Evelyne terdiam memberi jarak antara tubuhnya dan tubuh Piter, terdengar suara kekehan Evelyne melihat mata Piter yang merah itu terpantul cahaya bulan.
“Saya mungkin akan lebih merepotkan Anda di masa depan, maafkan saya, Piter. Bagaimana bila saat ini, posisi Anda juga sangat penting bagi saya, bagi hati saya, dan bagi hidup saya?” Evelyne melingkarkan tangannya di leher Piter, Piter terdiam dan terpaku sejenak.
‘Apa aku tidak salah dengar?’ tanya Piter pada dirinya sendiri, dia menatap mata Evelyne yang biru tenang layaknya telaga yang tenang.
“Kenapa Anda diam?” tanya Evelyne, Piter berdeham dan melepaskan sarung tangannya.
Evelyne melihat itu dengan hati-hati, dia merasakan pipinya yang menghangat saat jemari besar Piter mengusap sudut pipinya. Evelyne tersenyum dan menyentuh jari Piter lalu menempelkan seluruh pipinya di tangan Piter.
“Saya mencintai Anda, Piter.” Piter terpaku, ada sesuatu yang bergejolak di dadanya. Seolah ada sesuatu yang melompat-lompat dan akan keluar dari dadanya.
Pipi Evelyne terasa amat lembut menyentuh tangannya yang kasar, Piter amat takut melukai pipi itu dengan tangannya yang kasar. Dia takut memberi luka dan membuat wanita di hadapannya kesakitan.
Empat kata yang diucapkan Evelyne mampu membuatnya tak dapat berkutik, dia seolah tengah merengkuh dunia. Dia yang selama ini selalu sendirian merasakan kehangatan yang tak pernah dia bayangkan, rasa yang terbalas itu begitu indah, hingga akan sulit menemukan bandingannya di dunia.
“Piter, antar saya bertemu dewa. Apakah Anda bersedia?” tanya Evelyne lagi, dengan matanya yang tertutup, merasakan tangan Piter yang amat hati-hati menyentuh pipinya.
“Haruskah saya mati dulu, Lady?” tanya Piter. Evelyne terkekeh dan menggelengkan kepalanya. Perlahan dia membuka matanya dan tersenyum.
“Saya tak ingin ditinggalkan, dan saya juga tak mau jadi janda di masa depan.” Piter tersenyum dan mengangguk. “Saya akan pergi ke kuil besok, saya ingin menyampaikan sesuatu pada dewa.” ucap Evelyne, Piter mengangguk.
“Tentu saja, bahkan meski Anda meminta saya mati saat ini. Saya akan mem-”
“Jangan katakan itu, Piter. Saya tak ingin mendengarnya.” ucap Evelyne menempelkan telunjuknya di depan bibir Piter.
Piter mengangguk dan membiarkan Evelyne kembali dalam dekapannya, nuansa malam yang lekat dan hati mereka yang hangat, membuat Evelyne merasa nyaman dan akhirnya tertidur dalam dekapan itu.
.
.
.
Evelyne terbangun saat sinar fajar memasuki jendelanya. Evelyne menggeliat, dia masih merasakan aroma Piter di tubuhnya. Senyum terukir saat menemukan kertas kecil di tangannya.
“Selamat pagi, Eve! Tunggu saya, pagi ini saya akan menjemput Anda.”
Itulah tulisan yang tertera dalam kertas kecil itu. Evelyne terkekeh melihatnya. Dia tak menyangka bila Piter adalah sosok yang manis seperti itu, namun dia bersyukur karena sekarang dia tak salah mempercayai orang.
Evelyne bersiap, dan mengenakan sebuah gaun putih yang menawan. Wajahnya ditutup dengan cadar. Rambutnya yang pirang juga ditutup oleh sebuah kain.
“Evelyne, mau ke mana, Nak?” tanya Duchess Astria saat melihat putrinya sudah menenteng sebuah bunga di tangannya.
“Saya ingin pergi ke kuil, Ibu,” jawab Evelyne sopan. Duke Astria dengan mata merahnya juga nampak berada di depan meja makan.
“Sendiri?” tanya Duke Astria pada akhirnya. Meski dia memang terlihat kacau, namun dia tetaplah seorang Duke yang bijaksana akan segala sesuatunya.
“Tidak, saya bersama kekasih saya.” jawab Evelyne menyinggung ayahnya. Duke Astria terdiam dan menghela napas berat.
“Maafkan Ayah, Evelyne,” ucap Duke Astria. Evelyne menghela napas berat dan berusaha menampakkan senyumnya.
“Ya, Ayah. Anda tetaplah bijaksana apa pun yang terjadi. Jangan merusak kesehatan Anda karena wanita itu. Benarkah Ayah mencintainya? Ataukah Ayah hanya merasa kasihan? Bedakan keduanya dan sadarilah perasaan Ayah sendiri.” ucap Evelyne, meski tetap sopan namun penuh penegasan.
“Kasihan?” gumam Duke Astria. Memang bila dirinya dan Lady Miranda bertemu di sebuah desa pelosok dan dia melihat Lady Miranda sebagai sosok sederhana yang menawan.
Duke Astria tak sadar, akankah hatinya itu hanya kasihan atau cinta. Evelyne tersenyum menatap ibunya yang kebingungan.
“Tuan, seorang tamu datang berkunjung.” bisik seorang asisten sang Duke Astria. Evelyne tersenyum dan bangkit dari kursi makannya.
“Sepertinya kekasihku sudah tiba, izinkan dia bergabung, Ayah.” ucap Evelyne. Duke Astria mengangguk dan memberikan aba-aba pada bawahannya itu.
“Selamat pagi.” Evelyne langsung berlari dan menerjang tubuh Piter dengan pelukan. Duke Astria dan Duchess Astria tertegun melihat sikap tidak sopan putrinya.
“Selamat pagi juga. Adakah sesuatu yang menyenangkan di pagi ini? Nampaknya senyum Anda terlalu menawan untuk dikatakan tak ada apa pun yang terjadi?” tanya Piter ikut tersenyum.
“Mungkin karena mendapat ucapan manis saat bangun tidur,” kekeh Evelyne. Piter nampak tersipu dan menggaruk tengkuknya.
“Ah, salam kepada Duke dan Duchess Astria. Senang berjumpa dengan Anda.” ucap Piter dengan wajah bersemu kemerahan. Evelyne ingin terbahak melihatnya, namun masih menahan diri.
“Selamat datang, Duke Zisilus. Saya tak menyangka kalian akan memiliki hubungan sejauh ini dalam waktu singkat.” ucap Duke Astria. Dia merasa curiga akan Piter dan Evelyne.
“Jangan menatap kami seperti itu, Ayah. Kami tak melakukan apa yang anda curigakan!” bantah Evelyne sebelum ayahnya berkata apa yang ada di benaknya.
“Sungguh?” curiga sang Ibu lagi. Evelyne mengepalkan tangannya merasa dicurigai oleh kedua orang tuanya sekaligus.
“Ibu tahu bila setiap malam Duke Zisilus ada di kamarmu.” ucap Ibu Evelyne menatap sang putri. Duke Astria tertegun—nyatanya bukan itu yang ia curigai.
“Hem, saya curiga bila kalian melakukan kompromi dan pernikahan ini hanya sebuah kesepakatan semata.” ucap Duke Astria. Duchess Astria melotot ke arah suaminya.
“Anda tak mengenal cinta rupanya. Dari segi mana Anda melihat bila mereka melakukan kesepakatan?” Duke Astria menatap Evelyne dan Piter bergantian.
“Mustahil mereka saling menyukai, bukan? Keduanya nampak begitu berbeda.” ucap lagi Duke Astria. Evelyne yang mendengar itu menjadi tak terima.
“Hei Duke! Aku mencintaimu, kau tahu itu bukan?” ucap Evelyne dengan berani menarik kerah baju Piter hingga wajah mereka berdekatan.
Cup!
Satu kecupan lolos di bibir Piter. Piter terpaku, bahkan tak dapat mengeluarkan satu kata pun dari bibirnya. Kedua pipinya memerah seperti kepiting rebus. Duke Astria terkekeh melihat ekspresi kedua anak muda itu.
“Astaga, saya bahkan lebih percaya bila saya akan segera menimang cucu.” girang Duchess Astria. Duke Astria juga kehabisan kata-kata melihat tontonan itu.
Evelyne biasanya sosok yang kalem, penuh kehati-hatian, dan sangat beradab. Namun kini nampak amat berani, bar-bar, bahkan tak tahu malu. Sungguh berbeda dari sosok Evelyne yang biasanya.
Sedangkan Duke Zisilus yang dikenal sebagai pedang kerajaan, terkenal karena keberaniannya, ketangguhannya, dan betapa menyeramkannya dia. Namun kini justru nampak seperti kucing manis yang dielus majikannya. Bahkan sikapnya itu terlalu manis hingga Duke Astria sendiri sulit mengenali Duke Zisilus.
Duke Astria bangkit dari duduknya dan menepuk bahu Piter. “Anda baik-baik saja?” tanya Duke Astria mendapati Piter yang nampak masih terpaku setelah dapat serangan tak terduga.
“Saya tidak tahu. Saya mengira saya tidak baik-baik saja sekarang.” ucap Piter merasakan dadanya yang berdetak amat cepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Diyah Pamungkas Sari
evelyn main sosor bae kan kaget wkwkwkwwkk
2025-04-05
2