Menjaga Rahasia

Diah berhasil menyusul Melani dan langsung mencekal lengannya.

“Ada apa denganmu, Mel? Kenapa kamu tiba-tiba lari setelah menerima telepon?” tanya Diah dengan nada penasaran.

Melani tidak langsung menjawab. Dia malah memeluk Diah dan menangis tersedu-sedu. Diah jadi tambah bingung. Dia mencoba menenangkan sahabatnya.

“Tenangkan hatimu, Mel. Jelaskan, apa yang terjadi?” ucap Diah lembut.

Melani masih belum bisa bicara. Diah tanggap, mungkin Melani tak ingin pembicaraan mereka didengar orang lain. Dia lalu membawa Melani ke dalam ruang meeting yang ada di sebelah koridor. Ruangan itu tak ada orang kecuali saat rapat. Mereka bisa bicara tenang tanpa takut ada yang mendengar. Diah mengunci pintu dulu sebelum kemudian menghampiri Melani yang duduk di kursi. Dia membiarkan Melani menumpahkan penat dalam dadanya. Setelah dilihat tangisnya mulai reda, Diah kemudian mulai bertanya.

“Tolong jelaskan, Mel, apa yang sebenarnya terjadi? Siapa orang yang menelepon kamu tadi?”

Melani tidak segera menjawab. Dia menggigit bibirnya, menahan kepedihan yang terasa menyayat-nyayat batin. Masih ada kebimbangan menjerat hatinya untuk mengatakan hal sebenarnya. Namun rasa berat menanggung beban yang begitu besar menghimpit dadanya seakan tak memberinya banyak pilihan. Dia mesti mencurahkan semua ini agar hatinya lebih ringan dan tenang. Dia juga membutuhkan orang yang mampu memahami dan mengerti keadaannya. Dan tak ada lagi orang yang bisa dipercayainya selain Diah.

Dengan suara serak dan terbata-bata Melani akhirnya mengungkapkan kenyataan pahit yang menimpa dirinya. Dia ceritakan kronologis kejadian yang membuat hidupnya hancur berantakan. Bayangan pemerkosaan itu terus menghantuinya siang dan malam. Apalagi si pemerkosa tak berhenti dengan perbuatan kejinya di toilet malam itu. Dia terus membuntuti dan meneror dirinya lewat telepon. Diah sangat terkejut mendengar pengakuan Melani. Tanpa sadar air matanya menitik membasahi pipi. Dia bisa ikut merasakan penderitaan dan siksaan batin yang dirasakan sahabatnya itu. Hatinya sedih dan prihatin. Dia lalu memeluk Melani untuk menghibur dan menenangkannya.

“Ya, Tuhan! Kenapa semua ini bisa terjadi padamu, Mel? Sungguh kejam dan biadab orang itu! Kamu tak boleh biarkan dia meneror dan menghancurkan hidupmu. Kamu harus laporkan dia pada polisi!” seru Diah jadi ikut geram.

“Tidak, Di! Aku tak mau masalah ini diketahui orang luar. Aku sebenarnya agak terpaksa menceritakan semua ini padamu, tapi karena aku sudah mempercayaimu. Tidak ada lagi orang yang tahu selain kamu. Bahkan keluargaku tak kuberitahu masalah ini. Aku tak mau membuat mereka jadi sedih. Aku butuh orang yang mau mendengar curahan hatiku!” ujar Melani terbata-bata.

“Tapi, Mel, kamu tak bisa membiarkan masalah ini berlalu begitu saja, apalagi orang itu masih menerormu!”

“Aku tahu, Di. Tapi aku tak ingin masalahku ini nanti diketahui umum. Di mana aku harus menyembunyikan mukaku? Karirku bisa hancur, nama baik keluargaku ikut tercemar, dan lebih dari itu aku akan terus dibayangi rasa malu karena diriku sudah ternoda. Aku tak mau dibebani oleh semua itu, Di.”

Diah tercenung. Dia mengerti dengan perasaan Melani. Memang berat menjalani hidup sebagai korban perkosaan. Selain merasa kehilangan harga diri dan harus menghadapi masa depan yang suram, jiwa sang korban pemerkosaan juga dihantui trauma menyakitkan. Mereka harus menanggung beban yang tidak ringan. Belum lagi pandangan masyarakat terhadap korban pemerkosaan yang kadang lebih kejam dari tindakan sang pemerkosa. Korban perkosaan akan mendapatkan stigma dan cemoohan dari orang-orang di sekitarnya. Mereka akan terkucil dan terasing dalam pergaulan!

Tapi Diah juga tak bisa membiarkan sahabatnya itu terus dihinggapi ketakutan dan kecemasan yang membuat hidupnya tidak tenang, apalagi setelah mendapat teror dari sang pemerkosa. Tindakan si pemerkosa benar-benar telah melewati batas perikemanusiaan. Dia bukan hanya telah menghancurkan hidup dan masa depan Melani, tapi juga menanamkan luka yang dalam di hati wanita itu. Sepanjang hidupnya Melani akan terus dibayangi trauma akibat perkosaan!

“Aku mengerti dengan perasaanmu, Mel. Tapi jika persoalan ini kamu biarkan begitu saja, hidupmu akan terus terganggu. Pemerkosa biadab itu akan terus menerormu. Hidupmu tidak akan tenang selama dia masih berkeliaran di luar sana. Jiwamu akan terus dicekam ketakutan dan kengerian. Kamu harus melaporkan dia pada polisi dan menjebloskannya dalam penjara agar dia tidak mengulangi perbuatannya!” tegas Diah membujuk Melani.

“Tapi, Di, pemerkosa itu telah mengancamku jika sampai aku lapor polisi. Aku takut, Di. Dia akan berbuat lebih kejam lagi padaku!” ujar Melani dengan suara menggigil ketakutan.

“Justru karena itu, Mel. Kamu butuh perlindungan. Dan perlindungan itu hanya bisa kamu dapatkan dari polisi. Tindakan si pemerkosa yang masih menerormu melalui telepon akan lebih memudahkan tugas polisi untuk menangkapnya!” yakin Diah.

Melani tercenung. Kata-kata Diah membuat pendiriannya jadi goyah. Dia mulai mempertimbangkan untuk memenuhi tawaran sahabatnya itu.

“Kamu tak perlu takut masalahmu ini akan mencuat keluar. Kamu nanti bisa meminta polisi untuk tidak mengekspos kasus ini. Kita minta polisi menyelidiki kasus ini secara diam-diam. Aku yakin, polisi pasti bersedia memenuhi permintaanmu!” lanjut Diah mencoba meyakinkan sekali lagi.

Melani mendesah panjang. Dengan agak berat dia lalu menganggukkan kepala. “Baiklah, Di. Aku penuhi saranmu. Tapi masalahnya, aku tak begitu mengenali wajah si pelaku…,” ucap Melani pesimis.

“Kamu sama sekali tak melihatnya?”

Melani menggeleng lesu. “Keadaannya waktu itu sangat gelap, Di.”

“Tapi setidaknya kamu mungkin mengenal cirri-cirinya. Mungkin orangnya tinggi, kekar, berkumis, pakai parfum merk apa, gitu?”

“Aku tidak begitu ingat, Di. Yang jelas sosoknya tinggi ramping, kira-kira sepuluh centi di atasku. Dia tidak berkumis, parfumnya agak-agak bau Dior, lalu… rambutnya agak cepak, karena aku sempat menjambaknya!”

“Apakah kamu yakin dia orang dalam, bukan orang luar?”

“Siapa lagi yang bisa melakukan perbuatan itu di dalam toilet kantor, Di? Apalagi dia juga mengenali nomer ponselku. Sayang, nomernya dirahasiakan. Di kantor ini ada puluhan karyawan laki-laki. Aku tak mungkin menuduh salah seorang dari mereka. Orang itu tentu juga tak akan menampakkan dirinya secara mencolok sebagai pelakunya.”

“Mungkin ada beberapa orang yang patut kamu curigai, Mel?”

“Aku sebenarnya tak hendak menuduh, tapi aku curiga pada Rico dan Toni. Juga Pak Frans. Kamu masih ingat dengan kejadian waktu aku dibuntuti seseorang saat pulang kantor malam-malam kemarin, Di? Saat itu aku bertemu Pak Frans di tempat parkir. Tapi aku masih ragu, apakah orang seperti Pak Frans tega berbuat serendah itu?”

“Semua orang patut dicurigai, Mel. Kedudukan dan status sosial yang tinggi tak menjamin seseorang memiliki moralitas tinggi pula. Aku sependapat denganmu, kayaknya hanya tiga orang itu yang patut dicurigai. Karena merekalah yang selama ini menaruh perhatian padamu!”

“Tapi tolong, Di. Jangan buka dulu rahasia ini pada orang-orang!”

“Jangan khawatir, Mel. Aku akan jaga rahasia ini baik-baik. Kamu juga tak usah khawatir dengan teror si pemerkosa. Kamu jangan pedulikan ocehannya. Sebaiknya kamu konsentrasikan pikiranmu pada pekerjaan. Kalau kamu masih takut berangkat dan pulang sendiri, biar nanti aku minta Deni untuk mengantarmu. Nanti saat jam makan siang aku akan temani kamu ke kantor polisi. Oke?”

Melani hanya mengangguk, menuruti saran dari Diah.

“Ya, sudah. Sekarang hapus air matamu. Jangan perlihatkan kesedihan hatimu di hadapan orang-orang. Bersikaplah yang wajar dan biasa. Nanti jika ada telepon berdering, biar aku yang mengangkatnya!” tandas Diah memberi instruksi.

Melani mengangguk-angguk. Dia kemudian menghapus air mata yang masih membekas di pipinya. Dia juga membenahi kembali bajunya agar tidak terlihat kusut. Selanjutnya dia keluar dari ruangan bersama Diah. Ketika kembali ke ruang kerjanya, beberapa pasang mata memperhatikan mereka. Perasaan Melani jadi tidak nyaman. Tapi Diah mengisyaratkan agar tidak mempedulikan pandangan orang-orang. Dia mesti bersikap wajar dan biasa saja, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Terpopuler

Comments

Tania Sekayu

Tania Sekayu

masih bingung mau komen apa🤔

2022-09-19

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!