Sore ini, Syarah sudah berada di Lampung dekat dengan perusahaan tempat Syarah akan bekerja. Sebelumnya, Syarah sudah memesan kos di dekat kantor. Walau awalnya ragu-ragu namun Syarah optimis saja karena Syarah tidak bisa meminta bantuan siapapun untuk membantunya mencarikan indekos.
*****
Alarm suara azan subuh membangunkan Syarah. Setelah menunaikan kewajiban, Syarah bersiap mandi, Syarah harus mengawali hari barunya dengan mandi air dingin agar lebih bersemangat. Setelah memastikan bahwa pakaian yang Syarah kenakan terasa pantas dengan polesan bedak tipis dan lip cream berwarna bibir dia bergegas keluar.
“Pagi, Mbak, anak indekos baru ya?” tanya perempuan yang keluar dari kamar samping Syarah.
“Ah iya Mbak, saya baru sampai tadi sore. Perkenalkan saya Syarah Haura," ucap Syarah memperkenalkan diri pada perempuan penghuni kamar samping.
“Kenalkan, aku Risa, kamu mau bekerja ya sudah terlihat rapi. Ngomong-ngomong kamu kerja dimana?” tanya tetangga indekosnya bernama Risa dengan ramah.
“Saya bekerja di PT Sheep Farm. Kalau mbak sendiri bekerja dimana?” tanya Syarah.
“Tidak perlu formal-formal begitu denganku. Aku bekerja di tempat yang sama denganmu di bagian resepsionis, aku dengar ada anak baru di bagian lapangan. Apakah itu kamu?” tanya Risa.
“Iya mbak,” jawab Syarah sambil tersenyum senang mengetahui bahwa mereka bekerja di tempat yang sama walaupun beda bagian.
“Tapi kenapa Mbak belum siap-siap? Ini sudah jam setengah delapan,” tanya Syarah sambil melihat jam tangannya.
“Hari ini aku libur, karena aku sedang tidak enak badan. Kamu berangkatlah, anak baru dilarang datang terlambat!" ucap Risa sambil terkekeh.
“Yasudah aku pergi dulu mbak, aku doakan Mbak segera sembuh dan dapat kembali bekerja,” ucap Syarah.
Syarah berangkat dengan naik ojol yang sudah dipesan sebelumnya.
*****
“Anda Syarah Haura? Anda diminta untuk segera ke ruangan bapak Kepala,” kata perempuan berbadan bak model pada Syarah yang diperkirakan adalah bagian HRD.
“Baik, mbak,” jawab Syarah langsung berdiri dan memastikan penampilannya sekali lagi.
Syarah hanya memakai blus berwarna putih dan rok span dipadu dengan flatshoes, terlihat sederhana namun formal untuknya.
Tok tok tok
“Iya, masuk,” jawab seseorang dari dalam.
“Permisi, Pak, saya sudah bersama dengan pegawai baru. Saya izin kembali ke tempat, permisi,” ucap perempuan tersebut ramah dan terdengar lembut yang justru terkesan menggoda.
Bila dibandingkan penampilan Syarah dengan perempuan tadi jelas berbanding terbalik. Perempuan tersebut memiliki badan berisi bila berjalan berlenggak-lenggok bak model di karpet merah.
“Kamu mau berdiri terus seperti patung di ruangan saya?” tanya laki-laki yang duduk di belakang meja.
Syarah yang mendengar peringatan langsung tersadar dari lamunannya. Segera saja Syarah meminta izin untuk duduk.
“Anda Syarah Haura, pegawai baru yang diterima tanpa pengalaman dan baru lulus bulan kemarin. Bagaimana bisa perusahaan menerima lulusan tanpa pengalaman di lapangan?” ucap laki-laki yang diketahui bernama Danar sebagai kepala berdasarkan papan yang ada diatas meja.
