Bumi masih enggan beranjak dari tempat tidurnya walaupun sinar matahari sudah menelisik ke dalam kamarnya. Sengaja sekali tadi pagi Laut membuka pintu beserta gorden kamar Bumi agar saat matahari terik seperti ini adiknya ini dapat bangun dengan sendirinya.
"Maafkan Kakak ya, Bumi. Bahkan kakak gak bisa berbuat apa-apa saat ada orang yang menghinamu." Pagi sebelum berangkat bekerja Laut melihat keadaan adiknya yang semalam tidur sambil membawa tangisan.
Kejadian semalam mungkin akan menjadi pengalaman tak terlupakan untuk Bumi. Dia ditampar oleh Rere karena telah berani memeluk Akash, calon suaminya. Sialnya, satupun di antara tujuh manusia itu tak ada yang berani membela Bumi. Termasuk Ayas.
"Jangan kegatelan, main peluk calon suami orang seenaknya. Lo nggak tahu dengan siapa berurusan?" Itulah kalimat yang keluar dari mulut Rere setelah mendaratkan tamparan keras di pipi Bumi. Bumi mengiba pada setiap pasang mata yang berada di sana. Nihil. Tidak ada yang berani membelanya. Bahkan Akash nya hanya menatapnya datar tanpa ekspresi. Bumi membawa tangisnya ke kamar. Sendirian.
Ayas kembali masuk ke kamar Bumi. Senyumnya terkulum saat melihat Bumi menggeliat di bawah selimutnya.
"Bangun, Sayang!"
Bumi membuka mata, lalu tersenyum.
"Ooh Mama. Kirain udah di surga soalnya ada bidadari nih. Biasanya tiap bangun adanya nenek sihir bawa sapu lidi. Tinggal dipakein topi pasti terbang tuh Nenek." Bumi terkekeh kecil mengingat kelakuan Uti jika membangunkannya selalu membawa sapu lidi.
"Bumi, Uti koq dikatain Nenek sihir?" Ayas merapikan rambut-rambut yang menutupi wajah Bumi.
"Iih Mama, siapa bilang aku ngatain Uti. Coba sekali lagi cerna kalimat Aku!"
Dan Ayas melakukannya, lalu tertawa. Benar tidak ada tuh Bumi bawa-bawa nama Uti dalam kalimatnya tadi.
"Ada Kak Ayesha di bawah tuh. Mau membicarakan kerjaan katanya," Ayas masih tidak percaya jika yang ada di hadapannya adalah Bumi Hansa.
Bumi langsung saja beranjak dari tempat tidur menggandeng tangan Ibu menemui Ayesha.
***
"Jadi langsung diterima nih, Kak?" Mata Bumi berbinar mendengar Ayesha menyuruhnya agar mulai bekerja besok.
"Kita udah dapet rekomendasi dari rumah sakit magang kamu dulu. Kinerja Kamu bagus." Ayesha meyakinkan.
"Nggak usah pakai hijab kan, Kak?" Jujur saja saat di rumah sakit dulu Bumi merasa risih karena harus mengenakan hijab saat bekerja.
"Aku juga nggak pake, Bumi."
Jawaban Ayesha lagi-lagi membuat mata Bumi berbinar.
Sebelumnya Bumi memang sudah mengirim surat lamaran pada Ayesha yang menjadi kepala perawat di salah satu rumah sakit di kota tempat mereka tinggal. Namun, tidak menyangka jika akan secepat ini diterima.
"Ini nggak ada nepotisme kan, Kak? Kakak nggak lagi nyogok Aku kan? Biar diterima jadi kakak ipar misalnya?" Bumi membisik horor ke telinga Ayesha dan membuat Ayesha langsung mencubit kedua pipi Bumi.
"Lupa ya selama ini suka rengek-rengek minta kuota buat nonton drakor? Siapa itu yang ngajarin kakak buat nyogok calon adek ipar ini?"
Bumi hanya cengengesan, merasa bersalah juga pernah beberapa kali meminta kuota pada Ayesha.
"Kakak suka drakor juga kan? Lihat penampilan Aku kakak jadi inget siapa?" Bumi meliukkan tubuhnya.
"Dokter Kang?" Tebak Ayesha.
"Selamat, Anda berhasil!" Bumi menyalami Ayesha bak pembawa acara sebuah kuis yang sedang memberi selamat pada peserta yang menang.
"Berhasil apa, nih?" Laut yang tiba-tiba masuk penuh dengan keringat sepertinya habis joging.
"Aku diterima doong di rumah sakit Kak Ayesha kerja." Bumi pintar sekali mengambil alasan.
