Risa terlihat menghela napas sebelum melanjutkan bicaranya, sedangkan Syarah yang menangkap arah pembicaraan Risa yang serius diam menanti.
“Sebenarnya aku jatuh cinta dengan Mas Rizal diawal kita bertemu di lobi dulu saat kamu mengenalkan,” jelas Risa.
Syarah yang terkejut mendapati fakta sahabatnya menaruh perasaan pada sahabatnya yang lain hanya dapat membuka mulut terkejut.
“Wah apa ini berarti cinta pada pandangan pertama?” tanya Syarah menggoda.
“Benar. Tapi kurasa perasaanku bertepuk sebelah tangan,” ucap Risa lesu.
“Apakah maksud Mbak, mas Rizal sudah ada hubungan dengan wanita lain?” tanya Syarah.
“Tidak, tapi disini hanya aku yang memiliki perasaan kepadanya. Kurasa dia hanya menganggapku teman biasa,” jawab Risa.
“Mbak, kalau memang mas Rizal belum memiliki hubungan dengan siapapun, itu artinya bagus. Mbak bisa memperjuangkan cinta mbak tanpa harus menghancurkan hubungan orang lain,” jelas Syarah menasihati.
“Tapi itu tidak mudah, Sya. Kita sudah dekat beberapa bulan ini, tapi tidak sedikit pun aku menerima sinyal ketertarikan darinya,” jelas Risa.
Air mata menetes dari ujung mata Risa. Syarah menghapus air mata itu, menggenggam tangan Risa memberi kekuatan.
“Mbak, jalan yang harus ditempuh setiap orang berbeda-beda. Mungkin kau harus memperjuangkannya lebih, buat dia tertarik dan terpikat sama kamu. Yakinlah, dengan apa yang ada dalam diri kamu bisa kamu jadikan hal yang dapat memikat dia,” jelas Syarah menyemangati.
“Aku rasa dia suka sama orang lain juga,” ucap Risa.
“Benarkah? Aku tidak tahu, karena dia belum pernah cerita sama aku,” tanya Syarah penasaran.
“Rizal sangat perhatian sama dia, tapi sepertinya perempuan itu tidak tahu akan perasaan Rizal,” jawab Risa.
‘Andai kamu tahu bahwa sebenarnya perempuan itu adalah kamu, Sya. Perempuan yang menjadi penghalang untukku mendapatkan hati Rizal untukku seorang.’ ucap Risa membatin.
“Itu hanya perkiraan Mbak saja. Jadi belum pasti, lebih baik mbak coba jujur sama mas Rizal. Mungkin itu lebih baik, daripada mbak memendam perasaan dan menerka-nerka hal buruk yang belum pasti kebenarannya,” jelas Syarah.
Syarah tetap berusaha memberi kekuatan pada Risa yang sudah dianggapnya sebagai kakaknya sendiri. Walaupun sebenarnya dia juga bingung bila terhimpit dalam pusaran cinta diantara sahabat-sahabatnya. Malam ini Risa meluapkan perasaan sedihnya dengan menangis, Syarah yang mengerti hanya bisa menemani hingga akhirnya Risa jatuh tertidur setelah lama menangis. Syarah kembali ke kamarnya setelah menyelimuti sahabatnya.
*****
Saat ini, Syarah sedang duduk di balkon kamarnya sambil menikmati susu coklat hangat favoritnya. Ia menikmati pemandangan kota dengan lampu yang gemerlap. Ditemani rembulan yang terlihat seperti sabit. Syarah jadi mengingat kejadian beberapa waktu lalu saat makan malam, kejadian memalukan dan menyakitkan untuknya.
Tadi karena fokus pada Risa, ia melupakan sakit di kedua lututnya dan ketika ia mandi baru disadari bahwa kedua lututnya berwarna biru keunguan. Beruntung dia selalu menyimpan obat-obatan untuk berjaga-jaga.
Angin malam yang dingin seakan menembus pakaiannya yang tebal menusuk tubuh Syarah yang kurus. Suasana malam membawa Syarah pada kejadian beberapa waktu lalu saat makan malam.
Tak terasa air mata membasahi pipinya. Ia tak berusaha menghapus sisa air matanya membiarkan perasaannya yang terluka terobati dengan air matanya. Syarah memikirkan ucapan pak Pandhu. Dia sangat ingin menolongnya tak tega mendengar permohonan dari laki-laki yang rambutnya memutih itu.
Saat Syarah melihat pak Pandhu, ia merasa seperti diingatkan pada kakeknya yang sudah tiada saat masih kecil. Syarah tidak tega mendengar nada memohon dan terpancar dari matanya. Tapi permintaan pak Pandhu sangat sulit untuk ia terima mengingat ini berhubungan dengan bosnya, Danar.
Sikapnya yang angkuh, dingin dan tak kasat rasa membuatnya bergidik ngeri. Kini yang berputar di kepalanya yaitu kenapa harus ia yang dipilih pak Pandhu sebagai istri Danar. Kenapa bukan orang lain?
Danar kini berusia 35 tahun sedangkan dia baru berusia 22 tahun bulan kemarin. Jarak usia mereka cukup jauh, dengan Syarah yang tak pernah punya pengalaman berhubungan dengan lelaki. Ia tak tahu kehidupan Danar di masa lalu, karena dia tidak suka mengurusi kehidupan orang lain apalagi membicarakannya.
Selain itu latar belakang kehidupan mereka sangatlah berbeda. Syarah yang notabene berasal dari keluarga yang sederhana berbanding terbalik dengan keluarga Wijaksana yang dihormati oleh banyak kalangan karena bisnis mereka yang besar. Syarah juga merasa dirinya terlalu biasa, dia tidak cantik seperti model-model di majalah. Tidak ada yang menarik pada diri Syarah, tapi kenapa pak Pandhu memilihnya.
