NovelToon NovelToon
Bukan Lagi Istri CEO

Bukan Lagi Istri CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Janda / Kehidupan di Kantor / Slice of Life
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Yazh

Cerita yang memberikan inspirasi untuk wanita diluar sana, yang merasa dunia sedang sangat mengecewakannya.
Dia kehilangan support system,nama baik dan harapan.

Beruntungnya gadis bernama Britania Jasmine ini menjadikan kekecewaan terbesar dalam hidupnya sebagai cambukan untuk meng-upgrade dirinya menjadi wanita yang jauh lebih baik.
Meski dalam prosesnya tidak lah mudah, label janda yang melekat dalam dirinya membuatnya kesulitan untuk mendapat tempat dihati masyarakat. Banyak yang memandangnya sebelah mata, padahal prestasi yang ia raih jauh lebih banyak dan bisa di katakan dia sudah bisa menjadi gadis yang sempurna.

Label buruk itu terus saja mengacaukan mental dan hidupnya,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CEO baru!

"Bisa kamu menginap, temani Ren tidur malam ini? Dia terus memintaku menghubungimu," ujar Nathan Mahendra. Permintaan seorang CEO muda di kantor tempat Britania bekerja menjadi  budak korporat itu begitu mendadak, terucap dari bibir pria berkarisma dengan sejuta pesona, sesaat setelah rapat selesai sore ini. Britania, Manajer Operasional Divisi Ekspor-Impor, mengerjap, ia mencengkeram erat tablet di tangannya. Menginap? Di rumah bosnya sendiri? Sebenarnya Bri tidak terlalu kaget juga, karena Renn putra semata wayang boss-nya itu memang cukup dekat dengan Britania. Hanya saja, ia tidak ingin itu semua akan menjadi  sumber gosip nantinya di kantor.

Nathan Nathan memang bukan tipe CEO dingin yang kerap diceritakan di novel-novel. Pria itu jarang bicara, namun sikapnya selalu humble pada semua karyawan. Baru beberapa hari saja menjabat sebagai pimpinan menggantikan ayahnya, Nathan sudah menjadi idola baru bagi hampir semua wanita di kantor. Britania sendiri harus mengakui, ada aura tertentu dari Nathan yang tak bisa ia abaikan, meski ia selalu berusaha bersikap profesional dan memisahkan urusan pribadi dari pekerjaan yang begitu menyita hidupnya.

Keesokan paginya, Britania terbangun dengan napas tertahan. Sinar matahari pagi yang masuk menembus jendela kamar tak terlalu terang, namun cukup tinggi untuk menandakan hari sudah sepenuhnya dimulai. Ia benci bangun siang, hampir tidak pernah sama sekali dalam bab hidup Britania terjaga lebih siang dari matahari.

Matanya yang belum terbuka sempurna mengerjap berkali-kali, berusaha memaksa otaknya untuk mencerna pemandangan di hadapannya. Leher jenjang berkulit putih bersih milik seorang pria. Posisinya begitu dekat, saking dekatnya Britania bisa merasakan hembusan napasnya sendiri membelai kulit leher itu. Britania membeku, tak berani bergerak sedikit pun.

Perlahan, pandangannya turun ke bawah. Jantung Britania seakan berhenti berdetak. Sulit dipercaya, tangannya melingkar erat pada tubuh kekar yang masih terlelap menghadapnya. Begitu pula tangan pria itu, yang bertengger santai di punggung Britania, sementara satu lengannya menjadi sandaran kepalanya. Pose mematikan macam apa ini? Darah dalam tubuhnya berdesir panas berpusat di wajah Britania. Memalukan! Benar-benar memalukan! Ia, seorang manajer yang selalu menjaga citra profesional, kini terperangkap dalam situasi yang absurd ini.

"Sudah bangun? Hmm..?" Suara berat nan tenang itu tiba-tiba memecah keheningan, membuat Britania serasa ingin menghilang ditelan bumi. Padahal, ia sudah setengah mati menahan napas dan degupan jantung yang kini bertalu-talu brutal di dadanya sejak tadi. Rasanya seperti jantungnya ingin melompat keluar dari tulang rusuknya.

"Mmm, Pak Na—" Britania cepat-cepat meralat, nama itu hampir saja lolos dari bibirnya. "Maaf, Pak Nathan. Semalam saya tidur sama Ren. Di mana dia?" lirih Britania, suaranya tercekat. Ia mencoba menarik diri perlahan, namun sentuhan lengan Nathan di punggungnya terasa seperti belenggu yang tak ingin ia lepaskan. Britania tak berani mendongak menatapnya. Ia tahu, sedikit saja ia mengangkat wajahnya, pasti wajah Nathan akan berada tepat di depannya, dengan jarak yang sudah sangat terkikis.

"Dia tidur di kamarnya sama si Mbak, nanny-nya. Ren tidak biasa tidur di kamarku," jawab Nathan, masih memejamkan mata. Tubuhnya tak bergerak sedikit pun kecuali bibirnya yang samar membentuk senyum. Ada nada geli dalam suaranya yang membuat Britania semakin salah tingkah.

"Itu, mm... semalam Ren yang meminta saya untuk tidur di sini sama dia. Mm, saya... mau ke kamar mandi." Britania berhasil menarik dirinya, beringsut menjauh dari pelukan hangat itu. Nathan terpaksa sedikit melonggarkan dekapannya, membiarkannya bangkit. Saat Britania berdiri, Nathan membuka mata. Dia hanya menatap punggung Britania dengan senyum miringnya, pandangan matanya begitu dalam, seolah mengunci Britania di tempat. Senyum itu.

Entah kenapa, pipi Britania terasa makin panas. Ada gejolak aneh di dalam dirinya yang Britania berusaha keras untuk abaikan. Kehadirannya sungguh mengacak-acak hidup  Britania yang sudah tertata sangat rapi sebelumnya.

Bagaimana bisa ia berakhir tidur dalam pelukan CEO-nya sendiri? Britania berani bersumpah kalau semalam yang ia peluk adalah Ren, balita berusia lima tahun yang dengan segala kelucuannya memaksanya tidur di kamar Nathan setelah lelah bermain lego dengannya. Ingatan itu datang berkelebat. Britania menutupi wajahnya dengan kedua tangan, merasa seperti baru saja melakukan kesalahan fatal yang bisa merusak citranya yang sudah dibangun dengan susah payah.

Britania adalah seorang manajer operasional divisi ekspor-impor yang sangat berprestasi di kantor, hampir setiap bulan ia menggaet posisi karyawan teladan. Setiap harinya, ia tenggelam dalam tumpukan laporan, negosiasi klien global, dan strategi pasar. Kinerjanya selalu di atas rata-rata, seringkali ia menjadi yang pertama datang dan terakhir pulang. Pekerjaan adalah dunianya, bentengnya, tempat ia merasa paling berkuasa dan terkontrol. Ia selalu dituntut good looking, fashionable, dan up to date, sebuah tuntutan yang ia penuhi dengan sempurna. Ia tahu persis bagaimana memanfaatkan penampilan untuk mendapatkan tempat dan dihormati di lingkungan profesional ini.

Perlakuan Nathan yang terkadang terkesan "tidak biasa" memang sering membuat alisnya terangkat, namun ia selalu berusaha menyikapinya dengan profesionalisme yang tinggi. Ia percaya, segala sesuatu ada batasnya. Baginya, pekerjaan adalah prioritas utama, lebih dari apa pun. Ia tidak ingin ada hal di luar pekerjaan yang mengganggu fokusnya.

***

Britania melangkah cepat menuju kamar mandi, mencoba mengenyahkan semua pikiran aneh yang berputar di kepalanya. Pagi ini, ia punya jadwal rapat penting dengan klien Jepang, dan ia tidak punya waktu untuk memikirkan lengan CEO-nya yang melingkar di pinggangnya semalam. Setelah bersiap, ia bergegas kabur menuju kantor.

Melewati pintu kantor, Britania segera disambut oleh Chacha, asisten pribadinya yang ceria. Chacha sudah menunggu di meja kerjanya dengan setumpuk berkas.

"Pagi, Bu Britania! Saya sudah siapkan briefing untuk rapat pukul sembilan. Pak Haneda dari Kanzai Corporation sudah konfirmasi akan hadir tepat waktu," lapor Chacha, matanya berbinar melihat Britania yang tampak sempurna seperti biasa, seolah semalam tidak terjadi apa-apa.

Britania meletakkan tasnya, meraih Hot Coffee Hazelnut less sugar yang sudah tersedia di mejanya—rutinitas pagi yang tak pernah absen. "Bagus, Cha. Pastikan semua data proyek kita yang terbaru sudah tercetak rapi. Dan tolong, highlight poin-poin penting mengenai volume ekspor kuartal ini. Aku tidak mau ada satu pun detail yang terlewat." Nada suaranya tegas, profesional, tanpa cela.

"Siap, Bu! Oh, iya. Tadi pagi Pak Nathan sempat lewat dan bertanya apa Ibu sudah sampai." Chacha sedikit mencondongkan tubuhnya, berbisik. "Tumben sekali beliau menanyakan langsung, biasanya cuma lewat sekretaris."

Britania menoleh, alisnya terangkat sebelah. Hati kecilnya berdesir, namun ia cepat-cepat menepisnya. "Tidak ada yang aneh. Mungkin beliau hanya memastikan kehadiran seluruh tim inti untuk rapat." Suaranya terdengar datar, meskipun di dalam benaknya, scene pagi tadi masih berputar-putar. Mungkin beliau hanya memastikan kehadirannya, agar rapat tetap bisa berlangsung seperti biasa. Sisi keras kepalanya menolak untuk mengakui gejolak aneh dalam hati Briella, namun rona tipis di pipinya tak bisa berbohong.

Chacha hanya tersenyum maklum, sudah hapal dengan sikap bosnya itu. "Baik, Bu Boss yang cantiknya selalu konsisten. Assistenmu yang nggak kalah cantik ini  akan siapkan semuanya sekarang." Ia beranjak, meninggalkan Britania yang kini menatap layar komputernya, mencoba sepenuhnya tenggelam dalam angka dan grafik, tetapi bayangan senyum miring Nathan masih saja terlintas. Ahh! Bri bisa gila seharian ini!

1
Mundri Astuti
dah lah Bri sdhi sama Nathan, biar kamu waras, daripada jadian malah makan hati lagi ...
Roxanne MA
ceritanya bagus
Yazh: Terima kasih kak, nanti aku mampir ceritamu juga/Smile/
total 1 replies
Roxanne MA
semangat ka
Yazh: Iyaa, semangat buat kamu jugaa😊
total 1 replies
Roxanne MA
haii kak aku mampir nih, janluo mampir juga di karya ku yg "THE ROCK GHOST"
Yazh: siap kak, terima kasihh💙
total 1 replies
Eliana_story sad
bagus tapi gue kurang ngerti ingres
Yazh: hehehe,, cuma sedikit kak kasih bahasa inggrisnya buat selingan.
total 1 replies
Eliana_story sad
hay mampir ya
Yazh: hai juga kak,, siap mampir,,
total 1 replies
KnuckleDuster
Menarik dari setiap sudut
Yazh: terimakasih kakk
total 1 replies
Yazh
ok kak,, terima kasih.. gass mampir 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!