Dodik pergi ke ranjang paling sudut. Dia duduk di sana. Menjaga jarak dengan Citra.
“Tu-tuan Dodik,” Citra mulai bersuara.
“Apa?” sahut Dodik ketus.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Bu-bukankah pernikahan ini enggak seharusnya terjadi?” tanya Citra.
“Apa kamu pikir aku begitu senangnya menikahimu?!” seru Dodik. Dia langsung bangun. “Dasar Perempuan Bodoh!” Akhirnya Dodik berhasil mengeluarkan suaranya yang tersimpan dalam hati.
Citra langsung membungkuk berulang-ulang. “Maafkan aku, Tuan, maafkan aku.”
Dodik berdecak sebal. Dia bahkan tidak bisa marah kepada Citra. Dia pun mendekati Citra dan langsung memegang pundak Citra. “Kenapa kamu bisa sebodoh itu?” tanya Dodik.
Tatapan Dodik melesat tepat mengenai dada Citra sehingga terjadi bentrokan di dalamnya. Apa ‘bodoh’ emang selalu terdengar semanis ini? batin Citra. Untuk pertama kalinya dia tidak kesal karena seseorang menyebutnya bodoh.
“Ma-maafkan a-ku, Tu-an.” Hanya kalimat itu yang dapat Citra pikirkan.
“Seharusnya kamu tidak menanggungnya sendirian,” tambah Dodik.
“Ma-maafkan a-ku, Tu-an.” Citra mengulangi kalimatnya.
Dodik melepaskan tangannya. Dia mengalihkan pandangannya ke samping. “Berhentilah meminta maaf! Seharusnya kamu bilang ‘makasih’. Pahlawanmu ini sudah menyelamatkan nyawamu. Kalau bukan karena aku, kamu udah dipukul sendirian di alun-alun sana!” tegas Dodik.
“Tapi kan, aku udah bilang—“
“Aku udah tahu yang sebenarnya: kalau kamu enggak akan baik-baik aja tanpa pernikahan ini,” sahut Dodik memotong ucapan Citra.
“Gimana ….”
“Aku enggak sengaja dengar tadi.”
“Maafkan aku, Tuan, maafkan aku.” Citra kembali membungkuk, tetapi Dodik segera menahannya dengan memegang pundak Citra.
“Bilang ‘makasih’, kok,” kata Dodik mengoreksi.
“Ma-makasih ….”
Oh Tuhan …. Kalau seperti ini terus, aku harus menyiapkan gelas untuk hatiku, batin Citra karena hatinya terasa meleleh.
Akhirnya Dodik tersenyum dan memasang wajah ramahnya. Dia pun melepaskan tangannya. Kemudian duduk di atas ranjang. “Jadi gimana caramu bertanggung jawab?” tanya Dodik.
“Eh?” Citra tidak mengerti.
“Aku tahu masalah ini juga terjadi karenaku, maksudku kita berdua. Tapi kan aku bisa lari dan masalahku selesai, sedangkan kamu enggak. Kalau bukan karena aku, kamu udah dipukuli warga sekarang. Jadi kamu harus bertanggung jawab kepadaku,” jelas Dodik.
“Apa maksudmu aku benar-benar harus menjadi istrimu?” tanya Citra.
“Apa kamu gila?! Lagian pernikahan ini hanya paksaan,” tegas Dodik.
“Jadi aku harus bagaimana?” tanya Citra.
“Cukup kasih apa yang aku butuhkan selama tinggal di sini,” jawab Dodik.
“Baiklah. Aku akan menyiapkan apa pun yang kamu butuhkan dan melayanimu seperti seorang istri,” sahut Citra setuju.
“Terserah kamu. Yang penting jangan tidur seranjang denganku,” kata Dodik. Dia pun menyelonjorkan kakinya di atas ranjang, bersiap untuk tidur.
“Baik, Tuan. Lalu apa yang kamu butuhkan sekarang?” tanya Citra.
“Enggak ada. Cukup keheningan karena aku ingin tidur tenang,” jawab Dodik.
“Kalau gitu aku pergi,” pamit Citra. Dia pun melangkahkan kakinya.
Tiba-tiba Dodik terbangun. “Tunggu-tunggu!” serunya menahan Citra.
Citra pun berhenti. Dia menoleh lagi. “Iya, Tuan.”
“Gimana kamu bisa kenal aku?” tanya Dodik.
“Kamu pernah menolongku tiga tahun lalu. Apa kamu enggak ingat?” jawab Citra.
“Aku selalu jadi pahlawan setiap keluar rumah. Jadi gimana aku bisa ingat semua orang yang udah kutolong?”
“Atas bantuanmu itu, akhirnya aku bekerja sebagai tukang cuci piring di rumahmu,” jelas Citra.
Dodik berusaha mengingat. Seharusnya tidak banyak orang yang bekerja di rumahnya atas bantuannya. Namun, Dodik kesulitan mengingatnya.
.
.
.
Selalu like dan koment😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Ratih Tiyawan
cuci piring aja dpt gaji 7jt-10jt...emejinggg bener2 sultan deh 😅😅😅 horang kayah mah bebas..
2020-09-11
0
Finanda Putri
amnesia
2020-06-11
1
❀☘𝐿𝑒𝑚𝑜𝑛ᵗᵉᵃ
serius citra sempat jdi tukang cuci piringnya Dodik?😂😂😂😂
2020-05-05
4