Cafe
“Sha, Sha. Bukannya itu mas-mas yang kemaren ya? Yang duduk ngobrol bareng kita itukan? Mmm… siapa ya, Heru bukan?” Telunjuk Zizi menepuk-nepuk dagunya sendiri sembari mengingat nama Mas Herdi.
“Mas Herdi..” Aku kaget melihat Mas Herdi sedang berduaan dengan seorang wanita di café dekat kampus.
“Oh iya Herdi ya namanya. Sama siapa ya dia? Kok cewek itu megang tangannya sih?" Tanya Zizi.
“Ah nggak tau ah. Udah yuk nggak usah diliatin.”
Aku bener-bener nggak nyangka Mas Herdi bisa langsung akrab ke perempuan lain. Ternyata Mas Herdi begitu orangnya. Cukup tahu saja. Batinku.
***
Drrrttt… Drrrttt…
Saat akan pulang dari kuliah ponselku berdering. Aku tidak mengangkatnya. Itu Mas Herdi. Aku akan memilih untuk mengabaikannya.
Beberapa hari ini terasa hambar. Entah karena apa aku jadi tidak berselera untuk melakukan sesuatu. Tiba-tiba tanganku ditarik dan seketika aku langsung berhadapan dengan orang yang menarikku.
“Mas Herdi?"
“Sha, kok nggak diangkat?”
“Mas Herdi ngapain ke kampus?”
“Ngurus yudisium. Udah selesai dari tadi siang. Tapi aku nunggu dikampus dulu sampe sore ini.”
“Oh” Jawabku singkat.
“Kenapa nggak diangkat Sha?”
“Oh Mas Herdi telfon ya? Maaf mas akunya nggak denger.”
“Mmm.. iya nggakpapa. Mau makan dulu nggak Sha?”
“Enggak deh mas. Aku mau langsung pulang aja.”
“Oh gitu, yaudah deh. Aku anterin pulang ya Sha?”
“Nggak usah mas, aku bawa motor sendiri. Duluan ya.”
Kenapa dingin sekali? Apa salahku? Batin Herdi.
***
Pada malam hari Herdi sibuk membolak-balikkan badannya kekanan dan kekiri agar bisa tertidur. Nyatanya sikap Sasha hari ini membuatnya tidak bisa tidur.
“Kenapa tiba-tiba Sasha berbeda? Kenapa sikapnya berubah? Apa sebenarnya dia menghindar karena menolak ajakanku untuk pacaran? Arrrgggghhh… pokoknya besok aku harus temuin dia dulu.”
***
Hampir 2 bulan berlalu kami semakin menjauh. Aku jarang mengangkat telfon dari Mas Herdi dan selalu beralasan jika ia mengajakku keluar. Tiba-tiba aku mengingat sesuatu, ternyata sebentar lagi Mas Herdi wisuda. Mungkin aku tidak akan datang. Entahlah, aku tidak minat datang.
Drrrttt…. Drrrrtttt….
Ponselku berbunyi dan aku mengecek ada pesan dari Mas Herdi.
📲 “Sha, gimana kabar kamu sekarang? Kita jarang bertemu ya sekarang."
Pesan itu aku abaikan hingga ia mengirim lagi.
📲 "Sha, lusa aku wisuda. Aku harap kamu bisa dateng ya. Aku ingin bicara sesuatu sebelum aku pergi.”
Pesan dari Mas Herdi membuatku penasaran. Apa maksudnya pergi? Pergi dari kota ini ini ? atau.....
***
Hari wisuda Mas Herdi tiba. Semalaman aku bingung apakah aku akan datang atau tidak. Akhirnya aku memutuskan untuk datang. Entah apa nanti yang akan terjadi, terjadilah.
“Sha, mau kemana?"
“Mau ke kampus bu."
“Bukannya libur ya?”
“Mmm… ke wisuda Mas Herdi.” Jawabku lirih.
“Loh, nak Herdi wisuda?”
Aku menganggukkan kepala.
“Titip salam ya buat calon mantu.” Ibu tersenyum menggodaku.
“Ih. Apasih.” Raut wajahku kecut.
***
Setelah sampai dikampus, aku langsung menuju ke gedung untuk acara wisuda. Banyak sekali orang disana. Sambil duduk ditaman depan gedung, aku masih melihat orang-orang sekitar.
Kemudian aku melihat sosok itu. Mas Herdi. Melihat senyumnya, betapa bahagianya dia dikelilingi banyak wanita yang mengantri untuk memberikan bunga dan mengucapkan selamat padanya. Banyak juga yang menempel pada Mas Herdi untuk berfoto ria bersamanya. Aku hampir menyesal karena sudah datang.
Ketika sudah tidak begitu ramai aku berdiri dari dudukku dan melangkahkan kakiku menuju ke Mas Herdi. Ketika aku menoleh, aku melihat seorang wanita yang menurutku tidak asing lagi. Aku menghentikan langkahku lalu memandangi wanita itu. Dia menghampiri Mas Herdi dan meraih tangannya untuk memberi selamat. Entah mengapa aku tidak tahan. Seketika aku membalikkan badanku dan aku ingin pulang. Anehnya...
“Sasha ! Sha, Sasha..” Mas Herdi ternyata melihatku dan berlari kearahku.
“Mmhh.. Mas Herdi, se-selamat ya.”
“Iya. Kok nggak nyamperin aku Sha. Aku seneng banget liat kamu dateng kesini.”
“Mmm.. iya, Mas Herdi keliatannya sibuk, jadinya aku pikir lebih baik balik dulu aja.”
“Enggak kok, aku dari tadi nungguin kamu. Ayo ikut aku.” Mas Herdi menggandeng tangan kananku.
Aku yang akan menolaknya sudah terlambat dengan tarikan tangan Mas Herdi.
"Pah, mah, kenalin ini Sasha yang sering aku ceritain.”
"Loh mas dapet bidadari dari mana ?" Ujar seorang laki-laki yang Mas Herdi panggil sebagai papa.
“Oh ini anaknya.. cantik.” Tante itu tersenyum kepadaku.
“Iya ya mah, kaya mamah pas jaman masih muda dulu.” Sambung si om.
Aku segera mencium punggung tangan om dan tante itu yang ternyata orang tua Mas Herdi. Tante Dewi dan Om Ridwan namanya. Canggung sekali rasanya berada disini. Terlebih lagi wanita yang sedang bersama Mas Herdi tadi sepertinya tidak suka dengan kehadiranku.
“La, kenalin ini Sasha.”
“Sha, ini temen aku Lala.”
Kami pun saling bersalaman karena Mas Herdi sudah saling mengenalkan. Entah bagaimana rasanya, aku sepertinya mengganggu kebersamaan mereka. Wanita itu melirikku sedikit kesal lalu berpamitan. Ketika dia sudah pergi, Mas Herdi mengajakku untuk foto studio bersama keluarganya.
“Yuk Sha, ikut ke foto studio ya.”
“Eh enggak usah mas, Sasha langsung balik aja.”
“Ah nggakpapa, ayo ikut aja.” Tiba-tiba tanganku digandeng mamahnya.
Aku merasa nggak pantes untuk ikut foto studio, karena aku merasa bukan siapa-siapa. Tapi jika kutolak ajakan dari mamahnya Mas Herdi akan lebih merasa nggak enak lagi.
***
Satu frame pertama Mas Herdi foto sendiri dengan memegang ijazahnya. Sesi kedua dilanjutkan foto bersama dengan kedua orangtuanya. Waktu sesi ketiga, aku diajak untuk foto bersama. Aneh rasanya. Begitu canggung tapi aku harus tetap senyum bagaimanapun caranya. Di akhir sesi, entah mengapa om dan tante turun meninggalkanku dan Mas Herdi yang masih diposisi yang sama.
Ternyata memang ini untuk sesi berdua saja dengan Mas Herdi. Aku diam. Mas Herdi juga diam. Seakan kikuk entah mau berpose seperti apa. Tiba-tiba mas-mas fotografer itu melontarkan pertanyaan yang membuat kami sama-sama tidak bisa berkutik.
