Bab.2

 Setelah sampai di perkarangan rumah yang tidak terlalu mewah itu, Laras turun dengan wajah kelelahan nya. Dia berjalan menuju ke pagar dan tersenyum tipis melihat mobil teman nya.

  "Gue pulang dulu ya ras, mama gue udah nelpon tadi. Kalau ada apa apa kabarin ya. Atau Lo mau nginep di rumah gue aja?" tawar nya yang khawatir sahabat nya kenapa kenapa.

"Gpp nit, udah nyampek juga, gue masuk dulu ya. Lo hati hati di jalan."

 "Siap besti ku, ingat kalau ada apa apa kabarin. Jangan dipendam. Kalau om jaya buat macam macam, biar gue tonjok sekalian."

 "Iya." ucap laras sambil tersenyum tipis melihat sahabat nya yang peduli dengan nya.

  Setelah itu, Laras masuk kedalam saat mobil sahabat nya yang sudah pergi dari perkarangan rumahnya.

Suasana begitu sepi dan sunyi, entah kemana mobil ayah nya. Biasanya terparkir di depan rumah. Tapi kini tak ada. Mungkin sedang pergi bersama istri dan anak tirinya.

"Assalamualaikum." ucap nya sambil membuka pintu depan.

 "Walaikumsalam... Non udah pulang, mbok khawatir dari tadi."

"Semua orang kemana mbok, kok tumben sepi?"

"Ke rumah sakit non, anak tirinya tuan Sakit lagi." ucap mbok lela.

 "Oh.... Sakit lagi dia. terus ga pulang gitu mbok?"

 "Ga tau non, tuan ga bilang apa apa Soalnya."

"Yaudah mbok, aku kedalam dulu deh. Capek banget. Bagus deh kalau dia pergi, ga buat drama." celetuk Laras yang begitu malas melihat perdebatan nya dengan istri baru papa nya itu.

 "Iya non, mbok juga kesel banget sama dia. Lagak nya kayak yang punya rumah. Mendiang nyonya kiran dulu aja tak seperti itu. mbok kesal non, pengen resign aja rasanya."

"Jangan dong mbok, aku sama siapa kalau mbok resign."

"Iya maka nya, mbok ga mau resign karena mikirin nona yang sendirian disini."

"Makasih ya mbok, udah sering bantuin aku."

 "Sama sama non, mbok senang kerja sama keluarga ini karena kebaikan mendiang nonya kiran. mbok sering dianggap keluarga sama nyonya."

Mendengar ucapan mbok nya, membuat Laras merasa kangen dengan bunda nya. Seandainya bunda nya masih hidup, dia akan Betah tinggal di sini, dan akan sering melihat tanaman di depan rumah nya itu. Karena memang bunda nya itu suka berkebun, membuat suasana rumah menjadi lebih indah tentu nya. Tapi sekarang tak ada lagi bunga di perkarangan, karena Weni menyuruh orang untuk membersihkan halaman rumah itu. yang menurut nya begitu berserakan. hal itu membuat Laras begitu emosi mendengar nya, sehingga begitu marah kepada ayah nya yang malah membela ibu tirinya.

 Flashback....

 "Bersihkan halaman itu sampai tak ada sisa ya, pak."perintah Weni dengan wajah tegas nya.

 "Nyonya, bunga bunga ini bagaimana?"

 "Ambil, atau buang saja. Buat semak aja pun disini." ketus nya dengan wajah datar.

 "Tapi ini bunga bunga peninggalan nyonya kiran nonya."

 "Majikan kamu itu sekarang ya saya pak, kamu mau saya pecat ha! Saya bilang bersihkan semua yang menyangkut peninggalan beliau. Karena saya itu yang sekarang istrinya." ucap nya dengan nada tinggi memarahin tukang kebun di rumah.

 Dia kesal karena peninggalan istri pertama suaminya masih tersimpan rapi dirumah ini. Dia cemburu, sebab hanya dia yang boleh berkuasa disini.

 "Baik nyonya." ucap tukang kebun yang pasrah dengan tugas nya.