Apa karena dirinya yang biasa saja itulah pak Pandhu memilih dia agar bisa dimanfaatkan? Jika Pak Pandhu benar-benar menikahkan mereka, ia tidak dapat membayangkan bagaimana kehidupannya kelak tanpa ada rasa cinta dalam pernikahan. Syarah juga tidak bisa membayangkan tentang pandangan orang padanya, bisa saja orang berpikir dia menikah karena hamil duluan atau untuk memeras kekayaan keluarga Wijaksana.
Dia terlalu lelah dan tidak ingin memikirkannya lebih lagi, semoga pak Pandhu berubah pikiran dan membatalkan niatnya.
Dia pun beranjak menuju kasur setelah menutup pintu balkon dan gorden, tak lama dia sudah terbawa alam mimpi.
*****
Tok tok tok
“Sya kamu sudah bangun belum?” tanya seseorang dibalik pintu.
Syarah yang mendengar ketukan pintu segera bangun, dia hanya mengusap wajahnya sebelum menuju pintu untuk melihat orang yang mencarinya.
“Mas Rizal kok ada disini?” tanya Syarah.
Ternyata dia adalah Rizal, memang indekos ini adalah indekos campuran yang dihuni para pekerja dan pasutri jadi tamu bebas keluar masuk.
“Iya aku kesini mau mengajakmu olahraga pagi, ini kan Minggu. Jangan bermalas-malasan, ayo kita keluar,” ajak Rizal.
Syarah menepuk jidat, rasanya Syarah ingin mengusir Rizal dari hadapannya namun mengingat jarak yang ditempuh Rizal ke indekosnya cukup jauh ia pun mengurungkan niat.
“Baiklah tunggu di luar, aku bersiap-siap. Sebentar aku ambil kursi dulu buat Mas," ucap Syarah sambil mendorong Rizal agar tak melihat kamarnya.
Syarah masuk ke kamar dan mengambil kursi untuk Rizal duduk. Kemudian ia mengunci pintu dan menuju kamar mandi di kamarnya.
Pada dasarnya Syarah tidak suka olahraga jadi dengan malas dia mengambil jaket dan celana olahraga juga sepatu. Ia hanya mencuci muka dan gosok gigi saja.
“Mas, aku sudah siap. Sebentar, aku ajak mbak Risa dulu, siapa tau dia juga mau ikut,” ucap Syarah.
Syarah berlalu menuju kamar Risa, setelah mengetuk beberapa waktu tanpa ada balasan ia memutuskan untuk masuk langsung karena semalam pintu tidak dikuncinya.
“Mbak, Mbak mau ikut olahraga tidak? Yuk biar seger badannya,” ajak Syarah sambil menggoyang lengan Risa.
“Ahh tidak mau. Mau tidur saja,” jawab Risa.
“Yasudah aku pergi dulu,” ucap Syarah.
Kemudian Rizal dan Syarah menuju lapangan untuk olahraga dengan mengendarai motor Rizal. Sesampainya disana, Rizal mengajak berlari mengitari lapangan. Saat mereka lari mengitari lapangan, hanya Rizal yang masih bertahan, tadi setelah satu putaran Syarah berhenti dan berjalan kaki. Ia tidak memperdulikan ocehan Rizal yang menyuruhnya lari lagi.
“Sya!” panggil Rizal di depannya.
“Hmm apa?” tanya Syarah.
“Sya, kamu tahu tidak? Kamu itu cantik,” ucap Rizal sambil tersenyum tampan memandang Syarah.
Rizal lalu berlari meninggalkan Syarah setelah mencubit kedua pipi dan mengacak rambut Syarah yang terikat kuda. Rizal meninggalkan Syarah yang terdiam mematung dengan wajah merona merah. Syarah lalu berjalan pelan dengan kepala menunduk, ia sangat malu bila ada yang melihatnya malu-malu seperti sekarang karena Rizal.
Setelah merasa cukup lelah, Syarah mencari tempat untuk beristirahat di bawah pohon rindang karena cahaya cukup terik. Tak sengaja matanya menangkap ada penjual lontong sayur. Syarah langsung menghampiri dan memesan lontong, urusan Rizal biarlah nanti kalau mencari pasti akan menelpon.
Syarah menikmati sarapannya pagi ini setelah ia merasa cukup lelah berolahraga. Makan lontong sayur di pagi hari yang masih hangat sangat membahagiakan Syarah. Sebenarnya alasan Syarah tidak bisa berlama-lama berolahraga karena kakinya masih berdenyut saat berlari.
Sampai makanan selesai menyantap sarapannya, ia teringat bahwa Rizal belum mencari Syarah. Syarah baru menyadari bahwa hpnya tidak dibawa, dan dia menepuk jidat mengingat teleponnya tertinggal di kamar. Saat akan beranjak ia melihat Rizal ada di seberang jalan tempatnya kini.
“Mas Rizal!” panggil Syarah dengan melambaikan tangan ke arah Rizal.
Saat menengok Rizal melihat Syarah yang hendak menyebrang ke arahnya. Buru-buru Rizal menegurnya.
“Tunggu disitu!” seru Mas Rizal memperingati Syarah yang akan menyebrang ke arahnya.
Gedubrakkk
“Aaa Mas Rizal!”
“Mas bangun Mas, bangun!”
Terima kasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan jejak di komen dan berikan like sebagai bentuk dukungan pada karya pertama saya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments