Kisah Ande-Ande Lumut (17)

Setelah memikirkannya cukup lama, Denara akhirnya mengambil keputusan.

“Ayam bakar pedas... telur orak-arik... salad sayur... dan tentu saja, nasi. Tidak ada makan malam tanpa nasi,” gumamnya mantap, seperti seorang jenderal yang menyusun strategi perang.

Dia segera berdiri, mengikat rambutnya ke atas, lalu mulai menyiapkan bahan-bahan.

Dari keranjang belanjaannya, Denara mengeluarkan ayam segar, cabai, bawang putih, bawang merah, kecap manis, serta beberapa sayuran seperti timun, tomat, dan selada. Dia juga mengambil beras dari tempayan kayu di sudut dapur.

Sambil mencuci ayam, dia bersenandung kecil. Tangannya cekatan mengolah bahan—memotong daging, menumbuk bumbu, dan menyalakan tungku. Tak lama, asap mulai mengepul, dan aroma rempah memenuhi dapur sederhana itu.

Sebagian ayam dia sisihkan untuk dibakar, sementara sisanya diolah menjadi sup ayam sederhana. Dia merebusnya bersama daun bawang dan rempah ringan—hangat, ringan, tapi menggoda.

Yuyu Kangkang yang tadi duduk santai di depan rumah, mencium bau harum dari dapur. Dia melongok ke dalam dengan wajah penasaran.

"Baunya enak..." ucapnya dengan nada menggoda.

Denara hanya melirik sebentar sambil terus membumbui panci.

"Jangan berpikir untuk mencurinya. Lebih baik kamu pergi ke gunung dan cari beberapa buah segar," balasnya datar.

Yuyu Kangkang terkekeh, kedua tangan diangkat seperti menyerah. "Tentu, baiklah." Lalu dia berbalik meninggalkan dapur.

Setelah sup ayam matang, Denara mengangkat panci dan mulai mempersiapkan ayam bakar. Potongan ayam yang sudah dibumbui dia letakkan di atas pembakaran arang, diolesi sambal merah yang pedas dan menggiurkan. Api kecil menjilat daging perlahan, menciptakan aroma yang menggugah selera.

Di sela-sela waktu, dia menanak nasi di atas kompor lainnya. Sementara nasi mengepul, Denara meracik salad sayur dengan saus jeruk nipis dan taburan gula merah. Warna-warninya segar, menciptakan kontras indah dengan aroma pedas manis dari ayam bakar yang semakin menggoda.

Tak lama kemudian, dapur sudah dipenuhi aroma masakan yang hangat dan lezat. Sebuah pemandangan sederhana namun penuh kehangatan, cukup untuk membuat perut siapa pun keroncongan sebelum waktu makan tiba.

Setelah selesai mengolah semua hidangan, Denara menghela napas lega. Ibu Klenting masuk ke dapur dan tanpa banyak bicara, segera membantu menyusun makanan ke atas meja. Mereka bekerja dalam keheningan yang nyaman, sesekali saling bertukar senyum.

Tepat saat mereka selesai menata hidangan, Yuyu Kangkang muncul dari arah kejauhan. Dia membawa beberapa lengkeng, menumpuknya dalam lipatan bajunya seperti anak kecil yang baru saja memetik buah dari kebun.

Namun langkahnya terhenti ketika melihat seorang pemuda berdiri di depan rumah Klenting Kuning, tampak seperti sedang menunggu seseorang.

Yuyu memperlambat langkahnya, rasa waspada mengalir dalam tubuhnya. Saat pemuda itu berbalik, mata mereka bertemu. Seketika tubuh Yuyu terasa bergetar. Dia tahu betul siapa yang berdiri di depannya, tak mungkin salah.

Dengan gerakan cepat, Yuyu Kangkang langsung berlutut dengan satu tangan di dada.

"Abdi memberi salam pada Yang Mulia Pangeran," katanya penuh hormat.

Pemuda itu, Raden Panji, berkedip penuh keterkejutan. Matanya dengan cepat menelusuri sekitar halaman, memastikan tidak ada yang memperhatikan. Begitu melihat halaman kosong, dia menghela napas lega.

Dia segera membungkuk dan membantu Yuyu Kangkang berdiri.

"Paman, apa yang kamu lakukan?" bisiknya cepat, suaranya nyaris panik. "Aku bukan Yang Mulia di sini, namaku Ande. Kuning mengundangku makan malam."

Sambil menenangkan Yuyu, Ande dengan tenang mulai memunguti lengkeng yang terjatuh. Gerakannya anggun dan tenang, membuat siapa pun yang melihatnya sulit mengatakan bahwa dia hanyalah pemuda biasa.

Yuyu Kangkang menunduk diam. Meskipun Raden Panji ingin menyembunyikan identitasnya, aura kebangsawanan tetap terpancar jelas. Namun sebagai seorang bawahan, dia harus membantu tuannya. Jadi Yuyu segera mengangguk mengerti.

"Ah, maafkan saya, Nak... Ehem, sepertinya cahaya senja membuat mataku keliru. Kukira kau seseorang yang kukenal," katanya cepat-cepat, mengatur ulang nadanya agar terdengar biasa saja.

Ande hanya tersenyum. "Tidak apa-apa, Paman."

Sebelum percakapan mereka berlanjut, Denara muncul di ambang pintu. Matanya menatap mereka dengan sedikit bingung.

"Apa yang kalian lakukan di luar? Cepat masuk. Makanannya sudah siap," ujarnya sambil melambaikan tangan. Lalu dia menatap Ande dan tersenyum kecil. "Ngomong-ngomong, selamat datang, Ande."

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!