“Apa maksud Anda, Duke Zisilus?” Suara Duke Astria kini bergetar, Piter terkekeh sumbang.
“Saya adalah tunangan Evelyne, dan Evelyne sendiri yang melaporkan kejadian ini pada pihak kerajaan. Jasanya dalam menangkap seorang mata-mata adalah anugerah besar, karena sejatinya itu adalah tugas kami sebagai pelindung kerajaan. Namun kini, calon istriku justru sudah melakukan tugasnya sebagai Duchess Zisilus. Dan Anda menanyakan apa maksud saya? Tujuan saya sudah jelas, Tuan Duke. Bila Anda enggan pergi dari sini, maka pergilah dan bawa kekasihmu itu, namun jangan kembali pada keluarga Astria. Karena sebagai seorang bangsawan yang menjadi pengkhianat, maka gelar bangsawannya akan dicopot sekaligus hukuman berat siap menanti Anda, Tuan Duke.”
Hening seketika mendengar ucapan Piter, Raja sendiri terpaku mendengar setiap penuturan tegas dan mengintimidasi itu dengan tatapan kagum.
“Saya bisa mengambil alih tahanan yang Anda inginkan, Duke Astria. Namun besok dia akan dieksekusi langsung di depan khalayak. Tanpa adanya persidangan, apa Anda bersedia?” ucap Piter lagi menambahkan. Raja tersenyum mendengarnya dan menatap tubuh Duke Astria yang kini gemetar.
Tak ada pilihan baginya untuk bertahan. Mempertahankan dirinya sebagai seorang bangsawan dan pendidikan yang diberikan kedua orang tuanya sejak dirinya lahir selalu menjadi prioritas. Sekarang dia dihadapkan dengan pilihan yang amat berat.
“Yang Mulia, Anda sendiri yang memaksa pernikahan saya dan adik Anda dilangsungkan kala itu. Anda juga yang membutuhkan penguatan posisi Anda sebagai Raja. Ini mah balasan Anda?” tutur Duke Astria. Raja menghela napas berat. Raja memang sengaja menjodohkan mereka, itu semua juga karena kebodohan Duke Astria yang bisa saja dimanfaatkan bangsawan lain demi kepentingan mereka.
“Anda sendirilah yang bodoh. Bahkan saat ini Anda tak dapat melihat siapa yang benar-benar ada di pihak Anda, Duke. Haruskah saya membukakan mata Anda sekali lagi?” Raja kembali angkat bicara, Piter mengangguk ke arah Raja.
“Anda sengaja menyembunyikan semua kejahatan selir Anda, Duke Astria. Bila memang harus, seharusnya sejak awal Anda tak akan dihadapkan dengan pilihan ini, dan akan mengikuti selirmu di balik jeruji besi. Anda juga yang merekomendasikan teh pada istrimu sendiri, di mana di dalamnya ada tanaman beracun, dan itu juga salah satu kejahatan kejam yang harusnya tak dapat dimaafkan. Selanjutnya, berbagai hal yang menyangkut sektor perdagangan kini dimanfaatkan oleh mata-mata untuk mengorek kerajaan ini. Dan kau tetap tutup mata!” Akhirnya suara Raja meninggi akibat kesal dan terbawa emosi.
Duke Astria terdiam lemas mendengar setiap penuturan Raja yang menyudutkan dirinya, dan semua itu adalah fakta yang tak dapat dia hindari. Duke Astria akhirnya berdiri dari duduknya, tanpa sepatah kata pun dia meninggalkan ruangan itu.
“Ayah, saya sudah memperingatkan Anda. Kini Anda sendiri yang akan menentukan nasib Anda!” ucap Evelyne menegur ayahnya yang nampak lunglai.
“Dasar anak durhaka! Beraninya kau melakukan ini pada ayahmu sendiri!” Tangan Duke Astria terangkat, siap memukul pipi putrinya sendiri.
Deg!
Duke Astria kembali tersadar, dan kembali menghela napas berat. “Maafkan Ayah, Evelyne. Ayah tak berniat melakukannya.” Evelyne menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca seolah akan menangis.
Ayahnya memang sosok yang lemah lembut, namun bila emosi yang dimilikinya sampai di titik itu, dapat dipastikan bagaimana kondisi Duke Astria saat ini.
“Jangan ganggu aku sampai beberapa hari ke depan,” ucap Duke Astria memasuki ruang kerjanya. Nampak seorang pelayan dipanggil, dan sebotol anggur dibawa oleh pelayan itu setelahnya.