"Mama mana?"
"Ke kamar, emang kenapa?" Bumi balik bertanya.
"Enggak, cuma mau....
Cup!
Laut mencium kening Ayesha tepat di hadapan adiknya yang langsung merasakan jiwa jomlonya meronta-ronta.
"Aku juga mau Kak!" Bumi berteriak memegangi dahinya. Langsung saja Laut pun mendaratkan kecupan singkat di dahi sang adik.
"Iiih nggak mau sama Kakak, maunya sama.... Kak Akash?" Bumi merasakan angin surga berhembus demi melihat Akash yang baru saja masuk dengan membawa air botol mineral di tangannya.
"Woy, pantesan hue ditinggal tauknya ada pacar lo di sini." Akash menendang bokong Laut pelan.
"Aah gila, lo nya aja yang lelet. Lari tiga puteran doang udah KO." Laut balas menonjok bahu Akash.
"Waah berani, Loe ya? Mentang-mentang udah naik jabatan!" Akash tersenyum tipis seraya melayangkan tinju ke perut Laut. Lalu terjadilah pergulatan khas anak kecil antara Laut dan Akash. Rasanya Bumi baru kemarin melihat mereka sering melakukan hal serupa. Kebiasaan masa kecil yang terbawa sampai besar ini lah yang menjadikan Akash dan Laut tak bisa terpisahkan.
Bumi dan Ayesha hanya tersenyum melihat pergulatan lelaki yang sudah beranjak dewasa itu.
"Iish, dikira udah berubah. Taunya masih aja bocah!" Bumi mencibir kelakuan keduanya.
"Bumi, tolongin Gue dong. Bumi Gue mati nih!"
Akash berteriak-teriak meminta pertolongan Bumi. Akash sudah kalah, Dia berhasil dijatuhkan oleh Laut. Akash tengkurap di atas lantai dengan kedua tangannya disilangkan di belakang punggung dan diduduki Laut.
"Iiih udah pada gede masih aja main berantem-beranteman." Bumi selalu jadi dewi penolong Akash saat kalah telak begini.
"Udah, Kak Laut. Awas, Aku kentutin nih!" Bumi masih dengan jurus andalannya jika mengancam Laut agar melepaskan tawanannya.
"Halah, mentang-mentang udah ada Bumi jadi ada yang nolongin. Udah mau Gue cungkil tuh ginjal sama usus dua belas jari. Pengen banget Gue kelitikin" Laut menoyor kepala Akash lalu melepas kunciannya pada tubuh sahabatnya itu. Akash menghela napas lega.
"Ayo, Kak. Aku bantuin bangun!" Bumi yang berdiri di hadapan Akas mengulurkan dua tangannya.
"Nggak usah, gue bisa sendiri!" Akash segera membalikkan badannya lalu duduk bersandar pada dinding. Dibukanya air mineral yang tadi terjatuh. Bukan untuk diminum melainkan untuk membasuh kepala hingga wajahnya. Bumi menelan susah payah air ludahnya. Kenapa harua berbuat sesuatu hal yang semakin membuat Bumi ingin memiliki, walau sekedar berharap.
"Kak, lantainya basah dong." Bumi berusaha menyembunyikan perasaannya.
"Lo keringin dong, dari tadi guna lo berdiri di sini buat apa?" Akash segera berdiri dan menyambar ranselnya yang entah sejak kapan tersimpan rapi di sofa panjang itu.
'Nggak bisa apa bilang makasih, gitu?' gumam Bumi seraya membalikkan badan hendak mencari kain pel.
"Gue mandi di kamar lo, ya?" Akash dengan sangat sengaja melempar Laut dengan botol bekas air mineral tadi lalu berlari-lari kecil menuju lantai atas. Namun baru beberapa anak tangga yang dia lewati, langkahnya terhenti dan berteriak tanpa membalikkan badan.
"Bumi, makasih. Nanti gue bayar!"
Ia segera kembali berlari tanpa menunggu jawaban Bumi yang sedang mengelap lantai basah tadi. Bumi menyimpulkan senyum tipis malu-malu.
Laut dan Ayesha hanya bersitatap. Bagaimana jadinya jika Rere melihat kejadian ini?.
.
.
Minta Like, Komen dan Votenya atuhlah 😭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
lisna
ko aneh ya 🤔malamnya ditampar besoknya biasa z ky ga ada apa apa..
2023-06-06
0
Adiba Shakila
aku kesini karna baca Aa Attar 😁
2022-11-06
0
erenn_na
ohh, kisah cintaku 🤭🤭🤭😢
2022-10-26
0