Danar membaca data, yang Syarah perkirakan adalah data dirinya. Mendengar nada kurang mengenakkan darinya, Syarah hanya diam. Syarah tidak tahu harus berbicara apa karena dia rasa apa pun yang keluar dari mulutnya nanti tidak akan diterima oleh Danar. Danar mengamati Syarah sambil membaca data diri Syarah, seakan terkesan meremehkannya.
“Apakah dengan dirimu ini bisa bekerja secara maksimal? Kita bekerja di lapangan membutuhkan tenaga dan stamina yang baik. Saya tidak ingin pegawai lain malah kerepotan karena mengurus seseorang yang bahkan tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Buang-buang waktu dan tenaga,” ucap Danar yang Syarah merasa menyindir proporsi badannya yang memang disadarinya terkesan kurus setelah sakit kemarin.
“Bila memang dengan proporsi tubuh saya yang kurang menurut Bapak. Namun saya dapat membuktikan bahwa saya layak berada pada posisi ini," kata Syarah dengan yakin.
“Saya tidak suka omong kosong. Bekerja disini artinya anda harus menyerahkan semua waktu dan tenaga untuk pekerjaan ini!" ucap Danar tegas.
“Baik Pak, saya siap dengan tanggung jawab dan risiko yang akan saya terima," jawab Syarah penuh keyakinan walau Syarah pikir, dia tidak menganggap serius ucapannya.
“Hari ini kamu mulai bekerja di lapangan. Sudah ada kendaraan?” tanya Danar.
“Baik, Pak, maaf saya belum ada kendaraan karena saya disini masih baru saja merantau dari Jawa," jawab Syarah.
“Baru bekerja sudah merepotkan. Apa kamu juga tidak membawa wearpack?” tanya Danar kembali.
“Belum Pak, karena saya belum mendapatkan dari kantor. Sebelumnya saya diinformasikan bahwa stok di kantor sedang habis untuk semua ukuran jadi saya diminta menunggu," jelas Syarah berusaha memberi penjelasan.
Danar mendengus keras dan berlalu ke sebuah pintu di samping kanan tempat Syarah duduk. Tak lama Danar kembali dengan pakaian wearpack dan menyerahkan wearpack yang sama dengannya pada Syarah.
“Segera pakai saya tunggu di depan lobi, ini sepatu, jangan sampai kamu merepotkan pekerjaan saya. Saya beri waktu 15 menit, kamu harus sudah siap di bawah!” ucap Danar.
“Baik Pak, terima kasih banyak,” jawab Syarah segera keluar ruangan dan mencari letak toilet, Syarah sungguh tak mau membuat Danar memiliki bahan lain untuk mencecarnya.
Dengan kecepatan penuh, Syarah mengganti pakaian dan sepatunya, beruntung tas yang Syarah gunakan saat ini cukup besar untuk menampung pakaian dan sepatunya tadi.
*****
Saat Syarah bergegas menuju lift dilihatnya antrian menumpuk. Syarah melirik jam tangannya dan disadarinya waktu tinggal 5 menit lagi. Syarah tak punya banyak pilihan melihat tangga di samping lift, segera saja Syarah turun dari lantai 3 tempatnya berada kini. Saat sampai di lantai 1, Syarah berdiri dengan nafas terengah-engah, dilihat bosnya berjalan kearah mobil hitam di depan pintu utama.
Syarah berlari tak peduli orang menganggapnya aneh atau apa pun, yang penting Syarah tidak terlambat.
Huh huhh huhh
Danar hanya melirik Syarah sebentar kemudian berlalu memasuki mobil bagian pengemudi. Syarah yang masih sibuk mengatur napas dikejutkan klakson yang berbunyi berkali-kali seakan pengemudinya tak sabaran. Syarah menoleh ke samping yang pintu kacanya sudah terbuka.
Syarah segera membuka pintu kursi di samping pengemudi, sambil mengusap keringat yang keluar setelah Syarah berlarian.