“Ayo kita mulai ya, siap..?” Mas-mas fotografer itu sudah stay pada viewfindernya untuk bersiap memotret kami.
Karena melihat kami masih diam dan sama-sama bingung mau berpose seperti apa, ia tiba-tiba bertanya.
“Ini kakak-adik atau pasangan ya?” Dia menurunkan kameranya dan melihat kami untuk memastikan bahwa aku dan Mas Herdi itu pasangan atau bukan.
Aku tahu maksudnya, hal ini ia tanyakan untuk memberikan pose yang sesuai untuk aku dan Mas Herdi. Mas Herdi sepertinya hanya tersenyum simpul. Tapi tiba-tiba…
“Calon mantu mas.” Jawab singkat dari Om Ridwan kepada mas-mas fotografer.
Sontak ucapan itu membuatku kaget. Mas Herdi semakin melebarkan senyumnya, sedangkan aku hanya bisa merasakan pipiku memerah.
Ketika sudah selesai, om dan tante sedang sibuk melihat dan memilih beberapa gambar yang sudah dipotret. Sedangkan kesempatan ini aku gunakan untuk mengajak Mas Herdi keluar ruangan sebentar.
Dengan suara yang pelan dan penuh penekanan aku mulai bicara.
“Mas, apa maksud kamu ngajakin aku kesini? Kalau dipikir-pikir nggak seharusnya aku disini karena aku bukan siapa-siapa kamu.”
“Maafin aku kalau udah bikin kamu nggak nyaman. Aku cuman pengen kamu ada disisi aku.”
“Maaf mas maksudnya apa ya? Aku nggak ngerti lagi sama kamu. Kamu terbiasa ya mas nglakuin ini ke banyak cewek?”
“Maksud kamu apa Sha aku nggak ngerti.” Dia menatapku dalam dan memegang tanganku.
“Males mas ngejelasinnya. Cukup tahu aja kalau kamu orangnya kaya gini.” Aku melepaskan tanganku lalu kulipat tanganku didepan dada.
“Kasih tau kesalahanku Sha, jangan terus seperti ini. Aku mohon.”
“Mas kenapa sih pake bohong segala. Kemaren-kemaren deketin aku, tapi jalannya sama orang lain.”
“Orang lain siapa??”
“Tadi kan dateng mas, kenapa masih tanya.”
“Ya Tuhan, aku nggak bakat main tebak-tebakan. Bisa langsung kasih tahu aku aja Sha. Plis.”
“Ya itu, cewe tadi yang kamu kenalin ke aku.”
“Maksud kamu Lala?? Dia temen aku.”
“Masa sih, kok sempet berduaan mas? Pegang tangan mas juga waktu itu.”
“Kapan??”
“Udah agak lama mas tapi aku masih inget banget. Dan kejadian itu di cafe deket kampus.”
“Astaga itu temen sekelas aku Sha, aku sama dia nggak ada apa-apa. Kita waktu itu cuman bahas skripsi. Bantuin dia nyelesein skripsinya juga. Serius. Kalau perlu mau aku telfonin dia biar kamu juga denger penjelasannya?”
“Tapi kenapa harus megang tangannya Mas Herdi? Bisa jelasin mas yang masalah itu?” Tanyaku sedikit ketus.
“Aku juga nggak tau kenapa bisa seperti itu, yang jelas aku juga langsung menarik tanganku dan sama sekali tidak meresponnya.”
***
Flashback saat di cafe
“La, abis ini coba deh kamu bikin ppt-nya dulu, jadinya aku juga bisa ngeliat tentang poin inti yang mau dijelasin di skripsi kamu.”
“Oke deh. Nanti malem aku share langsung ke kamu ya Her.”
“Yoi.”
“Mmm.. Her makasih ya udah bantuin aku.” Tangannya menempel diatas tangan Herdi.
🎬⚘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Rokhmi Nh
shasha cem" tu berati... apa hayo...? 🥰🥰🥰
2021-05-16
0
Mamah Tiwi
aku udah mampir ya kak ceritanya cukup menarik
2021-02-01
1
Garzah Ra
cemburu...
2021-01-10
0