Bumi terperangah melihat kamarnya di rumah baru mama. Baru sebulan yang lalu rumah yang dulunya kecil itu selesai direnovasi. Kamar Bumi terletak di lantai dua dengan nuansa pink dan putih mulai dari warna cat sampai furniturnya.
"Suka nggak?" Sang kakak merangkul bahu Bumi yang mematung di bibir pintu. Bumi mengangguk senang, ini kamar impiannya sejak dulu. Tidak terlalu luas, berada di lantai dua dan memiliki balkon.
"Kakak benar-benar jadi horang kayah baru nih?" Bumi mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru kamar.
"Menurut kamu?" Laut duduk di atas kursi rias.
"Coba sini cek dulu M-bankingnya?" Bumi menengadahkan tangannya.
"Heh, apaan sih? udah mending istirahat gih. Nanti kalau makan malam dibangunin. Silahkan kenalan sama kamar baru," Laut mengacak rambut adiknya lalu pergi dari kamar yang dengan suka hati ia siapkan untuk Bumi.
***
Bumi tertidur sangat nyaman dan nyenyak, sampai-sampai Ayas dan Laut yang bergantian membangunkannya hanya pasrah mendapati kenyataan Bumi tetap asyik dengan tidurnya. Salat magrib dan isyaanya ia lewatkan. Lebih memilih bergelut dengan mimpi daripada Sang pemilik mimpi.
Setelah terasa hawa dingin di pipinya akibat angin yang masuk lewat jendela yang tak ditutup, barulah Bumi mengerjapkan mata dan merenggangkan tubuh.
Puas dengan tidurnya Bumi segera beranjak menyibak selimut yang membungkus tubuhnya. Ia segera menutup pintu yang menghubungkan kamar dengan balkon, dan menutup tirai warna pink. Ia mengayun langkah menuju pintu kamar mandi dan membuka benda bercat putih itu.
Dilihatnya sebuah kamar mandi lengkap dengan bathub dan perlengkapan mandi yang sudah sangat komplit di rak sudut yang membentuk segitiga.
"Oh My God, Kak Laut beneran horang kayah sekarang?" Bumi memeriksa satu persatu peralatan mandinya. Ada shampo, facial foam, lulur mandi, sabun cair, conditioner, pasta gigi dan sebuah botol kecil bertuliskan R****-V. Bumi tertegun. Dia membaca keterangan yang ada di balik botol. Kepalanya mengangguk-angguk.
"Ooh ini buat nyuci.... "
"What?" Bumi kembali meletakkan cairan botol itu dan bergidig. Bagaimana bisa kakaknya itu sampai menyiapkan cairan pembersih itu? Sengaja banget atau gimana sih? begitu pikir Bumi.
Sudahlah. Terlepas dari semua itu Bumi sangat merasa diistimewakan oleh Kakaknya. Dia segera membersihkan badannya.
Sayup-sayup dari lantai bawah, terdengar suara ramai orang saling bersahutan mengobrol. Bumi yang sedang menyisir rambutnya berusaha menajamkan pendengaran. Tak mau semakin penasaran, Bumi segera turun memastikan suara siapa gerangan yang berisik itu. Ternyata sudah ada delapan orang yang sedang asyik menikmati hidangan di ruang tengah. Dua di antaranya tentu saja Bumi kenal. Mama dan kakaknya.
"Iiih tega banget kalian makan-makan ninggalin aku," Bumi menggerutu, berjalan sambil menghentakkan kakinya. Membuat ke delapan orang yang sedang duduk melingkar menatap ke arahnya dengan mulut yang terisi makanan.
Bumi dengan santainya duduk di samping Laut, menghimpit seseorang berambut panjang.
"Iih ngapain sih deket-deket kakak aku, dia udah punya cewek tahu!" Bumi memeluk lengan kakaknya tanpa rasa bersalah karena sudah membuat acara makan yang tadinya hangat berubah dingin karena kedatangannya yang tiba-tiba.
"Dek, iih jangan gini dong! kalau mau makan ya makan aja jangan bikin mood orang jelek. Tadi udah dibangunin nggak bangun-bangun. Kita bisa mati kelaparan nunggu kamu sadar buat bangun sendiri." Laut mencoba menyingkirkan kepala Bumi. Semua yang ada di sana saling menatap dan mengangkat bahu. Mungkin saling bertanya, siapa? dan dijawab, tidak tahu!.
"Buktinya kan aku bangun kalian belum mati." Bumi menarik kepalanya lalu duduk dengan posisi tegak.
