Bab 17. Undangan Dari Joseph

Siang itu, cuaca sangat panas. Mobil sport berwarna orange melesat cepat melewati gedung-gedung yang menjulang tinggi pencakar langit.

Tepat setelah melewati lampu merah, akhirnya sang sopir berbelok dan membawa mobil itu menjauh dari perkotaan.

"Apakah tempatnya masih jauh?" tanya Marsha, ia terlihat cemas.

Sejak tadi gadis cantik itu tidak sedikitpun berhenti memainkan ujung kain pakaiannya. Tangannya meremas dan memilin ujung pakaiannya.

Giorgio memperhatikan itu. Kemudian ia mengulas senyum. Berusaha membuat Marsha senyuman mungkin.

"Sya, aku ini suami kamu sekarang. Jadi kamu gak perlu takut sama aku. Kamu cemas ya? Kenapa?" Giorgio langsung mengelus punggung telapak tangan istrinya.

"Aku lapar," keluhnya.

Akhirnya, ia bisa juga sedikit terlihat manja jika wajahnya memelas seperti ini. Gio langsung meraih puncak kepalanya, mencoba menenggelamkannya ke dalam dada bidangnya.

Sesekali mata Giorgio memperhatikan sang sopir yang tertangkap basah memperhatikan dari kaca spion. Ia tersenyum samar, entah apa artinya itu.

Tak lama berselang, Giorgio terlihat menghubungi seseorang lewat sambungan telepon.

"Bi, tolong siapkan sarapan sekarang. Aku membawa istriku pulang, dan kami sudah dekat," kata Giorgio.

Marsha hanya diam meski sebenarnya ia menatap heran. Siapa yang ia panggil Bibi? Kenapa ia melewati jalan berbeda dengan jalan yang ia lewati saat pergi ke rumah keluarga Abraham?

Pikiran Marsha terus berputar, menerka banyak kemungkinan.

***

Akhirnya, setelah sekitar lima belas menit kemudian mereka sampai juga di tempat tujuan.

Rumah megah yang letaknya tak jauh dari kota. Beberapa orang tampak bersiaga bberjaga. Tak hanya itu, beberapa bahkan berdiri dan bersiap membukakan pintu.

Tergambar jelas jika Giorgio bukan pria sembarangan. Terbukti jika kedatangannya saja disambut oleh beberapa pengawal.

Semua itu membuat Marsha penasaran tentang kepribadian qali suaminya.

"Ayo!" Tangan Giorgio terulur sempurna ke arah Marsha ketika mobil sudah berdiri di halaman rumah megah itu.

Pilar-pilar bercat putih menambah kesan elegan dan mewah. Membuat siapapun yang datang berkunjung pasti terpesona dengan keindahan rumah.

Marsha menggapai tangan suaminya, dengan kepala tertunduk, kaki jenjangnya melangkah memasuki rumah.

Langkahnya sedikit cepat seakan mencoba menyeimbangkan gerakan langkah suaminya yang cepat.

"Tidak perlu menundukkan kepala. Di sini, kamu bisa bebas. Keluargaku tidak tahu aku memiliki properti ini," ungkap Gio yang terus membimbing Marsha masuk.

Ia berjalan semakin dalam ke area privasi rumah. Memperkenalkan setiap sudut ruangan yang membuat gadis itu terpukau.

Marsha, terus terus mengeratkan genggaman tangannya di lengan suaminya seakan ketakutan karena ditetapkan ditatap beberapa orang pelayan dan juga pengawal rumah.

"Mereka semua, dagunya terangkat. Seperti sengaja memberi kesan menakutkan," bisik Marsha.

Giorgio terkekeh, kemudian tanpa aba-aba ia mengangkat tubuh mungil Marsha. Membuat gadis itu menjerit dibuat takut.

"Tidak, lepaskan!" teriaknya sambil memukul-mukul kecil bagian dada Giorgio.

"Katanya lapar, kita harus cepat," tandas Gio.

Pria bertubuh kekar itu akhirnya bergerak cepat menuju ruangan besar nan mewah. Sofa di sudut ruangan, sengaja dihiasi dengan bulu-bulu halus yang membuat nyaman siapapun yang akan duduk di sana.

Mata Marsha terbelalak. Ia memperhatikan sekeliling dinding kamar. Gadis itu benar-benar terkejut melihat ada banyak potret dirinya yang terpajang di beberapa sudut dinding.

Perlahan, Giorgio menurunkan Marsha, lalu pria itu berjalan cepat menutup pintunya.

"Kenapa ada banyak sekali fotoku di sini?" tanya Marsha.

"Sya, sebenarnya pak Tama sudah lama memberikan foto kamu. Beliau juga memperkenalkan diri kamu, jika kamu adalah putri Satu-satunya," kata Giorgio memulai cerita, "sejak saat itu... aku tidak pernah dekat apalagi pacaran sama perempuan manapun. Aku bahkan sering mengikuti kamu diam-diam meski hanya sekedar mengambil gambar."

Darah Marsha seketika berdesir. Jantungnya terpacu cepat.

"Bukankah kaku mengatakan bahwa aku bukan tipemu? Bukankah kamu juga janji akan menceraikan aku setelah dua tahun pernikahan kita?" Marsha bertanya seakan mencecar.

Giorgio memejamkan matanya sesaat.

"Semua itu tidak benar. Maaf aku terpaksa berbohong, Sya. Cuma dengan cara ini aku bisa membujuk kamu agar mau kunikahi. Aku semakin cemas ketika Joey bercerita jatuh hati kepadamu," cetusnya dengan guratan wajah serius.

Marsha bisa tahu dari raut tanpa senyum itu jika kali ini Giorgio memang tidak sedang main-main dengan kalimatnya.

"Dari mana bisa tahu?" tanya Marsha.

Tatapan matanya masih sama. Tatapan mata penasaran dengan sedikit perubahan di wajahnya.

"Joey menceritakan tentang kamu pada seluruh keluarga, ia juga menunjukkan fotomu. Beruntungnya itu terjadi sehari setelah aku bertemu denganmu dan Papamu," ungkap Marsha.

Gadis itu menelan ludah, seolah tak percaya dengan apa yang dikatakan suaminya. Jika ini benar, itu artinya bukan cinta, apalagi rasa kagum. Itu adalah obsesi.

Bagaimana mungkin, Marsha tidak pernah tahu jika ke manapun ia pergi selama ini selalu diikuti.

Kening Marsha berkerut, pikirannya menjalar di hari pertemuannya dengan Joey, Giorgio tidak membahas hari itu. Mungkinkah karena Marsha mencoba naik angkutan umum?

Ia terdiam.

"Ayo sarapan!" ajaknya.

Entah mengapa, suara serak yang terdengar berat itu kini berubah menjadi menakutkan?

Marsha masih mematu, membuat Gio langsung menangkup wajahnya. Ia mengangkat dagunya. Lalu, entah sejak kapan kedua bibir itu akhirnya mulai bersentuhan.

Ingin rasanya gadis itu menolak, tetapi ada ketakutan luar biasa dalam dirinya. Itu sebabnya ia hanya diam dan pasrah kali itu.

"Kenapa kamu hanya diam?" tanya Gio penasaran.

"Karena kita bukan siapa-siapa. Pernikahan ini, hubungan ini, hanya permainan 'kan bagimu?"

"Tidak, pernikahan kita sah, Sya. Kamu adalah milik. Dan maaf, aku tidak akan pernah melepaskan kamu."

Marsha memejamkan matanya sejenak. Kemudian menghela napas dalam, sebelum akhirnya ia mulai berbicara.

"Kita kembali ke hotel sekarang, aku ada janji," pinta Marsha terlihat serius.

"Oke, tapi sarapan dulu," sahut Gio.

Marsha merasa jika tinggal di sana seperti menjadi seorang tawanan. Ketakutan.

***

Waktu berlalu cepat, Marsha berjalan tergesa-gesa ke sebuah perusahaan kosmetik besar, atas undangan Joseph.

Pria itu tersenyum sumringah saat melihat gadis pujaan hatinya mau memenuhi undangannya.

