Kisah Ande-Ande Lumut (4)

"Kuning?" panggil Yuyu Kangkang perlahan, suaranya tenang, namun cukup untuk mengalihkan perhatian Denara dari lamunannya.

Denara menoleh, mencoba menyembunyikan keterkejutannya. "Oh, iya. Kamu... apa kamu sudah selesai menangkap ikan?" tanyanya dengan nada datar, meskipun pikirannya sibuk mencoba memahami situasi.

Pikirannya dengan cepat menyusun kembali alur cerita.

Dalam kisah ini, kerajaan belum hancur. Namun Ande-ande Lumut yang dulunya dielu-elukan, kini menjadi bahan ejekan di setiap sudut kerajaan. Dia bersembunyi di gunung, mungkin hanya menunggu waktu sebelum menyerah pada keputusasaan dan bunuh diri.

Aduh...

Kenapa dia harus muncul di saat seperti ini? 

Tidak bisakah dia datang sebelum Pertunangan Klenting Merah diakui atau setidaknya saat sayembara?

Denara menghela napas dalam hati. Lupakan saja, apa lagi yang bisa dia lakukan. Dia tidak bisa memutar waktu. 

Sekarang, jika dia ingin mengubah takdir Ande-ande Lumut, dia harus menemukannya terlebih dahulu.

"Aku menangkap dua ikan besar," ujar Yuyu Kangkang sambil mengangkat tangannya yang membawa hasil tangkapan. "Apa kamu ingin membakarnya atau aku saja yang melakukannya?"

Denara memandang pria itu sejenak. Yuyu Kangkang di hadapannya memang tampak muda dan tampan, tetapi Denara tahu kenyataan di balik penampilan itu. Usianya sebenarnya sudah cukup tua, hanya saja ilmu mistis yang dia gunakan membuat tubuhnya tetap terlihat muda dan memikat.

Pikiran Denara kembali melayang ke cerita aslinya. Yuyu Kangkang telah tertarik pada Klenting Kuning sejak pertemuan pertama mereka, yaitu pertarungan kecil di sungai saat Klenting Kuning berusaha menyeberang.

Setelah mengetahui bahwa Klenting Kuning ditolak oleh Ande-ande Lumut, Yuyu Kangkang yang awalnya hanya ingin mengganggu, justru merasa iba. Rasa kasihan itu perlahan berubah menjadi ketertarikan yang tulus. Dia kemudian menawarkan Klenting Kuning yang juga ingin meninggalkan kerajaan ini kesempatan untuk berpetualang bersamanya, mencoba mengubah luka hati gadis itu menjadi pengalaman baru yang lebih indah. Dan Klenting Kuning setuju, begitulah bagaimana meraka bersama sekarang.

Denara memperhatikan Yuyu Kangkang dengan tatapan yang sulit diterjemahkan.

Aneh rasanya, meskipun Yuyu Kangkang memperlakukan Klenting Kuning dengan begitu baik, dia hanya menganggapnya sebagai adik. Tidak ada cinta, tidak ada perasaan romantis. Hanya rasa kasihan dan tanggung jawab.

Untuk saat ini, Denara memilih untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Dia mengangguk pelan. "Kamu saja yang membakarnya. Tidak banyak bumbu, aku tidak akan melakukannya," ujarnya ringan, berusaha menyesuaikan diri dengan alur cerita ini.

Yuyu Kangkang tersenyum kecil, lalu berjalan menuju api unggun. Denara mengawasinya dalam diam, pikirannya sibuk menyusun langkah berikutnya.

Setelah beberapa saat, dia membuka suara. "Kang Yu... Kita ada di mana sekarang?" tanyanya, matanya tertuju pada ikan yang mulai menghitam di atas api.

"Ini pedalaman Borneo. Ada apa?" Yuyu Kangkang meliriknya sekilas sebelum kembali fokus pada ikan bakarnya.

Denara menggeleng pelan. "Aku hanya... sedikit merindukan rumah," bisiknya lirih.

Yuyu terdiam sejenak, lalu menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Kamu..." suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya, "apa kamu masih belum bisa melupakan Pangeran, Dek?"

Denara berkedip, sedikit terkejut. Dia menggeleng perlahan. "Tidak, mana mungkin. Aku hanya rindu Ibu," jawabnya cepat.

Dia tidak mengingat atau melupakan pangeran itu karena dia tidak mengenalnya sejak awal!

Bahkan dalam sayembara itu, Klenting Kuning tidak mengetahui rupa pangeran sebelum diusir bersama banyak wanita yang datang.

Namun, misinya adalah mengubah takdir Ande-ande Lumut atau sang pangeran itu. Menurut Denara yang membaca kisahnya, pangeran itu pasti akan berakhir mati atau menghancurkan dunia. Untuk menghentikannya, dia harus bertemu dengannya untuk memutuskan rencana selanjutnya.

Yuyu mengangguk paham. "Begitu..."

Percakapan berakhir dalam keheningan. Di antara mereka, hanya suara kayu yang berderak di dalam api dan aroma ikan yang semakin harum.

Yuyu dengan cekatan membalik ikan agar matang merata, lalu menyerahkannya kepada Denara. "Kalau begitu, apa kamu ingin kembali?" tanyanya, nada suaranya lebih serius dari sebelumnya.

Denara menatapnya dengan mata membesar, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Bisakah?" tanyanya ragu.

Serius, legenda benar-benar tidak bisa dipercaya. Bukankah Yuyu Kangkang seharusnya lelaki tua cabul? Lalu kenapa yang berdiri di hadapannya sekarang adalah seorang pemuda tampan yang penuh perhatian?!

Yuyu tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Ya. Sepertinya kita juga sudah terlalu lama pergi. Saatnya kembali," katanya dengan lembut.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!