Kiblat Cinta Bumi
Dua keluarga berbeda latar belakang sedang berduka setelah Tujuh hari kepergian kepala keluarga mereka. Di rumah besar dua lantai nan megah seorang Ibu yang selalu disapa Ummi oleh ketiga anak-anaknya sedang duduk di atas tempat tidur dengan dipeluk ketiga anaknya.
"Ummi, ikhlaskan kepergian abi. Bukankah Ummi sendiri yang bilang jika jodoh, rezeki dan maut itu sudah diatur oleh Allah?" Sang anak pertama yang berusia 20 tahun dan memakai hijab hijau muda yang menjulur menutupi dada hingga perutnya, mengusap lembut punggung ummi yang sedang memegang tasbih.
"Iya, Ummi. Ada Akash yang akan selalu jaga umi, kak Zha dan juga adek," anak lelaki berusia dua belas tahun yang memiliki postur tubuh tinggi itu mengusap punggung tangan umminya yang putih.
"Adek nggak tega lihat Ummi sedih terus. Ayo, Ummi. Semangtlah!" gadis kecil berusia enam tahun dengan hijab pinknya mengusap pipi ummi lembut. Ikut menyemangati.
Ummi mengalihkan pandangannya yang sedari tadi menatap kosong ke arah jendela. Wanita yang masih terlihat cantik itu menatap satu persatu buah hatinya. Ada Syifa Azzahra, Assyam Al-Akash dan yang paling kecil Nadia Aminah.
"Astagfirullah, ampuni hamba ya Allah. Maaf nak, maafkan Ummi terlalu hanyut dalam kesedihan hingga lupa kehadiran kalian. Maafkan Ummi, Sayang," Ummi merengkuh putri bungsunya disusul Akash dan Zha yang ikut memeluk ummi. Mereka menangis bersama.
Ya Rabb, hamba ikhlas. Abi semoga tenang di sana.
***
Di lain tempat, sebuah rumah kecil dan sederhana seorang gadis berusia 8 tahun bernama Bumi Hansa sedang menangis di pelukan Ibu nya. Berkali-kali Laut Ganendra, sang Kakak laki-lakinya mengusap punggung Bumi.
"Kalau saja papa bawa mobilnya nggak buru-buru karena permintaan Bumi, pasti papa nggak kecelakaan kan?" keluh sang bocah sambil terus berderai air mata.
"Tidak, Sayang! Ini kecelakaan, Nak. Sudah takdir Allah," sang Mama, Ayas kembali ikut menangis.
"Berhenti menyalahkan diri sendiri, Dek. Jangan menangis terus. Kasihan Mama jadi selalu ikut menangis."
Laut mulai geram dengan tingkah adiknya yang selama tujuh hari ini terus menangis sepeninggalan papa mereka.
Bumi seketika menghentikan tangisnya demi didengarnya intonasi tinggi dari kalimat kakaknya. Bumi mengurai pelukannya dari Ayas lalu mendongakkan kepalanya memandang Ayas.
"Mama, maafkan Bumi. Harusnya Bumi menghibur Mama. Bukan malah membuat Mama tambah bersedih," Bumi menangkup kedua pipi Ayas. Diusapnya air mata yang menganak sungai di pipi Ayas.
"Udah, Bumi. Kita harus kuat. Bumi jangan menangis lagi, jangan merengek terus menerus," Laut harus bisa berfikir dan bertindak dewasa di usianya yang masih 12 tahun.
Bumi melepaskan rengkuhan tangannya di pipi Ayas. Dia membalikkan badannya dan menatap Laut, kakak laki-laki yang memiliki kulit kuning langsat khas orang Indonesia seperti dirinya. Ditatapnya mata Laut yang memerah, air matanya hanya menggenang tidak menetes.
"Maafkan Aku, Kak. Aku pasti sudah membuat Kakak dan Mama susah."
"Kalau Kamu mau Kakak dan Mama maafkan, berhentilah menyalahkan dirimu Dek!" suara laut melembut.
Bumi hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangan. Laut meraih tubuh sintal adiknya dan memeluknya penuh sayang. Ayas tersenyum menatap anak-anaknya yang selalu saling menyayangi. Ikut berpelukan.
***
Tujuh hari yang lalu telah terjadi kecelakaan maut antara mobil sedan hitam milik seorang Kiayi yang dikendarai oleh sopirnya dengan sebuah mobil truk di sebuah tol yang baru setahun dibuka.
Subuh itu kendaraan masih lengang, sang sopir melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi mengingat dia ada janji dengan putri kecilnya yang hari itu ulang tahun. Sebelum berangkat, sang sopir sudah berjanji akan pulang sebelum jam 12 malam.
Tapi, karena acara pengajian di luar kota itu molor akhirnya baru setelah shalat Subuh, Sang Kiayi dan sopir dapat meninggalkan tempat acara.
Dengan sangat tidak hati-hatinya sang sopir menyalip kendaraan di depannya. Sekali salip aman. Tapi, tidak dengan salipan yang kedua. Sebuah truk yang disalip ternyata dikendarai oleh supir yang habis mabuk-mabukkan dengan kantuk beratnya.
Mobil sedan hitam itu tertabrak oleh truk hingga terpental jauh beberapa meter dan menabrak pembatas jalan tol. Nyawa kedua penumpang mobil itu tidak dapat diselamatkan, Mereka meninggal setelah beberapa jam dilarikan ke rumah sakit.
Sang Kiayi meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak. Sedangkan sang supir meninggalkan seorang istri dengan dua anak. Hubungan antara supir dan majikan ini sudah terjalin sangat lama. Mereka sudah sangat dekat layaknya seorang saudara kandung.
Bersyukur bagi keluarga sang sopir memiliki majikan baik seperti keluarga Kiayi itu. Anak pertama mereka, Laut Ganendra yang usianya sama dengan putra kedua sang Kiayi, Assyam Al-Akash, memiliki hubungan baik sedari kecil. Bahkan Laut sekarang sedang menimba ilmu di sebuah pondok pesantren di Bandung bersama Akash. Dengan dibiayai oleh keluarga sang Kiayi.
Namun, dari kejadian ini membuat Akash sedikit marah dengan Bumi. Andai Bumi tidak terus-terusan merengek minta Papanya cepat pulang mungkin kecelakaan ini bisa dihindari. Itu pikiran Akash.
Berkali-kali Ummi beserta Zha dan juga Nadia mengingatkan Akash agar tidak menyalahkan Bumi. Tapi, Akash masih belum bisa menerima.
Sudah tujuh hari ini Akash tidak mengajak Bumi bicara. Berkali-kali Laut memintakan maaf untuk Bumi pada Akash. Namun, Akash tidak mau menerimanya.
"Berhenti meminta maaf padaku, Laut. Itu salah adikmu, bukan salahmu!" Akash dan Laut yang siang itu habis melaksanakan shalat dhuhur di mesjid kembali berdebat.
"Bumi akan dikirim ke kampung, Kash." Laut masih membicarakan Bumi.
"Bagus, tidak usah pulang sekalian. Tidak usah lagi bertemu denganku!" Akash masih saja emosi.
"Aku sepertinya akan berhenti mondok, Kamu?" kali ini Laut mengalihkan pembicaraan.
Akash tidak menjawab, Dia berlari meninggalkan Laut ke pelataran masjid. Bisa-bisanya Laut berbicara itu di saat-saat seperti ini. Bukankah Mereka berjanji akan selalu bersama?.
Laut segera menyusul langkah Akash.
"Jangan bicara lagi padaku kalau yang mau Kamu bahas itu adikmu!" Akash menatap tajam Laut yang sedang memakai sandalnya.
"Baiklah, ayo kita pulang!"Laut dan Akash hendak melangkah namun teriakkan seseorang mencuri perhatian mereke.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Ulil Baba
ikut absen rekom dari rajane Mak dumma
2024-10-21
0
Indah Puspa Rini
gegara postingan kak sya di fb, jd penasaran, kok di sebelah gk ada judul yg ini, eh.... ternyata setelah tanya pd si empunya, tayangnya di sini. auto instal dong 😁😁😁
2024-08-02
1
Ibrahim Adjie Prawira
mampir kesini karena penasaran sama keluarga mahija 😍
2024-07-29
1