"Adek mau makan sekarang, Mama ambilkan nasinya ya?" Ayas yang duduk di sebelah perempuan berambut panjang langsung menyodokkan nasi beserta lauk pauk untuk Bumi.
Bumi langsung menyambar makanannya dan melahapnya tanpa mengucap bassmallah. Ayas hanya meringis seperti menahan sakit melihat kelakuan anaknya. Hanya suara sendok yang beradu dengan piring menemani acara makan mereka.
Bumi tidak peduli dengan berpasang-pasang mata yang meliriknya. Dia terus makan seolah mereka itu tidak ada.
"Aah kenyang," ucapnya setelah menghabiskan sepiring makanan dan segelas air putih.
"Alhamdullillah dong, Bumi!" Laut memukul kepala belakang Bumi pelan.
Bumi hanya tersenyum tanpa peduli dengan orang-orang yang melihatnya.
"Nih rame-rame lagi slametan kembalinya Bumi ke Jakarta ya, Kak?"
"Mereka ini sohib kakak, dek. Nih lihat satu-satu kakak kenalin."
Laut mulai menunjuk mereka satu persatu dan memperkenalkan namanya.
"Nih disampingku, namanya Damar. Terus di sebelahnya Lila. Nah selanjutnya Aldric sebelahnya lagi Rere dan yang di sebelah Kamu ini Ayesha."
"What?" Bumi melirik Gadis berambut panjang di sampingnya yang tadi dia usir keberadaannya.
Ayesha mengangguk dan menyimpulkan senyum manis di wajahnya. Sedikit pun tidak merasa kesal karena Laut sudah sering menceritakan kelakuan adiknya itu.
"Hai adik ipar, gimana kabarnya?" Ayesha mengacak rambut Bumi. Ayas hanya mengaminkan dalam hati pernyataan Ayesha yang menyebut Bumi adik ipar.
"Sorry banget ya, kak. Aku pikir kalian tuh tetangga sebelah. Abis mukanya pada tua-tua banget. Mengkerut gini kayanya mikirin beban hidup yang nggak kelar-kelar." Bumi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Mencari pembenaran atas sikapnya.
Saat yang lain tertawa ada Rere yang mendengus kesal. Dan satu orang laki-laki yang sengaja tidak Laut kenalkan pada Bumi, dia tersenyum tipis saja.
Bumi sekali lagi menelisik ke setiap wajah teman-teman Laut. Seperti ada yang kurang. Tatapan Bumi terhenti di sosok wajah yang sangat dia kenal. Iya itu dia.
"Kak Akash?" Bumi berkata dengan suara parau. Matanya tanpa aba-aba dihias cairan yang jika sekali saja menhedip akan berhasil membuat aliran sungai di pipinya.
"Iya, Bumi. Apa kabar?" Suara Akash yang selalu ia rindukan meloloskan cairan bening itu dari matanya.
Bumi bahagia mendengar suara Akash kembali menyebut namanya. Dia rindu suara itu. Bertahun-tahun Bumi dipaksa untuk tidak bertanya tentang Akash oleh Sang kakak.
Bertahun-tahun Laut membentangkan jarak antara Bumi dan Akash. Bertahun-tahun Bumi kebingungan sendiri bertanya apakah Akash masih marah?
"Kak Akash, maafin Bumi. Jangan lagi usir Bumi kaya waktu itu. Bumi sudah merasakan hukumannya. Bumi diasingkan oleh keluarga ke tempat antah berantah dan hanya sesekali ditengok." Bumi menangis. Merengek seperti anak kecil.
"Aaah Bumi, kalau lo cengeng gini gue nggak mau deh main sama lo!" kelakar Akash.
Bumi menghentikan tangisnya dan langsung berdiri. Berlari kecil melewati Ayesha dan Ayas. Tubuhnya Dia jatuhkan tepat di depan Akash. Bumi memeluk Akash sangat erat. Menumpahkan air mata dan kerinduannya di sana. Akash tak menolak tapi juga tak membalas.
Tidak, Bumi. Ini bukan seperti berbelas-belas tahun lalu. Bumi tidak bisa seenaknya begini. Rere semakin geram oleh Bumi. Dengan kasar Rere mendorong bahu Bumi agar melepaskan pelukannya dari Akas.
"Lepas, dia calon suami gue!"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Jumadin Adin
sampai di sini akasha di lingkungan pondok kok pacaran.. kumpul² dg lawan jenis yg bujang mahram
2023-02-28
0
Aisyah Nazwa
wah si Bumi
kelakuannya ngalahin Orin 🤭🤭
2022-11-12
1
erenn_na
jedddeeerr 😭😭😭😭😭 kau hancurkan hatiku
2022-10-26
1