Herdi Point of View
"Ternyata selama ini Sasha salah sangka. Itu mengapa sikapnya berubah semenjak 2 bulan terakhir ini. Saat itu Lala mengajakku ke café dekat kampus. Mau nugas skripsi katanya. Aku tidak menolak ajakannya, mengingat aku juga terlalu sering menghindar darinya. Mungkin kalian bertanya-tanya, mengapa aku harus menghindar. Itu karena aku sedikit risih dengan Lala. Tidak jarang sikapnya selalu menunjukkan perhatian lebih padaku. Sering mengajak jalan bareng, selalu intens untuk menghubungiku, terlebih lagi memberikan sentuhan fisik. Entah ia sengaja atau tidak, tapi aku merasa tidak nyaman. Seperti kejadian di saat itu, ia memegang tanganku. Dan sialnya Sasha melihatnya. Sungguh, jika waktu itu bisa diputar ulang, sumpah aku akan menolak ajakan Lala untuk bertemu."
***
Studio Foto
“Astaga itu temen sekelas aku Sha, aku sama dia nggak ada apa-apa. Kita waktu itu cuman bahas skripsi. Bantuin dia nyelesein skripsinya juga. Serius. Kalau perlu mau aku telfonin dia biar kamu juga denger penjelasannya?”
“Tapi kenapa harus megang tangannya Mas Herdi? Bisa jelasin mas yang masalah itu?” Tanyaku sedikit ketus.
“Aku juga nggak tau kenapa bisa seperti itu, yang jelas aku juga langsung menarik tanganku dan sama sekali tidak meresponnya."
“Mas Herdi bohong,” Aku membalikkan badan seraya ingin melarikan diri darinya. Tapi dia menarikku hingga tubuh kami saling berhadapan bahkan hampir menempel dan ia menatapku dalam.
“Oke sekarang kamu mau apa? Kamu mau aku jauhin dia? Akan aku lakuin Sha. Apapun. Asal kamu nggak marah lagi. Dan soal dia, harusnya kamu udah tahu siapa yang aku suka. Kamu yang aku kenalin ke orang tua aku, kamu yang aku ajak kesini, dan cuman kamu juga wanita yang aku ajak jalan. Harusnya kamu ngerti.” Tangan Mas Herdi memegang erat tangan kiriku.
Entah mengapa mataku seperti mulai basah. Semakin Mas Herdi menatapku, semakin berat aku menahan air mataku agar tidak jatuh. Mas Herdi tahu aku sedang menahannya, hingga ia tak tega melihat air mataku keluar, ia langsung memelukku dan membelai rambutku.
“Maafin aku udah bikin kamu salah paham. Aku janji akan lebih peka lagi. Aku sayang kamu. Dan untuk terakhir kalinya aku ingin tanya Sha. Aku nggak akan mengulangi perkataanku lagi tentang hal ini.”
“Apa?”
“Aku pengen ngejalin hubungan sama kamu. Bukan sekedar pacaran, tapi juga komitmen yang nantinya aku pengen kamu jadi istri aku. Tunggu aku sebentar lagi, ketika aku sudah mendapatkan pekerjaan yang layak, aku akan segera membawa orangtuaku ke rumahmu.”
"Kalau misalnya aku nolak ?"
"Oh bagus kalau gitu."
"Loh kok bagus."
"Iya bagus. Soalnya kalau kamu nolak buat pacaran sama aku, besok kita langsung nikah."
Kami bertatapan sekian detik. Dengan sedikit lelehan air mata dan tersenyum karena ucapannya, aku mengangguk. Mas Herdi tersenyum lega dan mengusap pipiku.
Kemudian aku ingin menanyakan sesuatu kepadanya.
“Mmm.. mas, maksud Mas Herdi waktu mengirimiku pesan itu apa?”
“Yang mana?”
“Yang Mas Herdi bilang pengen nemuin aku sebelum kamu pergi. Emangnya Mas Herdi mau pergi kemana?”
“Nggak kemana-mana sih, tapi kan emang bener sebelum aku pergi, pergi dari kampus maksudnya. Hahaha..”
“Ih.” Tanganku mencubit perutnya karena kesal. Mas Herdi sudah membuatku berpikir macam-macam.
Mas Herdi tiba-tiba menggandeng tanganku.
“Masuk lagi yuk, aku pengen kenalin kamu ke orangtuaku.”
“Hah? Kan udah mas tadi.”
“Sekarang beda. Aku mau ngenalin kamu sebagai pacar aku.”
Setelah masuk kedalam, benar saja Mas Herdi langsung membawaku dihadapan orangtuanya.
“Loh mas, dari mana sih. Ini loh mamah udah milih beberapa foto yang bagus buat dicetak sekalian. Si papa juga udah ikut-ikutan milih nih. Kalo kamu mau yang mana?” Tanya Tande Dewi kepada Mas Herdi.
“Pah, mah, kenalin ini Sasha.”
Tande Dewi dan Om Ridwan sama-sama tersenyum heran.
“Haha, iya mas udah tahu. Kan tadi udah dikenalin.” Kata Om Ridwan.
“Beda pa, tadi siang masih gebetan, sekarang udah pacaran.” Jawab Mas Herdi dengan penuh percaya diri.
“Hahaha.. gercep ya mas kamu, keburu takut diambil orang.” Kata Om Ridwan.
“Hahaha.. nurun papa ya kalau urusan cewek mah pinter. Sha, kamu harus sabar-sabar ya sama si mas. Omelin aja nggakpapa kalau dianya udah mulai nggak bener.” Sambung Tante Dewi.
“I-iya tante.” Aku hanya bisa menjawab dengan menahan sedikit rasa malu.
***
Aku dan Mas Herdi resmi jadian. Aku tidak pernah menyangka bahwa aku menghindar darinya selama 2 bulan dan sekalinya bertemu malah langsung jadian. Hampir 2 tahun lebih aku tidak memiliki minat untuk berpacaran lagi, seakan sudah tidak memiliki hasrat untuk mencintai siapa-siapa lagi. Tapi sekarang Mas Herdi datang dan meyakinkan aku, hingga aku mau menerimanya. Ingin aku memberitahunya bahwa ia sudah berhasil.
Drrrtttt.. Drrrtttt…..
Kenapa momennya pas sekali, aku memikirkannya dan dia langsung menghubungiku.
“Halo mas?”
“Iya halo, Sha kamu dirumah?”
“Iya mas gimana?”
“Aku mau dateng.”
“Ngapain mas?” Sambil mengernyitkan dahi.
“Nggakpapa, aku mau dateng aja."
Aku tidak mengerti dengan maksud Mas Herdi ingin datang ke rumahku. Kupikir ia akan mengajakku untuk jalan, sehingga aku akan mandi dan bersiap-siap agar nantinya langsung bisa pergi.
Hampir satu jam aku bersiap-siap, aku mendengar suara motor yang terhenti didepan rumah. Aku yakin itu pasti Mas Herdi. Aku segera beranjak untuk menemuinya.
“Mas..” Sapaku.
“Loh Sha, mau kemana? Rapi amat.”
“Hah? Bukannya Mas Herdi kesini untuk ngajakin aku jalan?”
“Enggak. Aku kesini sebenernya bukan untuk nemunin kamu sih Sha.”
“Terus?”
“Aku pengen ketemu ayah kamu.”
“Hah?”
“Boleh aku masuk?”
“Emang mau ngapain sih mas?”
“Haha, makanya izinin aku ketemu ayah kamu dulu, nanti kamu juga paham.”
Setelah itu aku memanggil ayah kalau Mas Herdi ingin menemuinya. Lalu Mas Herdi memulai berbicara apa maksud kedatangannya kesini.
“Pak." Mas Herdi mencium punggung tangan kanan ayah.
“Oh Nak Herdi tumben dateng kesini. Ada apa? Ayo duduk dulu.”
“Iya pak, kemarin masih ngurus yang buat wisuda, jadinya belum sempat kesini lagi.”
“Oh gitu.. selamat ya udah lulus akhirnya. Tolong tularin ke Sasha ya Her biar dia termotivasi belajarnya, biar cepet lulus juga.” Ayah mengatakannya sambil tertawa. Sedangkan aku hanya melirik ayah untuk mengodenya agar tidak menggodaku.
“Haha iya pak pasti. Mmm.. jadi gini pak, kedatangan saya kesini mau minta izin sama bapak kalau Herdi ingin menjalin hubungan dengan Sasha. Untuk sekarang memang masih dalam tahap pacaran sih pak, tapi setelah mendapatkan pekerjaan nanti dan finansial saya sudah cukup mendukung, saya akan meresmikan hubungan ini ketahap pernikahan. Jadi saya mohon sama bapak izinkan saya untuk menjalin hubungan dengan anak bapak.”
“Bukannya dulu kamu udah bilang kalau kamu pacarnya Sasha ya? Kok lucu sekarang baru minta izin?” Jawab ayahku dengan sedikit tersenyum.
“Dulu memang sudah pacaran pak, tapi cuman sepihak. Hanya saya yang setuju. Tapi kalau sekarang Sasha sudah menerima dan sudah setuju.”
“Apa yang kamu suka dari Sasha?”
“Saya nggak akan bilang karena Sasha itu cantik ataupun baik. Tapi saya suka Sasha karena dia Sasha. Saya ingin menjalin komitmen dengannya dan suatu hari ingin menikahinya."
Jawaban Mas Herdi membuatku menatapnya dan ayah yang mendengarkan tersenyum simpul.
“Nak, silahkan kamu menjalin hubungan dengan anak saya. Tapi ingat, jangan sekali-kali melecehkannya. Jika itu terjadi, bapak tidak segan-segan membuatmu menyesalinya seumur hidup. Silahkan menjalin hubungan sewajarnya. Bapak harap kamu bisa membantu bapak menjaga Sasha.” Ucap ayah sembari meletakkan tangannya ke pundak Mas Herdi.
🎬⚘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Sela Raihan
calon suami idaman ..
2021-02-19
0
Ledista Deanur
suka thor
2021-01-30
0
Garzah Ra
hmmmm
2021-01-10
0