Evelyn mengerjapkan kedua matanya. Manik hitam milik gadis itu sedikit menyipit akibat silaunya sinar matahari pagi yang menembus lewat jendela kaca yang pecah di ruangan itu.
Evelyn mendudukkan badannya, melipat kedua tangannya lalu memejamkan kedua matanya. Bibir gadis itu merapalkan doa-doa suci yang selalu dilakukannya setiap pagi.
Setelah berdoa sejenak, Evelyn menipiskan bibirnya. "Awali semuanya dengan baik Elin." lirihnya. Kemudian bangkit dari karpet tipis itu, melipat selimutnya lalu meletakkannya di atas meja. Kemudian menggulung karpet alas tidurnya, meletakkannya di tempat dia menemukannya semalam.
Ditelusurinya lagi ruangan ini, sedikit lebih terang akibat sinar matahari yang masuk melalui celah jendela. Evelyn kini sedang mencari-cari kamar mandi di ruangan itu, tapi tidak ada.
Akhirnya Evelyn keluar dari bangunan itu dengan hati-hati mendorong pintu yang rapuh itu. Setelah lima menit mencari, akhirnya menemukan kamar mandi kecil yang terletak di samping bangunan yang sedikit lebih besar dari kamarnya.
Evelyn menggunakan kamar mandi itu untuk mandi dan keperluannya yang lain.
Setelah selesai mandi, Evelyn berjalan menuju rumah utama. Dia akan mengerjakan tugas-tugasnya seperti biasanya. Sebelumnya, dia menuju dapur dulu, ingin mengisi perutnya yang sudah kelaparan.
Ketika sampai di dapur, Evelyn mengerutkan keningnya. Biasanya setiap pagi, gadis itu sudah mendapati banyak makanan di atas meja makan. Tapi pagi ini, meja makan kosong, tidak ada makanan di atas sana.
"Kau mencari makanan?" tiba-tiba suara bariton dari Aaron mengejutkannya dari pintu ruang makan.
"Tu.. tuan." menundukkan kepalanya.
Pria itu tersenyum sarkas seolah merendahkan Evelyn. "Hidupmu terlalu enak di rumah ini. Jika kau ingin makan, masak saja sendiri. Aku tidak ingin Kane repot-repot memasak makanan untuk anak pembunuh sepertimu!" ucapnya dingin.
Darah Evelyn mendidih seketika, dirinya sungguh tidak terima dikatakan sebagai anak seorang pembunuh. Gadis itu bersiap untuk melontarkan sumpah serapah kepada pria itu, tapi gagal, karena Aaron sudah pergi meninggalkan ruangan itu.
Evelyn hanya bisa mengepalkan tangannya, dan menjerit dalam hati, "Daddy-ku bukan pembunuh." Air matanya lagi-lagi lolos begitu saja dari manik hitam gadis itu.
"Nona..." panggil Kane dari belakang tiba-tiba mengejutkan Evelyn.
Evelyn berbalik, "Iya Kane?" jawabnya sambil mengusap air matanya yang masih mengalir.
"Mari ke dapur Nona, kita akan memasak sarapan untuk Nona." ajak Kane.
"Iya. Baik Kane." mengikuti Kane menuju dapur.
Evelyn menatap nanar apa yang ada di depannya saat ini. Beberapa butir telur di sebuah keranjang kecil dan seonggok beras di dalam baskom kecil.
"Kane?" meminta penjelasan pada kepala pelayan itu.
"Maaf... maaf kan saya Nona. Saya tidak bisa membantu Nona." Kane menundukkan kepalanya, air matanya sudah tidak tertahankan lagi.
Wanita paruh baya itu ikut sedih, membayangkan Evelyn yang hanya akan memakan sebutir telur setiap harinya. Dan beras yang sudah nampak menguning itu dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Tangan Evelyn mengusap bahu wanita itu, "Jangan minta maaf Kane, ini bukan salahmu. Ini sudah menjadi takdirku." ucapnya sambil tersenyum pada Kane.
Padahal dalam hatinya, gadis itu sudah menjerit putus asa menghadapi semua ini.
"Duduklah Kane." menunjuk kursi yang ada di dapur itu.
"Aku akan memasak sarapanku dulu."
"Biarkan saya membantu Nona." tawar Kane.
"Tidak Kane, nanti Tuan memarahimu jika kau membantuku." mendorong pelan tubuh Kane agar duduk di kursi.
TBC ☘️☘️☘️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Susan Susanah
aku baru baca dr awal,,sudah meneteskan air mata,,,satu kata buat KK Thor adalah kejam,,,
2023-01-28
0
siti yanti
bener-bener ni si Aaron minta dijitak
2022-05-29
0
Juliezaskia
swamu laknat
2021-12-04
0