Kini Evelyne dan Piter tengah berada di kereta kuda, Piter nampak masih terpaku akan keterkejutannya. Sedangkan Evelyne terbahak melihat Piter yang begitu manis di hadapannya.
“Hahaha, Anda manis sekali, Piter.” Kekeh Evelyne menyaksikan keramaian Ibu Kota dari dalam kereta kuda.
“Terima kasih, saya tidak mengerti. Apakah itu pujian atau bukan.” Ucap Piter, Evelyne kembali tertawa.
“Saya juga tak menyangka Anda sangat manis, Piter.” Ucap Evelyne. Piter tersenyum lembut dan menatap sebuah kuil yang sudah dekat.
“Saya dengar bila saat ini di kuil telah ada seorang Paus yang terkenal akan kebijaksanaannya. Akankah Anda ingin mendapatkan petuah darinya?” Tanya Piter. Evelyne menggelengkan kepalanya.
“Saya hanya ingin bertemu dewa. Piter, apakah Anda percaya pada dewa?” Tanya Evelyne pada akhirnya.
“Saya tidak begitu yakin, namun bila Anda meminta saya percaya, saya akan percaya.” Evelyne menggelengkan kepalanya. Di kediaman sebelumnya, Evelyne sendiri tak percaya akan adanya dewa, berkat, atau sejenisnya. Namun mendapati kesempatan kedua, agaknya kepercayaan pada dewa juga berubah.
“Saya juga hendak memastikannya.” Ucap Evelyne. Hingga akhirnya mereka sampai di depan kuil. Mereka turun dengan penutup wajah hingga sampai di depan sebuah patung. Penutup kepala mereka dibuka dan suasana hening terasa.
Evelyne melihat ada banyaknya cahaya di dalam patung itu. Evelyne bangkit dari duduknya. Seorang pendeta yang mengawasi mereka dari belakang hendak menghentikannya, namun seorang pria tua menghentikan langkah pendeta itu.
Piter juga memperhatikan Evelyne namun dia tak mengatakan satu kata pun, seolah bibirnya terkunci dan tak berdaya. Evelyne menyentuh sebuah buku yang dipegang oleh patung itu. Cahaya menyambar ke dalam tubuh Evelyne. Namun hal itu hanya dapat dilihat oleh Evelyne sendiri dan pria tua yang tak lain adalah Sang Paus Agung.
Evelyne merasakan jiwanya tersedot, dan matanya kembali terbuka dan dirinya berada di sebuah tempat yang amat asing. Tak ada siapa pun di sana, hanya ada kabut putih yang menutupi dirinya.
“Evelyne?” Suara panggilan pertama. “Evelyne Von Astria, Anda datang juga.” Ucap lagi suara yang entah dari mana asalnya itu.
“Siapa kau!” Ucap Evelyne menatap sekeliling yang kosong melompong.
“Aku adalah sosok yang memberimu kesempatan kedua. Bencana akan segera melanda Harferd, dan kau adalah satu-satunya yang dapat menyelamatkan Harferd.” Ucap suara itu lagi. Evelyne terdiam saat melihat sosok cahaya keluar dan menampakkan seorang wanita cantik dengan rambut panjang pirang, membawa sebuah pedang dan buku di tangannya.
“Apa yang Anda harapkan dari saya?” Tanya Evelyne dan meraih tangan wanita yang nampak masih melayang itu. Wanita itu menampakkan kaki jenjangnya untuk berdiri berhadapan dengan Evelyne.
“Evelyne, kau tahu tentang masa depan. Dan itu adalah harga mahal, dan tebusannya. Kau tak berhak memberikan bocoran informasi kepada siapa pun juga tentang hal itu.” Evelyne terdiam. Dan itu juga akan mencelakai dirinya sendiri bila dia mengatakan hal itu dari dalam hatinya.
“Dan aku berharap, di luar dari dendam di hatimu, kau mendapatkan cinta, dan melindungi negeri ini dari kehancuran. Saya tak kuasa melihat darah yang membanjiri kuilku, tak kuasa mendengar isak tangis, dan tak kuasa melihat penderitaan manusia setelah kehancuran Harferd.” Evelyne menekan dadanya. Dia diperlihatkan masa depan setelah kematian dirinya di masa lalu di mana Andreas mati dan kerajaan hancur bagai abu. Tangisan, darah, dan kehancuran melanda seluruh negeri.
Evelyne menutup mulutnya sendiri. Nampaknya kehidupan kedua yang dia alami bukan hanya untuk dirinya sendiri, namun juga untuk semua orang yang menangis. Dan untuk doa Andreas yang memohon agar adanya penolong, dan harapan Piter yang menginginkan dirinya bahagia.
Kedua pria yang sangat berarti sahabat dan kekasihnya sendiri. Evelyne menekan dadanya, tak kuasa menahan air matanya. Evelyne mengangguk bila dia akan melindungi orang-orang yang sudah mempercayakan masa depan itu padanya.
“Hapuslah semua tangis itu, Evelyne.” Evelyne diberi buku dan pedang dari sosok tersebut, sebelum akhirnya menghilang dan Evelyne pingsan di hadapan patung tersebut.
“Eve!” Teriak Piter pada akhirnya meraih tubuh Evelyne yang tumbang. Piter merasakan bila tubuh Evelyne baik-baik saja.
“Ambilkan air suci!” Teriak Piter pada beberapa pendeta di belakangnya. Pendeta yang ada di belakang tubuh Piter terkejut melihat mata Piter yang merah bagai darah dengan tatapan tajam dan sentakan mengerikan itu.
Mereka bergegas mengambil air suci dan memberikannya pada Piter. Piter berusaha menyuapi Evelyne, namun air suci gagal masuk ke kerongkongan Evelyne. Piter menelan salivanya, dan meneguk semua air suci itu ke dalam mulutnya. Dia menyuapi Evelyne dengan mulutnya sendiri.
“Uhuk! Uhuk!” Evelyne tersadar. Piter menghela napas lega dan langsung memeluk Evelyne. Tangannya bergetar, amat kentara bagaimana Piter sangat ketakutan kala Evelyne pingsan saat itu.
“Piter, saya sulit bernapas.” Evelyne berucap saat tubuhnya didekap terlalu erat. Piter melepaskan pelukannya dan menatap wajah Evelyne.
“Apakah Anda baik-baik saja?” Tanya Piter, menyibakkan anak rambut di wajah Evelyne.
“Saya baik-baik saja. Namun harusnya saya yang bertanya demikian, Piter. Tangan Anda gemetar?” Tanya Evelyne, menyentuh tangan Piter dengan lembut. Piter menghela napas lega dan kembali memeluk Evelyne dengan lebih hati-hati.
“Saya tak tahu akan bagaimana bila Anda tak bangun.” Ucap Piter jujur. Evelyne tersenyum dan melingkarkan tangannya di leher Piter.
“Kaki saya lemas. Anda sudah selesai berdoa?” Tanya Evelyne. Piter tak tahu dalam doanya apa yang dia ucapkan karena dia selalu mengucapkan hal yang sama.
“Ya, saya sudah selesai. Mau pulang sekarang?” Tanya Piter lembut. Evelyne menganggukkan kepalanya.
“Ya, asal setiap Minggu temani saya ya, Tuan Duke.” Bujuk Evelyne. Piter mengangguk dan mengangkat tubuh Evelyne dengan ringannya.
“Apakah firman dewa turun kepada Anda, Lady Evelyne?” Seorang pria tua dengan jenggot putih dan tongkat kayu putih menghampiri Piter dan Evelyne.
“Saya tak dapat menjawabnya, karena itu adalah harga yang harus saya bayar. Anda lebih tahu dari siapa pun di tempat ini, jadi saya harap Anda juga tahu apa yang harus Anda lakukan.” Ucap Evelyne. Meski masih terdengar sopan, namun terasa adanya ancaman dari kata-kata tersebut.
“Tentu saja. Saya bermimpi indah malam tadi, setelah bertahun-tahun bermimpi buruk yang serupa. Semoga Anda adalah kunci akan semua teka-teki itu, Lady Evelyne.” Evelyne mengangguk dan melingkarkan tangannya di leher Piter.
“Maafkan saya, Paus Agung, namun kondisi calon istri saya tidak baik sekarang. Bisakah Anda berbincang di lain waktu?” Piter menengahi. Paus Agung mengangguk.
“Duke Zisilus, senang berjumpa Anda. Tentu saja, sebuah kehormatan bagi saya.” Ucap Paus Agung memberikan hormat.
Tanpa permisi, Piter melangkah keluar tanpa penutup kepala dan membawa Evelyne masuk ke dalam kereta kuda mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments