“Apa kamu akan seperti ini terus kepadaku, Dik?” tanya Titik kepada Bu RT yang tidak menampilkan wajah ramah sedikit pun semenjak kedatangan Titik.
“Seharusnya Mbak enggak ngelakuin itu ke Citra!” tegas Bu RT.
“Aku udah ngelakuin sesuatu yang benar. Kenapa aku enggak harus melakukannya?” balas Titik.
“Karena yang Mbak lakuin itu salah. Seharusnya Mbak cukup diam tanpa mempermalukan Citra di depan warga. Gara-gara Mbak, pernikahan Citra dengan Radi harus batal,” jelas Bu RT.
“Bukan aku yang mempermalukan Citra, tapi dia sendiri. Kalau aku diam, pernikahan ini akan berjalan lurus tanpa halangan. Mana mungkin aku biarin Radi menikahi pengkhianat seperti Citra. Meski Citra keponakanku, Radi masih bagian dari keluarga suamiku. Dan aku akan berpihak kepada orang yang benar,” tutur Titik.
“Citra enggak mungkin melakukan keburukan seperti yang kamu pikirkan,” tegas Bu RT.
“Gimana Mbak bisa yakin? Apa Mbak melihat sendiri kalau Citra enggak ngelakuin apa-apa? Bukannya Mbak malah lihat Citra hanya berdua di kandang itu dengan laki-laki yang kini menjadi suaminya?” tanya Titik menyudutkan.
“Karena aku percaya pada didikan ibuku yang menurun padaku dan kuturunkan pada putriku. Apa kamu enggak bisa percaya pada didikanku?” balas Bu RT.
“Ibu enggak hanya mengalirkan didikan itu padamu, tapi padaku juga. Aku sangat percaya pada didikan itu. Tapi, Dik, udah tiga tahun lebih Citra pergi dari rumah ini. Apa kamu masih yakin kalau dia bawa didikanmu sampai ke kota?” sahut Titik.
Bu RT terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Meski begitu, dia tetap percaya pada putri satu-satunya. Jika dia tidak bisa mempercayai putrinya, lalu siapa yang akan dipercayainya?
“Bude!” sahut suara dari belakang.
Bu RT dan Titik menoleh bersamaan. Rupanya Citra berdiri tak jauh dari mereka. Bu RT khawatir kalau Citra sampai mendengar pembicaraan ini dan menjadi terluka. Dia pun bangun. “Eh, kamu, Nak. Ini ada Budemu mau ngucapin selamat ke kamu,” kata Bu RT berbohong. Dia hanya bisa berharap kalau Citra tidak mendengar apa pun.
Titik tersenyum ramah. “Iya. Selamat ya buat pernikahanmu ini. Aku turut menyesal karena pernikahanmu dengan Radi enggak jadi,” kata Titik mengikuti permainan Bu RT. Lagipula tidak sopan membicarakan keburukan orang di depan keburukan orang itu.
Citra melangkah untuk berdiri tepat di depan Titik. Sebelumnya Citra adalah orang yang sabar dan pendiam. Dia selalu mengalah untuk tidak melukai orang lain, meski orang lain itu tengah melukainya. Itulah kenapa, sebelumnya banyak orang yang menyukainya. Kini, tidak ada keramahan sedikit pun di wajah Citra. Tatapannya setajam pisau. “Aku enggak ngelakuin itu, Bude!” tegas Citra.
Titik tertawa pelan menutupi wajah aslinya. “A-apa maksudmu?” tanya Titik.
“Aku enggak ngelakuin apa-apa dengan Tuan Dodik seperti yang Bude pikirkan,” jelas Citra.
“Ke-kenapa kamu masih membicarakannya? Bukankah itu udah jadi masa lalu?” kata Titik berusaha mengalihkan topik.
“Bagi Bude masalah ini mungkin udah berlalu sebagai masa lalu. Tapi buatku enggak, Bude! Kini masalah ini udah jadi masa lalu, kini, dan masa depanku. Gimana aku akan berhenti membicarakannya? Aku akan terus bicara! Aku akan bicara kalau aku enggak ngelakuin itu dan Bude salah!” tegas Citra dengan suara meninggi.
Titik langsung bangun. Wajahnya menjadi kesal. “Berani sekali kamu bicara seperti pada orang yang lebih tua?!” serunya.
“Hanya karena lebih tua, bukan berarti Bude selalu benar. Kalau emang Bude enggak mau disalahin, sekarang juga Bude keluar!” Citra menunjuk pintu keluar rumah.
.
.
Selalu like dan koment🤗karena crazy up kugantungkan pada mereka berdua😅
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
ESa
bagusss citra usir bukdemu memang keputusan yang tepat
2020-02-28
6