“Gunakan sabuk kalau tidak ingin merepotkan saya lagi!” perintah tegas Danar.
“Baik, Pak,” jawab Syarah.
Setelah memasang sabuk, sepanjang perjalanan terasa begitu hening tanpa adanya obrolan. Sejujurnya Syarah tidak suka suasana hening seperti ini. Namun apa daya nyalinya terlalu ciut untuk memulai obrolan.
*****
Setelah perjalanan sekitar satu jam melewati pedesaan dan hutan akhirnya mobil berhenti di kawasan farm.
“Buktikan kalau kamu memang layak,” ucap Danar tanpa melihat Syarah.
“Siap, Pak,” ucap Syarah dalam hati dia berdoa semoga hari ini diberikan kelancaran untuknya.
Segera dia perbaiki ikatan rambutnya agar tidak menghalangi pekerjaannya.
*****
“Selamat pagi, perkenalkan nama saya Syarah Haura. Mohon bimbingannya,” ucap Syarah memperkenalkan diri pada semua pegawai kandang yang sebelumnya diminta untuk berkumpul di hall.
“Rizal kamu bawa dia keliling kandang, jangan sampai ada yang terlewat!” perintah Danar kepada salah satu pegawai yang dapat Syarah perkirakan usianya tidak berbeda jauh dengannya.
“Baik, Pak,” jawab laki-laki yang bernama Rizal.
Semua dibubarkan setelah briefing singkat dari Danar dan perkenalan dari Syarah sebagai anak baru.
*****
“Hai, aku Rizal, aku bagian mesin disini. Kalau kamu?” tanya Rizal sambil mengulurkan tangan dan dibalas menjabat tangannya.
Rizal memiliki badan proporsional didukung dengan wajah yang cukup tampan ditunjang dengan hidung yang mancung tegas.
“Halo, saya Syarah Mas, saya diterima di bagian asisten kepala lapangan. Mohon bimbingannya Mas,” ucap Syarah sopan yang dibalas dengan anggukan.
Wow baru Syarah tahu, ketika Rizal tersenyum muncul lesung pipi yang cukup menyita perhatiannya. Mereka mengelilingi farm dengan Rizal yang menjelaskan detail dari setiap bagian dan berusaha membuat Syarah memahami semuanya. Ketika melewati ruang per ruang, Syarah mulai berkenalan dengan orang-orang yang sebelumnya dia temui saat briefing.
Hari berganti siang dengan sinar matahari yang terik, Syarah tidak memakai topi membuat Syarah kepanasan dan berkeringat.
“Pakailah Sya, pasti kamu belum terbiasa dengan kondisi lapangan yang panas,” ucap Rizal terkekeh dengan memberikan topi yang dipakainya.
“Apakah tidak apa-apa Mas? Mas juga pasti kepanasan,” tolak Syarah.
Awal saat berkenalan tadi, Rizal melarang Syarah memanggilnya bapak dan meminta dipanggil mas katanya Rizal belum setua itu untuk dipanggil bapak dan Syarah hanya mengiyakan saja.
“Tidak apa-apa, tapi sudah terkena keringatku sedikit,” ucap Rizal menyodorkan topinya.
“Terima kasih Mas, tidak masalah,” ucap Syarah sambil tersenyum karena memang siang ini sangat panas.
*****
“Maaf Pak Rendi, saya tidak melihat pak Danar. Kalau boleh saya tahu dimana beliau?” tanya Syarah.
“Beliau sudah pergi lagi setengah jam yang lalu,” jelas Pak Rendi.
Mendengar ini, Syarah tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, Syarah langsung berpikir bagaimana caranya dia pulang nanti.
Dalam hati, mati aku.
Terima kasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan jejak di komen dan berikan like sebagai bentuk dukungan pada karya pertama saya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Dinda Natalisa
Hai author aku mampir nih kasih like jangan lupa mampir di novel ku "menyimpan perasaan" mari saling mendukung.
2021-03-10
1