Evelyne menghela napas panjang. Ini adalah keputusan yang sangat bodoh yang diambil ayahnya. Namun ini semua juga demi kebaikannya sendiri, dan memang harus sampai di titik ini.
Evelyne sejenak menyelinap masuk ke dalam kamar sang Ibu. Dia mendapati sang Ibu sudah terlelap, dan nampak jelas ada serpihan kristal di atas bantal yang ditiduri sang Ibu. Itu adalah serpihan garam dari air mata yang sudah mengeras.
Evelyne terdiam sejenak. “Maafkan saya, Ibu,” bisik Evelyne, mengecup kening ibunya dan kembali keluar dari kamar tersebut. Ibu Evelyne yang nampak tengah bermimpi indah itu sejenak tersenyum dalam tidurnya.
Mungkin mimpi itu anugerah dan akan membawa hal baik untuk dirinya dan keluarganya. Malam kian larut dan bulan yang nampak bulat sudah ada di atas kepala. Namun Evelyne masih terjaga, dia menatap langit musim panas yang kala itu nampak berbintang.
Kelebatan hitam menyadarkan Evelyne dari lamunannya, hingga sosok berjubah hitam mendarat sempurna di hadapan Evelyne. Evelyne mengatupkan mulutnya, menahan air mata yang hendak keluar dari matanya.
“Selamat datang, Piter,” bisik Evelyne berdiri dan lekas memeluk pria di hadapannya.
“Anda baik-baik saja?” bisik Piter lembut. Angin malam berhembus membuat Piter tersadar akan kain tipis yang kini dikenakan tunangannya. Sigap, Piter melepaskan jubah besarnya dan menutupkannya pada tubuh Evelyne.
“Di sini dingin,” bisik Piter, namun pelukan Evelyne amat erat. Piter terdiam dan sejenak dia merasakan tubuh Evelyne bergetar dengan segukan yang mulai terdengar.
“Piter, maafkan saya,” gumam Evelyne di sela-sela tangisnya. Piter terdiam, mendengar permintaan maaf yang terasa begitu tulus dan hangat.
“Tak ada yang perlu dimaafkan, Anda tak melakukan kesalahan apa pun,” ucap Piter, mengangkat tubuh Evelyne dan memeluknya.
“Saya izin masuk ke dalam kamar Anda,” bisik Piter. Evelyne mengangguk dan memeluk leher Piter.
Piter duduk di tepi tempat tidur dan membiarkan cahaya bulan menerobos jendela kamar malam itu. Evelyne duduk di atas pangkuan Piter dengan wajah memerah. Namun untunglah malam yang meski tak gulita, dapat menyembunyikan rona itu dari Piter.
“Piter, apakah Anda mencintai saya?” tanya Evelyne. Piter terdiam, dan tersenyum kemudian. Piter menyingkapkan rambut ke belakang telinga Evelyne.
“Mungkin lebih dari sekadar cinta, apakah ada kata yang lebih dari itu?” ucap Piter. Evelyne tak tahan lagi menahan tangisnya. Dia memeluk Piter dengan erat. Segala kekejaman dirinya di kehidupan sebelumnya, dan berbagai kejahatan yang dia buat selalu disembunyikan dengan baik oleh Piter. Beberapa kali pula Piter mengungkapkan cinta di kehidupan sebelumnya, namun tak pernah digubris oleh Evelyne.
“Piter, maafkan saya… hiks… maafkan saya…” tangis Evelyne. Piter sadar diri. Mungkin permintaan maaf itu disebabkan karena Evelyne belum dapat menerima Piter atau belum dapat membalas cinta Piter pada Evelyne, dan Piter tak keberatan akan hal itu. Dengan berada di samping Evelyne, semua hal itu tak akan berarti bagi Piter.
“Tidak apa-apa, Evelyne. Saya akan menanti Anda sampai Anda benar-benar menerima saya,” ucap Piter mengusap punggung Evelyne dengan lembut. Evelyne menggelengkan kepalanya. Bukan. Itu yang menyebabkannya meminta maaf pada Piter. Namun karena dia tidak bisa jujur akan segala hal yang menimpanya di kediaman sebelumnya.
“Bukan itu, dasar bodoh!” gerutu Evelyne, memukul dada Piter pelan. Piter terdiam sejenak. Otaknya berputar, seolah tengah bertanya pada dirinya sendiri. Lalu, apa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Diyah Pamungkas Sari
gemes bgt sm piter n evelyn wkwkwkwkk
2025-04-04
1