seorang wanita mendekapnya dengan kasih sayang.
Wajahnya lembut. Senyumannya tulus. Matanya berkaca-kaca menahan haru.
“Ahh… anak kita sangat comel, sayang!”
Namanya… Akagami Arleya.
Di sampingnya, seorang pria berdiri tenang. Penuh wibawa, namun auranya dingin dan tajam. Tatapannya kosong, seakan menyimpan banyak rahasia dunia.
“Aku harap anak kita bisa meneruskan pekerjaanku… sebagai Assassin.”
Rio mendadak panik.
“A-Assassin?! Dunia macam apa ini!?”
Pria itu perlahan mendekat, menatap bayi kecil di tangan istrinya dengan mata tajam.
“Rio… tidak. Mulai hari ini, kau adalah Akagami Rio.
Aku ayahmu. Dan aku ingin kau tumbuh… menjadi sepertiku.”
Namanya… Akagami Zero.
Rio yang masih terperangkap di tubuh bayi, hanya bisa tertawa getir dalam hati.
“Padahal aku udah reinkarnasi… tapi nama lamaku tetap dipakai lagi, ya…
Haha…”
Dunia baru…
Tubuh baru…
Takdir baru…
Telah dimulai.
lanjut