Pagi kembali tiba saat kediaman Duke Astria disibukkan dengan kepindahan dari putri kedua Astria, meski dia tak memiliki gelar Astria. Namun, mau bagaimanapun juga, dia memiliki darah Astria, meski tidak murni, tentu saja.
Alena kini mengenakan gaun merah jambu, dengan hiasan di rambut pirangnya yang menambah aura kecantikannya. Dia tersenyum ke arah ibu dan ayahnya sebelum menaiki sebuah kereta kuda dengan lambang keluarga Aragont.
Evelyne yang melihat itu juga terdiam. Memang benar, tingkat kelicikan Alena sungguh luar biasa. Namun, Alena tak lebih hanya seorang korban dari salahnya pendidikan yang pernah dia hadapi. Evelyne berharap, meski di kehidupan sebelumnya Laksa dan Alena amat jahat terhadapnya, mereka dapat menjalani hidup dan menjadi sosok yang baik.
Evelyne menatap ibu tirinya yang kini terpaku. Tangan menyusut air matanya. Kini, kehancurannya sudah ditentukan, dan sudut bibir Evelyne terangkat.
Istilahnya, sudah terlanjur terjebur maka langsung mandi saja sekalian. Kini, mata-mata musuh sudah mulai memperhatikan dirinya. Dan kenapa tidak? Evelyne akan benar-benar membuat mereka memperhatikan dirinya sepenuhnya.
Evelyne masuk ke dalam kediaman Astria. Langkahnya anggun, bibirnya nampak bergumam. “Lima, empat, tiga, dua, dan... satu.”
Setelah hitungan selesai, beberapa prajurit Istana nampak mendatangi kediaman Astria. Tentu saja, Duke Astria juga terkejut. Dia sudah mendapatkan peringatan sebelumnya dari Evelyne agar dirinya cepat bertindak. Namun, karena dia masih menimbang beberapa hal, kini justru Evelyne yang turun tangan langsung.
“Ada apa ini?” tanya Duke Astria kebingungan.
“Saya membawa surat penangkapan! Harap Lady Miranda menghadap Yang Mulia Raja, atas pengkhianatan terhadap Kerajaan!” ucap salah satu prajurit. Duke Astria sejenak menutup matanya dan kembali membukanya lagi.
“Adakah bukti yang memberatkan bila dia melakukan pengkhianatan?” tanya Duke Astria. Duchess Astria menekan dadanya, terasa perih.
Suaminya memang menikah dengan dirinya hanya karena urusan keluarga dan demi keturunan Astria yang murni sebagai seorang bangsawan. Tak ada cinta atau hal manis dalam pernikahan mereka, justru cinta Duke Astria amat lekat pada selirnya.
“Semua itu akan dibicarakan dalam persidangan. Harap Tuan Duke jangan menghalangi langkah kami,” ucap mereka dengan tegas. Evelyne dari lantai dua menyeringai menyaksikan adegan tersebut.
Salah sendiri dia meracuni ibunya. Bahkan, di masa depan bisa saja dia akan membunuh ibunya dan menghancurkan hidup Evelyne. Maka sebelum semuanya terlanjur terjadi, Evelyne akan membereskan keributan itu dengan caranya.
“Apa yang kalian lakukan? Saya tidak pernah merasa bila saya melakukan pengkhianatan pada Kerajaan! Bagaimana bisa kalian menangkap saya?!” teriak Lady Miranda tak terima. Duke Astria merentangkan sebelah tangannya, menghalangi para prajurit Istana yang akan membawa selirnya.
“Saya akan menangani ini sendiri, harap kalian kembali,” ucap Duke Astria. Sayang sekali, kediaman Duke Astria tidak kebal hukum layaknya keluarga Duke Zisilus. Duke Astria hanya memiliki kebebasan dalam berniaga, bukan hukum kerajaan.
“Maafkan saya, Tuan Duke, namun kami hanya menjalankan perintah,” ucap para prajurit itu. Duchess Astria melangkahkan kaki pergi dari sana. Sudah jelas sekarang bagaimana suaminya akan berpihak.
Dadanya perih. Meski Duke Astria tak mencintai dirinya, namun Duchess Astria tak demikian. Meski kedatangan selir ke kediaman itu membuat luka di hatinya, mau bagaimanapun, Duke Astria selalu memperlakukan dirinya dengan baik. Setetes air mata keluar dari sudut matanya, dan akhirnya Duchess Astria menutup pintu kediaman itu, membuat semua orang terkejut.
Tentu saja, hal itu ada maksudnya bagi para bangsawan. Itu bertanda bahwa bila semua hal yang terjadi tak akan ada sangkut pautnya atau Duchess Astria enggan untuk ikut campur. Duke Astria terdiam melihat sikap tegas istrinya. Dia menatap ke lantai dua, di mana Evelyne berada.
Nampak sebuah senyum mengerikan tergambar di bibir Evelyne. Gadis yang biasanya selalu manis dan cerdas kini menampakkan sosok yang amat mengerikan. Bulu kuduk Duke Astria berdiri melihat tatapan itu.
“Evelyne?” gumam Duke Astria memohon. Evelyne menatap ayahnya dengan tatapan Evelyne yang ada di kehidupan sebelumnya, amat mengerikan.
“Ayah, bila Anda hendak ikut campur, maka lakukanlah. Namun, bila Anda menjadi salah satu tersangka pengkhianatan, maka terimalah konsekuensinya sendiri,” ucap Evelyne, memutar tubuhnya dan meninggalkan balkon lantai dua itu lalu masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Evelyne tahu kini hati ibunya mungkin tengah terluka. Namun, dia memilih untuk diam di kamarnya. Ibunya juga butuh waktu sendiri. Dan ayahnya yang sungguh tolol itu harus tahu bahwa tanpanya, Evelyne juga mampu melangkah sendiri.
Benar saja, setelah kepergian Lady Miranda, Duke Astria juga ikut pergi ke Istana. Sedangkan Evelyne kini sudah bersiap dengan kemungkinan selanjutnya.
Seluruh pengawasan kini pasti tertuju pada Evelyne setelah kejadian hari ini. Mereka pasti tak akan menyangka bahwa orang yang kini tengah bergerak telah merangsek masuk sampai ke inti dari persembunyian para mata-mata tersebut.
Brak!
Malam hari, pintu kediaman Duke Astria terbuka dan nampaklah di sana Duke Astria dengan wajah kusutnya. Evelyne tak perlu bertanya apa yang terjadi karena dia memang sudah tahu apa yang pasti terjadi.
Beberapa saat lalu di Istana Kerajaan, Duke Astria kini menghadap Raja, dan di sana juga ada Duke Zisilus sebagai tangan kanan Raja yang terpercaya.
“Yang Mulia, saya hanya ingin agar selir saya dikembalikan ke kediaman Astria. Biar hukum Astria yang akan menghukumnya, Yang Mulia,” ucap Duke Astria dengan wajah memelas.
“Apakah Anda menghina saya, Duke?” tanya Raja dengan tatapan tajamnya. Duke Astria seketika kelabakan.
“Kau ingin mengambil pengkhianat itu? Dengan semua bukti yang ada, dia bahkan bisa dieksekusi langsung di tempat, Duke!” tegas Raja dengan wajah suramnya.
“Yang Mulia, saya mohon. Mengingat semua pengorbanan Astria, saya memohon kepada Anda untuk melepaskan selir saya,” ucap Duke Astria dengan wajah memelas.
“Begitukah? Apa yang membuatnya sangat berarti bagimu, Duke? Apakah kamu juga akan rela memberikan posisi Duchess pada selirmu itu?” tanya Raja dengan wajah yang sulit ditebak.
Duchess Astria saat ini adalah adik kandung Raja dan amat dicintai sang Raja. Tentu saja, hal itu sangat amat membuat Raja marah melihat bagaimana sikap Duke Astria yang begitu menyayangi selingkuhannya. Ya, sebagai seorang selir, kata selingkuhan memang layak, bukan?
“Bila memang dapat membawanya kembali, Yang Mulia,” ucap Duke Astria lemas. Dia tahu konsekuensinya, namun cintanya pada Lady Miranda lebih besar dari apa pun.
Brak!
Raja murka oleh kata-kata itu dan langsung menatap Duke Astria dengan tatapan mengintimidasi. Raja bangkit dari duduknya, lalu melangkah ke arah sofa yang letaknya tak jauh dari meja kerjanya.
“Piter, apa pendapatmu?” tanya Raja kepada Duke Zisilus yang sejak awal duduk di sofa memperhatikan mereka semua.
“Bukan membiarkan sampah dipoles, sampah akan tetap sampah. Saya lebih ingin membuang satu berlian kotor yang menyatu dengan sampah daripada mengotori berlian lainnya yang amat berharga,” ucap Piter dengan serius. Duke Astria membelalakkan matanya mendengar ucapan Piter.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments