Tiga hari sejak kejadian Josh pingsan, semua tampak semakin jelas.
Celine kembali terbang ke Singapura dengan alasan melakukan perjalanan bisnis. Meninggalkan aku dan Josh dengan pengawasan bak anjing penjaga oleh Diana.
Ya hanya kami berdua. Sebelum Celine pergi, dia memerintahkan Rikian untuk mengurusi villa di luar Jakarta untuk dibenahi.
Meninggalkan pekerjaan maha penting Rikian hanya untuk Diana seorang.
Yang membuat Diana semakin buas dan semakin berkuasa dalam mengontrol kondisi Josh.
Sementara itu, Celine tidak pernah lagi berbasa-basi menanyakan perkembangan ingatan Josh Rainer kepadaku.
Sepertinya dia yakin apa yang dia lakukan bersama Diana sukses besar menahan ingatan Josh untuk kembali sekaligus melemahkan fungsi motoriknya.
Tanpa dia tahu, Josh Rainer adalah pemenang dari permainan ini.
Di tengah pengawasan yang ketat, Josh Rainer dapat mengelabui suster menyebalkan itu dengan terus rutin meminum obat yang kuberikan.
Sebaliknya, dia berakting meminum obat di depan Diana dan memuntahkannya diam-diam saat tangan kanan Celine itu keluar dari kamar.
Untuk mengelabui Diana, Josh Rainer masih berpura-pura lemas dan terkadang pingsan di pangkuanku dalam tiga hari terakhir ini.
Terkadang, aku bisa melihat Diana tersenyum licik saat kami tidak memperhatikannya.
Aku berkali-kali memohon kepada Diana agar Josh Rainer dapat dilarikan ke rumah sakit. Tentunya hanya pura-pura hanya untuk menguji tindakannya.
Tentu saja dia selalu menolak dengan alasan tidak boleh ada tindakan yang memicu perhatian publik, karena itu dia percaya obat resep dariku yang dia palsukan dapat segera membuat Josh kembali pulih.
Sungguh omong kosong.
Dari semua yang terjadi, yang membuat aku paling kesal adalah semakin sulitnya berkomunikasi dengan Josh.
Semenjak kejadian Josh pingsan dan meninggalkan kertas partitur untukku, tidak ada lagi interaksi antara kami. Diana selalu memelototi gerak-gerik kami selama aku di kamar Josh.
Beberapa kali Josh pura-pura pingsan saat sedang terapi agar Suster Diana pergi memanggil asisten rumah tangga di bawah.
Namun cara itu sia-sia. Dia selalu memanggil ART dengan walkie talkie yang Celine berikan sebelum pergi ke Singapura.
Ya, Celine dan Diana semakin membatasi ruang gerak aku dan Josh.
Apakah mereka mencium upaya pemberontakan dari kami?
Entahlah. Satu hal yang harus segera kulakukan saat ini adalah melanjutkan instruksi Josh yang ada di dalam kertas partitur.
Kertas yang kini terlipat rapi di dalam tasku.
Saat aku menemukannya kemarin, aku hanya memperhatikan bagian depan yang ada partiturnya.
Padahal, masih ada coretan tersembunyi yang disiapkan Josh dibelakang partitur.
Josh yang banyak akal itu menuliskan alamat rumah orang yang bisa membantunya beserta nomor telepon dan ekstensinya.
Selain itu, dia juga menulis permintaan untukku.
“Yakinkan nenekku bahwa aku bisa saja mati dalam waktu dekat.”
Saat pertama kali aku membacanya, badanku refleks gemetar. Setelahnya, air mataku menetes deras tak bisa ditahan.
Aku tidak menyangka keputusan untuk menjadi dokter pribadi seorang Josh Rainer membawaku ke situasi berbahaya seperti saat ini.
Secara tidak langsung, Josh ingin mengatakan hidup dan mati dirinya ada di tanganku.
Semuanya tergantung aku.
Aku tidak bisa lari.
Aku sudah berjanji untuk membantunya.
Aku harus berjuang untuk hidupnya.
Rasanya baru kemarin, aku merasa tercabik karena menyaksikan kematian belahan jiwaku.
Kini, aku harus berhadapan dengan kemungkinan kematian di sekitarku sekali lagi. Kali ini semuanya tergantung beban yang ada di pundakku.
Aku mencoba menuruti kata hatiku.
Selena, lakukan lah yang menurutmu benar.
Dan aku percaya membantu Josh Rainer saat ini adalah hal yang benar.
Bippp…Bipp…Bipp
Lamunanku tiba-tiba terganggu dengan dering nyaring telfonku.
Di ujung sana, suara laki-laki lantang menyapaku. “Aku sudah di depan istana nya Pangeran William.”
Itu suara Gery. Dengan lawakan konyolnya yang biasa.
“On the way,” kataku sembari menutup telfon. Aku memastikan membawa surat dan dompet didalam tas jinjingku.
Aku juga memastikan bahwa tidak ada alat penyadap apapun yang menempel di tas dan pakaianku saat ini.
Inilah saatnya. Misi dimulai.
Aku setengah berlari menuju luar rumah Josh Rainer.
Sebelum keluar rumah, aku melewati kamar Josh Rainer dan mengintip. Diana masih didalam sana mengawasi Josh.
Semoga kamu baik-baik saja sampai bantuan datang, Josh.
Aku lalu menemui Gery yang sudah menunggu di depan pagar rumah Josh. Dia melemparkan helm padaku.
"Selena."
Gery tampak ingin mempengaruhiku. Namun aku tetap pada keputusanku.
"Kita ke Sentul, Bogor sesuai rencana," tegasku.
"Masih ada waktu untuk mengubah rencana," kata Gery.
"Kamu gak seharusnya terlibat di urusan keluarga orang, Selena."
"Gery, kamu udah setuju buat bantu aku kan?"
"Aku hanya khawatir padamu. Kalau ibu pemilik rumah ini bisa meracuni darah dagingnya sendiri, coba tebak apa yang bisa dilakukan padamu?" kini Gery meletakkan tangannya di kedua pundakku.
"Gery, justru dengan begini aku akan menyelesaikan semua masalah ini, oke?" aku coba meyakininya sambil naik diatas motor Gery.
Gery masih bergeming tidak mau naik ke atas motornya.
"Mau aku yang bawa motornya nih?" aku menggodanya.
Gery tampak manyun. Aku tahu sahabatku ini khawatir pada keselamatanku.
Tadi malam aku memutuskan untuk menceritakan semua keganjilan yang terjadi pada Gery.
Namun aku tidak cerita perihal kecurigaanku terhadap Becca. Aku takut Gery malah bias dan tidak mendukungku karena dia masih punya rasa yang tertinggal untuk Becca.
Aku berencana untuk bertanya dulu dengan Becca Sabtu besok, saat aku ke rumahnya untuk memberikan uang ganti rugi yang diminta ibunya.
Disitu, Becca harus menjelaskan apakah dia terlibat dalam masalah keluarga Josh atau tidak.
Gery akhirnya luluh dan menaiki motornya. Butuh waktu kira-kira dua jam untuk menuju alamat rumah yang kami tuju dengan menggunakan motor.
Aku mengecek jam dan kemungkinan kami akan tiba disana pukul 7 malam.
"Pegangan, jangan sampai kebawa angin," ucap Gery sambil sewot padaku.
Sepanjang jalan, aku menggigiti bibir sambil mengingat kembali apa yang kulakukan dua pekan terakhir.
Aku membahayakan diriku sendiri.
Mungkin tindakanku ini juga akan membahayakan orang-orang disekitarku.
Ibuku, Ayahku, Gery, Anna.
Sementara aku berhadapan dengan keluarga berkuasa yang bisa menghancurkan aku segampang membersihkan debu.
"Selena," Gery mengajakku bicara di jok depan.
"Kenapa kamu gak kabur aja? Ini bukan masalahmu loh," Gery ternyata masih belum berhasil kujinakkan.
"Aku digaji Rp500 juta, terus kabur dari pekerjaanku. Menurutmu masih ada yang mau nawarin aku kerja gak setelah itu? Aku bisa berakhir di penjara dan jadi pengangguran seumur hidup," balasku sekenanya.
Gery tampak terdiam sebentar sebelum melanjutkan lagi.
"Atau kenapa gak ke polisi aja? Kan kamu udah bawa buktinya tuh coretan tangan Josh Rainer," Gery masih belum menyerah.
Ya, aku juga sempat memikirkan pilihan ini.
Namun, jika aku gegabah langsung melaporkan ke polisi dengan satu bukti ini, aku takut status keluarga Celine akan membantunya keluar dari tuduhan begitu tampang.
Dan lebih jauh lagi, aku takut dua pilihan ini akan mengarah pada terancamnya keselamatan Josh Rainer.
Aku adalah dokter dan tugasku adalah menyembuhkan yang membutuhkan.
Dan aku rasa sudah keharusanku memastikan keselamatan Josh Rainer sesuai dengan perjanjian yang kusetujui dengan Celine.
Walaupun aku kini menyadari semua perjanjian itu palsu.
Entah untuk apa.
Terlepas dari itu semua, ada yang lebih mengangguku.
Pertemuan dengan Nenek Josh Rainer yang aku yakin tidak akan mudah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Yeni Eka
Thor coba karyamu ini ajukan kontrak, kalau sudah kontrak, yang baca akan banyak karena di promosikan di noveltoon.
Ini novel paling bagus yang aku baca di noveltoon
2021-03-08
1
Yeni Eka
Jangan2 josh lah justru yang jahat.
2021-03-08
1
Novianti Ratnasari
thour karya mu top markotop.dari setiap episode byj teka teki yg blum bisa di tebak.
2021-03-03
1