“Haha!” Dodik memaksakan tawanya. “Karena aku seorang Dodik Aksara Bintara Bangga, makanya aku kemari. Aku kan bisa pergi ke tempat mana pun yang kuinginkan,” kata Dodik menyombongkan dirinya.
“Itulah yang membuatku khawatir,” sahut Citra. Seketika wajahnya menjadi murung.
Dahi Dodik mengerut. Ada apa dengan perempuan ini? Bukannya seharusnya dia senang? batin Dodik keheranan.
“Kamu bisa pergi ke mana pun, tapi kamu malah berakhir di sini. Pasti sesuatu buruk telah terjadi,” tambah Citra.
Gimana perempuan ini tahu? Bukannya perempuan ini terlalu bodoh dalam berpikir? Apa jangan-jangan, dia tahu sesuatu tentang kepergianku? Kalau benar, mati aku! Gimana kalau keluargaku menyusulku kemari? Dan gimana aku lupa kalau perempuan ini juga pernah tinggal di rumahku? batin Dodik kebingungan.
Dodik kembali memaksakan tawanya. “Hal buruk apa yang bisa menimpa seorang Dodik Aksara Bintara Bangga?” Dodik kembali menyombongkan dirinya. “Apa kamu tidak pernah dengar kalau orang kaya biasanya sedikit aneh?”
Kalau dia benar-benar tahu, aku akan tetap bersikap bodoh dan kabur dari sini sesegera mungkin, tekad Dodik dalam hati.
“Orang kaya memang sedikit aneh, tapi kamu terlalu aneh,” jelas Citra.
Apa sekarang dia berani menghinaku? tanya Dodik dalam hati.
“Maksudku tidak ada orang kaya yang akan tidur di kandang sapi hanya dengan mengenakan celana. Aku bahkan tidak melihat barang apa pun yang kamu bawa selain celanamu itu. Kalau kamu sampai dibegal di jalan, sesuatu yang buruk benar-benar telah terjadi,” jawab Citra.
Dodik bernapas lega. Sudah kuduga: perempuan ini memang bodoh, batinnya.
“Sepertinya pembegalan cukup populer di sini,” sahut Dodik.
“Dulu sih, iya, tapi sekarang enggak, kok. Sejak Pak Pandu dan bapakku menjabat di desa ini, udah enggak ada begal-begalan lagi, kok,” balas Citra.
Dodik tertawa. “Kalau bukan pembegalan, lalu yang menimpaku disebut apa? Pencurian atau pencopetan?”
“Jadi kamu benar-benar dibegal?” tanya Citra khawatir.
“Apa kamu pikir aku dengan senang hati hanya mengenakan celana pendek seperti orang gila?” sindir Dodik.
“Kok bisa, ya? Padahal udah dua tahun enggak ada begal lagi,” gumam Citra. Dia bingung sendiri.
Meski gumaman itu terdengar lirih, Dodik mampu mendengarnya. “Kok bisa, ya?” kata Dodik menirukan suara Citra dengan melebih-lebihkan bibirnya. “Ya, bisa, lah! Kebutuhan duit orang beda-beda.”
Citra langsung berdiri. Dia menunduk berulang-ulang. “Maafkan aku, Yah, maafkan aku,” kata Citra memohon.
Dodik tertawa. Untuk pertama kalinya kata maaf terdengar lucu untuknya. Apalagi wajah serius Citra. Padahal Dodik sudah tidak memikirkannya.
“Jadi, gimana kamu bertanggung jawab?” tanya Dodik menagih.
“Akan kuberikan apa pun yang kamu mau asal aku bisa,” jawab Citra.
“Kalau gitu kasih jas putihku yang kukasih ke kamu tiga tahun lalu.” Dodik menadahkan tangannya angkuh.
Citra menggelengkan kepalanya.
“Apa itu penolakan?” tanya Dodik tidak menyangka.
Akhirnya Citra menganggukkan kepalanya.
Dodik langsung bangun. “Bukannya kamu yang bilang akan memberiku apa pun yang kumau?” kata Dodik menagih. Dia pun bersiap melangkah, tetapi Citra menghadangnya dengan membuka kedua tangan lebar-lebar.
“Asal aku bisa—aku juga bilang itu,” jelas Citra.
“Kamu akan bisa kalau aku mengambilnya sendiri. Jas itu pasti ada di lemari,” kata Dodik percaya diri.
Dodik melangkah ke samping, tetapi Citra mengikutinya. Dodik pun melangkah ke samping lagi, tetapi Citra mengikutinya lagi. Dodik pun berdecak, “Ck. Lagian itu jasku!” tegasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments