Setelah pernikahan Alena dan Laksa usai, suasana di ibu kota kembali berangsur tenang. Namun, bagi Evelyne dan Duke Zisilus, ini bukanlah akhir dari segalanya. Justru, mereka semakin waspada terhadap berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Mata-mata yang ditempatkan oleh Duke Zisilus terus bekerja dalam diam, mengawasi setiap gerak-gerik orang-orang yang mencurigakan, termasuk Diana, tunangan Pangeran Mahkota.
Pada suatu malam yang gelap, seorang mata-mata setia Duke Zisilus melaporkan temuannya. Dengan langkah cepat, pria itu memasuki kediaman Duke Zisilus dan segera dihadapkan pada sang Duke sendiri.
"Tuanku, kami telah menemukan sesuatu yang mencurigakan," lapor pria itu dengan suara tertahan, matanya menatap tajam, memastikan tak ada satu pun orang lain yang mendengar.
Duke Zisilus menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan ekspresi serius. "Bicara. Apa yang kalian temukan?"
Mata-mata itu menelan ludah sebelum melanjutkan. "Diana, tunangan Pangeran Mahkota, diam-diam bertemu dengan seorang pria berjubah hitam. Pertemuan itu terjadi di sebuah gudang tua di pinggiran ibu kota. Kami mengamati dari jauh, tetapi mereka sangat waspada. Mereka tampaknya sudah mencurigai Lady Evelyne."
Duke Zisilus mengernyit. "Sudah sejauh itu?"
Mata-mata itu mengangguk. "Ya, Tuanku. Kami tidak dapat mendekat lebih jauh karena penjagaan mereka sangat ketat. Namun, dari percakapan yang kami tangkap, mereka membicarakan pergerakan Lady Evelyne belakangan ini yang dianggap mencurigakan."
Duke Zisilus terdiam sejenak. Pikirannya berputar cepat. Jika Diana dan orang berjubah hitam itu mencurigai Evelyne, berarti mereka tidak bisa lagi bertindak secara sembarangan. Dia harus segera memberi tahu Evelyne.
Malam itu juga, Duke Zisilus mendatangi kediaman Evelyne secara diam-diam. Dengan hati-hati, ia memasuki taman belakang rumah keluarga Astria dan bertemu Evelyne di paviliun kecil yang diterangi cahaya bulan. Evelyne sudah menunggunya dengan ekspresi serius.
"Ada yang harus kuberitahukan padamu, Evelyne," ujar Duke Zisilus tanpa basa-basi.
Evelyne yang telah membaca situasi dari sorot mata Duke Zisilus segera berkata, "Apa yang terjadi?"
Duke Zisilus mendekat dan duduk di seberang Evelyne. "Mata-mataku menemukan sesuatu yang mengkhawatirkan. Diana telah bertemu dengan seorang pria berjubah hitam. Mereka mencurigai gerak-gerikmu."
Evelyne terdiam sejenak, ekspresinya sulit dibaca. "Berarti, mereka sudah mulai curiga. Ini lebih cepat dari perkiraanku."
"Apa kau memiliki rencana?" tanya Duke Zisilus, matanya tajam memperhatikan Evelyne.
Evelyne tersenyum tipis. "Tentu saja. Aku tak mungkin diam saja. Jika mereka mencurigai aku, maka aku harus lebih dulu bertindak sebelum mereka menyerangku. Aku hanya perlu memastikan siapa pria berjubah hitam itu dan apa rencana mereka."
Duke Zisilus mengangguk pelan. "Aku bisa mengerahkan lebih banyak mata-mata untuk mencari tahu identitas pria itu. Tapi kau juga harus berhati-hati, Evelyne. Ini bukan permainan biasa."
Evelyne tersenyum simpul, matanya penuh keyakinan. "Aku tahu, Piter. Tapi aku tidak akan mundur. Jika memang aku dan Diana akan berselisih di masa depan, maka aku akan memastikan aku yang menang."
Duke Zisilus menatapnya sejenak sebelum tersenyum kecil. "Aku akan mendukungmu. Aku hanya berharap kau tidak mengambil risiko yang terlalu besar."
Evelyne tersenyum tipis. "Jangan khawatir. Aku tidak berniat mati muda."
.
.
Setelah percakapannya dengan Duke Zisilus, Evelyne merasa pikirannya semakin jernih. Meski kini posisinya sedang dalam bahaya, namun itu menyediakan waktu untuknya agar dapat menghukum orang orang di wilayahnya terlebih dahuru. Ia tahu bahwa langkah berikutnya adalah memastikan semua musuhnya tidak memiliki celah untuk menyerangnya, dan langkah pertama yang harus ia ambil adalah menyelesaikan masalah di dalam rumahnya sendiri.
