Kampus
Hari-hari berlalu dan aku tidak lagi menemukan sosok mas-mas yang aku cari di sudut fakultas ini. Bodohnya, kenapa aku malah jadi kepikiran. Entah bagaimana rasanya aku ingin berteman dengannya karena dia bersikap baik padaku atau….
“Sha..!! Ngapain sih ngalamun aja. Kosong banget tu pandangan kaya lagi mikir negara.”
“Apaan sih Zi, ngagetin aja ih”
“Jangan-jangan bener ya?”
“Hahaha udah ah ayok makan aja, laper kayaknya kamu. Omongannya udah ngelantur kemana-mana” Jari telunjukku mengarah ke Zizi.
“Ayokkk gassss… Sha, makan di tempat baru deket kampus aja yuk. Enak tau tempatnya. Adem, bisa buat makan, nongkrong, sama ngerjain tugas.”
“Boleh deh ayuk. Kamu yang bawa motor ya haha aku capek.”
“Siap tuan putri!”
Layaknya melayani seorang putri, ia memegang bagian pundah bawah sebelah kiri dan menundukkan kepala.
***
Cafe
Ketika sudah masuk dan menunggu pesanan makanan, Zizi pergi ke toilet dan membuatku menoleh kekanan dan kekiri karena bosan. Kaget campur excited ketika aku melihat orang yang aku cari di fakultas ternyata ada ditempat ini. Mas Herdi. Iya, sudah pasti itu dia. Aku masih ingat betul bagaimana wajahnya. Tapi sepertinya dia sedang sibuk dengan temannya. Menyalakan laptop, mengetik, dan sibuk membolak-balikkan buku yang terlihat tebal. Sedang mengerjakan tugas sepertinya.
“Sha, udah belum sih ni makanannya. Laper nih…” Celetuk Zizi saat balik dari toilet.
“Sabar… orang sabar nanti aku sayang.”
“Dih. Mending disayang sama Mamas aku hahaha..”
“Hmmmn…. Iya deh iya yang punya Mamas (pacar).”
“Sha, cepetan kek kamu cari pacar. Biar kita bisa double date gitu.”
“Yaa pengennya sih gitu Zi, tapi males ah ribet. Sama aja pacaran kalo banyak larangannya. Aku nggak yakin mereka bakalan tahan sama wejangan-wejangan dari ayahku yang aneh-aneh. Nggak boleh inilah, nggak boleh itu lah.”
“Hahaha.. udah gede juga, masa segitunya sih. Kok bisa sih Sha ayah kamu gitu banget?”
“Haha iya, panjang ceritanya.” Jawabku seadanya.
Sebenarnya ada suatu alasan yang membuat ayah membatasiku jika aku berhubungan dengan seorang laki-laki. Tapi cerita itu terlalu sakit untuk diceritakan sehingga aku enggan membahasnya dengan sahabatku, Zizi.
Setelah makan dan sudah kenyang, Zizi mengajakku untuk pulang. Rasanya aku masih ingin disini karena ada Mas Herdi yang duduk terpaut jauh diseberang sana.
Aku hanya memperlambat waktu dan berharap Mas Herdi melihatku sebelum aku pergi. Dan ternyata keinginanku terkabul. Berdebar rasanya melihat Mas Herdi berjalan menuju kearah meja kami.
“Sasha.. Sasha kan?”
“Eh iya mas. Mas Herdi ya?” Aku pura-pura terkejut kalau Mas Herdi ada ditempat ini juga.
“Udah lama Sha? Kok aku nggak liat ya.”
“Hehe iya mas, lumayan lama sih mas. Mas Herdi nggak liat karena sibuk nugas kali.”
“Eh kok tau?”
Seketika aku gugup dan mencari alasan.
“Eh, mmm… itu kan Mas Herdi lagi bawa laptop sama buku-buku. Berarti lagi nugas kan ? hehe”
...“Ah ini, iya abis revisi setelah kemaren bimbingan. Oh iya Sha, kenalin ini temen aku Bima.”...
Sesaat kemudian aku juga ngenalin Zizi ke Mas Herdi dan sebaliknya, Mas Herdi mengenalkan temannya kepadaku dan Zizi.
Setelah ngobrol beberapa saat, aku dan Zizi pamit balik duluan karena hari sudah sore, sedangkan Mas Herdi dan Mas Bima temannya masih ditempat itu.
***
Ketika sudah keluar dari tempat makan itu, Zizi sudah menaiki motor, memakai helm, dan sedang sibuk mencari karcis parkir yang disimpannya. Sedangkan aku masih berdiri dibelakang Zizi dan sibuk memakai jaketku. Tiba-tiba Mas Herdi setengah berlari menghampiri dan memanggil namaku. Seketika juga aku menolehnya.
“Sasha..!” Teriak Mas Herdi.
“Eh iya mas, kenapa?”
“Ada yang ketinggalan.”
“Hah? Apa mas?”
Aku sibuk mengecek dompet, ponsel, dan barang lainnnya ditasku. Tapi aku tidak menemukan sesuatu yang rasanya hilang.
Mas Herdi tersenyum simpul dan memandangku.
“Bukan, bukan barangmu yang ketinggalan. Tapi nomor teleponmu. Boleh aku minta nomor kamu?”
Entah mengapa pipiku sedikit hangat dan memerah.
“Oh..aku kirain apa mas. Ini mas 08XX XXXX XXXX.”
“Oke makasih ya Sha. Nanti aku hubungin kamu. Hati-hati ya pulangnya.” Mas Herdi senyum sambil berlalu.
“Ehemm… duh tanda-tanda nih Sha.” Celetuk si Zizi.
“Ck. Apasih. Udah yuk pulang aja. Aku anterin kamu ke kos abis itu aku langsung balik ya”
***
Rumah
Sesampainya dirumah entah mengapa hatiku sangat riang seperti menang lotre. Aku bernyanyi sambil memasuki kamarku.
“Hmm hmm hmm na na na naa…”
“Bu, kenapa tuh Kak Sasha? Kesambet apaan ya dia? Biasanya pulang-pulang mukanya kucel pucet pasi nyebelin. Tapi kok tiba-tiba happy gitu.” Tanya Sandra pada Ibu.
“San..! Aku denger ya kamu bilang apa.” Sahutku dari kamar.
“Hhhh.. nggak tau tuh dek, kakakmu lagi menang lotre kali.”
***
Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Aku membawa ponselku kemana-mana dan berharap Mas Herdi segera menghubungiku. Aku sudah duduk berjam-jam menunggunya. Hingga tak sadar, aku terus memencet-mencet remot tv karena bosannya.
Ketika terasa mengantuk, aku berjalan lunglai menuju kamar dan merebahkan diri sambil mengecek ponselku sekali lagi. Tetap sama, tidak ada panggilan atau pesan yang masuk. Aku tertidur menunggu Mas Herdi menghubungiku dengan perasaan kecewa. Tapi tunggu, kenapa aku harus merasa kecewa?
***
Sementara itu ditempat lain,
"Telfon nggak ya telfon nggak ya.." Ujar laki-laki yang penuh kebingungan saat memegang ponselnya.
🎬⚘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
0316 Toiyibah,S,Pd.
modusss
2021-08-08
0
Ledista Deanur
love
2021-01-30
0
Emonee
no handphone ketinggalan lucu mas herdi🌟🌟🌟🌟🌟🧡🧡🧡🧡🧡
2021-01-12
3