 Entah seperti apa reaksi nona Laras nantinya. Dia akan meminta maaf sebab tak bisa menolak. Bagaimana pun dia bekerja dirumah ini.

 Dengan cekatan dia membabat habis perkarangan bunga bunga di halaman. Sehingga tak ada satu pun yang tersisa. Hal itu membuat Weni berdecak puas.

"Sudah selesai nyonya. semuanya juga sudah rapi dan bersih."

 "Bagus, saya mau liat dulu, apakah masih ada yang tersisa."

 "Silahkan nyonya."

"Apa apaan ini." pekik Laras yang melihat kondisi rumah nya yang sudah tak ada tanaman mendiang bunda nya.

 "Apa yang kamu lakukan ha! Kemana tanaman bunda ku?"

"Ckck... Ga liat sudah bersih, tentu saja aku yang menyingkirkan tanaman liar itu." ketus nya dengan nada sinis.

"Apa... Dasar ga punya etika. Ini tuh punya almarhum bunda ku, kenapa kamu berbuat seenaknya ha. Apa begini sifat asli mu?"

"Terserah dong, saya kan istri ayah kamu juga. Jadi tentu saja saya punya hak."

Mendengar ucapan ibu tirinya membuat nya merasa begitu emosi.

 "Apa.... Ga senang, ngadu sana sama ayah mu itu." ucap nya dengan tatapan mengejek

Tak lama kemudian jaya keluar dengan tatapan datar nya, mendengar suara ribut ribut di depan rumah nya. Tadi dia sedang tidur, tak mendengar apapun dirumah nya. Tapi tak lama kemudian, mendengar suara putri nya laras berteriak cukup keras.

  "Ada apa ini?" tanya nya dengan suara datar memandangi kedua nya.

"Mas... Kamu udah bangun, maaf ya kamu pasti tidur nya terganggu." ucap Weni dengan suara lembut nya.

Hal itu membuat laras berdecak sinis, entah wanita seperti apa yang dinikahi oleh ayah nya itu. Sungguh dia begitu menyesal telah mengizinkan wanita itu menjadi ibu tirinya.

"Ayah lihat, tanaman mendiang bunda telah habis di ratakan sama perempuan ini. Lihat ayah, kenangan bunda habis. Ayah tau kan tak ada yang boleh mengusik bunga bunga bunda." ucap laras dengan nada tinggi nya.

"Mas... Aku tak tau, ku kira taman itu terlalu semak, lihat banyak tumbuhan liar yang menjalar disekitaran sini. kalau ada ular gimana. Ini juga demi kebaikan putri putri kita mas. Terutama Desi yang saat ini tak bisa terkena debu." ucap nya dengan suara lembut mencoba untuk menjadi bermuka dua.

"Ayah... Dia bohong. Ini itu emang ulah nya, ayah tau kan, aku ga pernah mengada Ngada." ucap laras yang begitu emosi.

"Sudah lah Laras, kenapa hal sepele seperti ini diributkan. Ibu kamu juga ga tau soal itu, lebih baik kamu masuk dan ganti baju." perintah jaya kepada putri kandung nya.

"Ayah....apa yang ayah lakukan, apa ayah diam saja saat bunga kesayangan bunda di buang, apa ayah diam saja ha. bunda itu istri ayah." ucap laras dengan Pandangan kecewa melihat respon sang ayah.

"Diam Laras... Bunda sudah meninggal dunia, dan kau tau itu. Lebih baik jangan mengungkit orang yang telah tiada." bentak nya dengan suara keras.

Hal itu membuat Laras tertegun, baru kali ini ayah nya membentak nya, sungguh perasaan nya sangat kecewa dengan respon sang ayah.

"Ayah berubah, ayah jahat." teriak Laras yang langsung masuk ke kamarnya.

"Brak...

Jaya tertegun mendengar ucapan anaknya, dia juga tak bisa menyalahkan sang istri sebab mungkin Weni tak sengaja. Hal itu membuat nya menghela nafas beratnya.

"Mas... maafkan aku. Aku ga tau kalau kejadian nya seperti ini."

"Lain kali hati hati Weni. Jangan sampai kejadian nya terulang lagi ya." ucap jaya dengan tatapan lembut nya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!