Selama ini, ibu tirinya selalu menunjukkan wajah manis di hadapan Duke Astria, tetapi Evelyne tidak pernah percaya. Ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan wanita itu. Dengan bantuan para pelayan setianya, Evelyne akhirnya menemukan bukti yang selama ini ia cari. Beberapa dokumen yang mencurigakan ditemukan tersembunyi di salah satu ruangan yang jarang digunakan di kediaman Astria. Dokumen-dokumen itu berisi laporan tentang pergerakan Duke Astria, surat-surat misterius yang dikirimkan kepada pihak luar, serta catatan detail mengenai segala sesuatu yang terjadi di dalam kediaman Astria. Ini adalah bukti bahwa ibu tirinya adalah mata-mata kerajaan musuh.
Malam itu juga, Evelyne langsung menemui ayahnya di ruang kerja. Tanpa ragu, ia menyerahkan bukti-bukti yang telah ia kumpulkan.
"Ayah, lihat ini," katanya, suaranya terdengar tegas dan tanpa keraguan.
Duke Astria mengambil dokumen itu dan mulai membacanya dengan saksama. Raut wajahnya berubah serius seiring dengan setiap halaman yang ia baca. Tangan yang menggenggam dokumen itu semakin erat, menunjukkan betapa marahnya ia.
"Dari mana kau mendapatkan ini, Evelyne?" tanyanya, suaranya rendah tetapi mengandung kemarahan yang tertahan.
"Aku sudah lama mencurigai ibu tiri," jawab Evelyne. "Jadi aku meminta seseorang untuk mencari tahu. Dan ini adalah hasilnya. Aku yakin dia telah memata-matai kita selama bertahun-tahun. Ini bukan hanya pengkhianatan terhadap keluarga kita, tetapi juga terhadap kerajaan."
Duke Astria menghela napas panjang, kemudian menatap putrinya dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Dan kau ingin aku melakukan apa?"
Evelyne menatap lurus ke mata ayahnya. "Aku ingin Ayah segera bertindak. Kita tidak bisa membiarkan musuh berkeliaran bebas di dalam rumah kita sendiri."
Duke Astria terdiam. Ia tampak sedang mempertimbangkan sesuatu. Dalam hatinya, ia sadar bahwa Evelyne benar. Namun, ini bukan perkara mudah. Ibu tiri Evelyne bukan hanya seorang mata-mata, tetapi juga wanita yang selama ini telah mendampinginya, meskipun itu semua adalah kebohongan.
Evelyne melihat keraguan dalam mata ayahnya, dan ia tahu bahwa jika ia tidak bertindak lebih jauh, kemungkinan besar Duke Astria akan berusaha mencari jalan tengah. Itu bukan sesuatu yang bisa ia biarkan.
"Ayah," katanya dengan nada yang lebih dingin, "jika Ayah tidak segera bertindak, maka aku yang akan bertindak sendiri. Aku tidak peduli apa pun alasan Ayah untuk menunda ini. Jika Ayah tidak segera menyingkirkannya, maka aku yang akan melakukannya dengan caraku sendiri."
Mata Duke Astria membelalak mendengar ancaman putrinya. Ia tahu bahwa Evelyne tidak sedang bercanda. Putrinya telah tumbuh menjadi wanita yang kuat dan berani. Ia tidak lagi menjadi gadis kecil yang bisa ia lindungi hanya dengan kata-kata.
Setelah beberapa saat, Duke Astria akhirnya mengangguk. "Baiklah, aku akan menangani ini."
Evelyne tidak tersenyum. Ia tidak merasa lega sebelum melihat tindakan nyata dari ayahnya. "Aku ingin ini selesai secepat mungkin, Ayah. Kita tidak bisa memberi mereka kesempatan untuk bergerak lebih jauh. Jika mereka sudah sejauh ini, maka kita juga harus lebih cepat."
Duke Astria menatap putrinya dengan bangga dan sedikit sedih. Ia sadar bahwa Evelyne bukan hanya seorang putri bangsawan biasa. Ia telah menjadi seseorang yang mampu menghadapi dunia dengan kekuatan dan kecerdasannya sendiri.
"Aku akan memastikan semuanya selesai," kata Duke Astria akhirnya.
Evelyne mengangguk. "Terima kasih, Ayah."
Malam itu, Duke Astria segera memerintahkan beberapa orang kepercayaannya untuk mengamankan kediaman mereka dan mengawasi ibu tiri Evelyne. Sementara itu, Evelyne merasa satu beban telah terangkat dari pundaknya. Namun, ia tahu ini bukan akhir dari segalanya. Masih ada banyak hal yang harus ia hadapi, termasuk Diana dan pria berjubah hitam yang menjadi ancaman berikutnya.
Ketika Evelyne kembali ke kamarnya, ia menatap bayangan dirinya di cermin. Ia tersenyum tipis.
"Permainan baru saja dimulai," gumamnya pelan, kini dia menyeringai layaknya Evelyne yang dulu. Dia tak akan kejam seperti dulu, namun Evelyne tetaplah Evelyne.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments