"Angel kau bawa nona itu ke ruang VVIP dulu ya, aku ada urusan dengan pria ini." menunjuk ke arah Darel.
"Aku?" menunjuk pada dirinya sendiri.
"Tentu saja kau, masa iya aku menunjuk nona cantik disebelahmu itu." canda Bagas menatap Laila.
Laila yang merasa canggung didekat orang-orang asing ini hanya diam saja. Dia merasa tidak nyaman karena tidak mengenal mereka semua.
Orang-orang ini sangat aneh. Yang disebelahku ini, dari tampangnya terlihat menyeramkan, angkuh, dan sombong, sedangkan dokter ini, bisa-bisanya dia bercanda seperti itu kepada orang asing? apa mereka itu komplotan penjahat ya? oh astaga bagaimana caraku keluar membawa bu Mentari kalau begitu...? batin Laila yang mulai gelisah.
"Kau kenapa?" tanya Angel menepuk pundak Laila.
"Eh, ha? ada apa?" tanya Laila tidak fokus.
"Aku bertanya kau kenapa? kenapa wajahmu terlihat ketakutan begitu? apa kau baru saja melihat hantu?" canda dokter Angel.
"Emmm, t...tidak kok, ak...aku cuma...cuma bingung saja." ucap Laila jujur.
Sebenarnya Laila memang bingung, siapa mereka sebenarnya. Tapi karena pikirannya yang sudah jalan-jalan kemana-mana diapun berpikir yang tidak-tidak.
"Oh nanti aku ceritakan, sekarang bisa bantu aku membawa nona ini ke ruang VVIP? Harri dan Adi juga akan membantu, bagaimana?" tawar dokter Angel.
"Hemmm, baiklah!" ucap Laila memberikan senyum termanisnya.
Senyumannya manis sekali! eh, tapi dia kan anaknya nona tadi? kalau aku menikah dengannya berarti aku menantu nona tadi dong?! batin Harri berpikir.
"Singkirkan pikiran kotorku itu, jangan berpikir yang tidak-tidak! siapa tahu dia bukan anaknya, jadi jangan berasumsi berlebihan!" bisik Adi ditelinga Harri.
"Hehehe, kau tahu rupanya!" Harri menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kalau melihat ekspresi muka mu yang begitu, sudah pasti semua orang bisa menebaknya!" ucap Adi santai.
********
Kini Bagas dan Darel sudah duduk diruangan Bagas. Bagas masih menatap Darel dengan sejuta pertanyaan.
"Apa yang ingin kau tanyakan?" ucap Darel yang mengerti sahabatnya itu ingin menanyakan sesuatu.
"Oh, ayolah! aku kan belum mengatakan apa-apa! bagaimana kau bisa tahu apa yang aku pikirkan?" mendengus kesal.
"Cih.. dasar anak kecil. Ayo cepat katakan waktuku tidak banyak!" ucapnya yang masih fokus pada layar ponselnya.
"Baiklah-baiklah, siapa wanita tadi? kenapa kau bisa bersamanya? kenapa dia terluka? apa itu karena ulahmu? apa hubungan kalian? apa dia pacarmu? kenapa kau tidak memberitahu padaku kalau kau sudah punya pacar? dan bagaimana kalian bertemu?" pertanyaan inti yang sedari tadi ada dipikiran Bagas langsung dia ucapkan dalam satu tarikan nafas.
Darel mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan beruntun dari sahabatnya itu. Tatapan matanya kini terarah pada Bagas.
"Hei kenapa menatapku begitu, ayo jawab!" ucap Bagas yang menyadari sedang ditatap oleh Darel.
Darel menghela nafas yang terdengar berat.
"Aku tidak tau siapa wanita tadi, aku, Harri dan Adi tidak sengaja bertemu dengannya saat dia dikeroyok pencopet. Awalnya hanya Harri dan Adi yang membantu wanita itu, terus akhirnya aku ikut membantu. Aku melawan 6 pencopet dan aku tidak tahu kalau ada seorang pencopet mengarah padaku dengan membawa pisau, wanita itu berlari dan menyelamatkan ku hingga akhirnya dia terluka. Kami baru bertemu pagi ini, dan aku juga tidak mengenalnya sebelumnya." jelas Darel.
Bagas hanya menganggukkan kepalanya mendengar cerita Darel.
"Lalu kenapa hanya kau yang melawan pencopet itu sendiri? dimana Harri dan Adi? apa mereka tidak membantumu? apa kau tidak menyadari ada bahaya dibelakangmu? dan kenapa tadi kau terlihat sangat khawatir pada wanita itu?" pertanyaan bertubi-tubi lagi.
"Hei, tanyakan satu-satu pertanyaanmu itu, jangan membuatku kesal ya!" Darel mulai kesal.
"Hehehehe, maaf-maaf soalnya kau membuatku berpikir sangat keras tadi!" canggung.
"Adi dan Harri ada disamping wanita itu sedikit jauh dari tempat perkelahian ku. Mereka hanya melihatku menghajar pencopet itu. Sebenarnya aku sudah mengetahuinya tapi karena kedua tanganku sedang sibuk melawan yang lain, aku tidak bisa menghindarnya, dan wanita itu yang mengorbankan tubuhnya untuk menolongku, makanya aku khawatir tadi." jelas Darel.
Tidak, kau khawatir bukan karena dia menolongmu, ada sesuatu yang sudah terjadi dan menarikmu menolong wanita itu, kalah tidak kau tidak akan turun sendiri menolongnya. Sedangkan kau tahu, Harri dan Adi saja sudah cukup melawan mereka. Hahahaha sepertinya aku akan punya kakak ipar nih!"
Tidam sadar, Bagas tersenyum sendiri membuat Darel menaikkan satu alisnya.
"Kalau sudah bisa aku pergi? kau membuang waktuku saja!" ucap Darel mengancingkan jasnya kemudian keluar dari ruangan Bagas.
"Ahaaa, aku rasa ada sesuatu yang terjadi padamu, Darel!" gumam Bagas.
Apa yang terjadi padaku? batin Darel.
Darel menuju ruang VVIP tempat Mentari dirawat.
"Selamat siang, tuan!" sapa Angel.
"Hem. Bagaimana keadaanya?" tanya Darel.
"Dia sudah siuman, tuan, sekarang didalam sudah ada Laila." ucap Angel.
Laila? batin Darel.
"Laila itu karyawan dari nona Mentari, tuan!" jelas Angel yang melihat wajah bingung dari Darel.
"Oh, ya sudah. Apa Harri dan Adi ada didalam juga?" tanya Darel.
"Tidak tuan, mereka pergi ke kantin membelikan makanan untuk nona Mentari." jawab Angel.
"Hem." berlalu menemui Mentari.
Dia tampan sih, tapi sikapnya dingin dan menyeramkan. batin Angel.
Darel masuk ke kamar Mentari tanpa ijin terlebih dahulu.
"Kau?" tanya Mentari dengan suara lemah.
"Kau tidur saja dulu, jangan banyak bergerak!"
"Emm, iya, tuan! bagaimana keadaan anda?" tanya Mentari.
"Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Bagaimana keadaanmu? apa ada yang sakit?" tanya Darel.
Mentari hanya menggelengkan kepalanya saja, tubuhnya masih sangat lemah untuk banyak bicara.
"Bu, ibu jangan banyak bicara dulu. Kondisi ibu kan belum stabil." ucap Laila.
"Kau ini siapa? apa kau anaknya? kenapa kau memanggilnya ibu?" tanya Darel melihat Laila.
Laila dan Menrari saling menatap kemudian tertawa bersama.
"Hahahahaha!! tuan, kau juga?" tanya Laila tidak menghentikan tawanya.
"Maksudmu?" Darel tidak mengerti.
"Iya, kau juga berpikir kalau aku anaknya bu Mentari?"
Darel masih tidak mengerti.
"Tadi tuan Harri dan tuan Adi juga berpikir aku adalah anaknya bu Mentari. Dan sekarang kau juga berpikir begitu, hahahahaha!" tertawa lepas.
Tentu saja, kau memanggilnya ibu, bagaimana aku tidak mengira kau anaknya?!
"Tuan, dia ini karyawan di toko kue ku. Memang karyawanku memanggilku dengan sebutan ibu, begitu." jelas Mentari.
"Jadi kau bukan ibunya?" tanya Darel pada Mentari.
Mentari hanya menggelengkan kepala sambil menahan tawa.
"Dan kau bukan anaknya?" tanya Darel beralih pada Laila.
"Eemmm, bukan aku hanya karyawannya." menggelengkan kepala .
"Nona ini pesanan kalian?" ucap Harri langsung masuk kamar.
"T...tuan, kau disini?" tanya Harri yang melihat ada Darel disana.
Adi masuk setelah Harri, dia melihat apa yang dilihat mata Harri.
*Tuan? kenapa disini?
Mana aku tahu, aku masuk saja tuan sudah disini. Sepertinya dia sudah disini cukup lama*.
Harri dan Adi saling menatap, seperti bisa bertelepati.
"Kenapa kalian berdiri disitu, bawa kesini makanannya!" perintah Darel.
"I...iya tuan!" Harri memberikan bungkusan makanan pada Darel.
"Ini untuk tuan, tidak pakai sambal, dan untuk nona Mentari tidak pakai sambal, banyak kecapnya dan juga sayurannya." memberikan 2 kotak berisi bubur.
"Ya, kau bagikan pada yang lain! apa kau mau aku suapi?" tanya Darel.
Apa dia begini karena ingin membalas budi? atau karena dia memang peduli? batin Mentari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 437 Episodes
Comments
Giska Novianti
tor cerita nya cepet bnget durasi nya... bukannya cowok kek darel itu harus nya dingin cuek kan dia mafia masa iya baru ketemu lansung nanya nanya yg gk penting sih... ceritanya gk masuk bnget trus yg bicara dalam hati itu kita gak tau itu hari atau siapa krna gk ada nama nya intinya buat cerita nya kek nyata tor biar bisa ngayal kita nya
2023-06-26
1
Widia Aja
Sepertinya Darah mulai ada hati tapi masih belum mengerti perasaannya sendiri..
2022-12-05
2
Cherry
wihh perhatian banget Darel
2021-08-22
7