"Halo, Sya. Aku gak nyangka kamu datang. Maaf ya, tentang kejadian kemarin," cetus Joseph sambil berjabat tangan seolah menyambut kedatangan Marsha.

"Kita profesional. Lagi pula aku diberikan kesempatan promosi novelku juga 'kan di live Bapak?" Marsha tersenyum.

Dan Joey lega. Ia tidak melihat Marsha ketakutan ketika berhadapan dengannya.

"Tentu, Sya. Ayo kita Jalan-jalan. Sekalian kamu liga beberapa parfum keluaran terbaru aku. Wanginya enak semua, kamu mau coba?" Joseph berbicara penuh harap.

Marsha mengangguk setuju. Entah apa yang ia pikirkan hingga tiba-tiba menerima tawaran adik iparnya. Mungkinkah karena ia mulai berpikir jika suaminya sudah berubah menjadi monster yang menakutkan? Entah.

Marsha berkeliling ke salah satu ruangan yang nyaris mirip toko di perusahaan itu. Ada banyak rak tertata tertata rapi, lengkap dengan berbagai skin care-nya di sana.

Ruangan itu bersebelahan dengan ruangan para petinggi perusahaan. Ruangan Erika dan mertua Marsha pun bahkan juga berada di sebelah ruangan itu. Hanya sebuah koridor panjang yang menjadi pemisahannya.

"Marsha, kamu datang? Kenapa gak bilang kalau kamu mau ke sini? Kita 'kan bisa barengan?" Suara bariton khas Gio, membuat Marsha tersentak.

Jantungnya terasa mau copot, matanya terbelalak lebar. Ia benar-benar tidak menduga jika suaminya ada di perusahaan yang sama dengan Joseph.

"Kenapa bisa ada dia?" tanya Marsha dengan raut wajah berubah ketakutan.

Kening Joseph sejenak sempat berkerut. Seolah sedang menerka jika hal buruk sempat mendera mereka.

"Ko Gio 'kan Presdir di tiga perusahaan keluarga, Sya. Jadi aku gak berani melarang," pungkas Joseph.

Mendadak, Marsha merasa jika dirinya tidak aman.

Bersambung....

Episodes
1 Bab 1. Joseph Sebastian Abraham
2 Bab 2. Sang Presdir yang Tampan
3 Bab 3. Seorang Anak yang Merindukan Ibu
4 Bab 4. Bioskop
5 Bab 5. Makan Malam Bersama Presdir
6 Bab 6. Cincin di Jari Manis
7 Bab 7. Dilamar Presdir
8 Bab 8. Terkurung
9 Bab 9. Dia Satu-satunya
10 Bab 10. Sikap tak Biasa Giorgio
11 Bab 11. Halu, atau Tak Tahu Malu
12 Bab 12. Bukan Pernikahan Impian
13 Bab 13. Janji di Atas Luka
14 Bab 14. Malam Pertama
15 Bab 15. Insiden
16 Bab 16. Perubahan Giorgio
17 Bab 17. Undangan Dari Joseph
18 Bab 18. Api Cemburu
19 Bab 19. Kafe Biru
20 Bab 20. Menculik Marsha
21 Bab 21. Kamu Meragukanku, Sya?
22 Bab 22. Bermain Drama
23 Bab 23. Bikin Cemburu Bagian 1.
24 Bab 24. Bikin Cemburu Bagian 2.
25 Bab 25. Bikin Cemburu Bagian 3.
26 Bab 26. Ibu Steven
27 Bab 27. Ungkapan Hati Giorgio
28 Bab 28. Pengakuan Joseph
29 Bab 29. Berseteru
30 Bab 30. Penguntit
31 Bab 31. Pura-pura Sakit
32 Bab 32. Terjebak
33 Bab 33 Status Hak Asuh Steven
34 Bab 34. Kebucinan Giorgio
35 Bab 35. Perceraian
36 Bab 36. Tak Pernah Menyerah
37 Bab 37. Menarik Perhatian
38 Bab 38. Hukuman
39 Bab 39. Mantan yang Kejam
40 Bab 40. Obsesi Giorgio
41 Bab 41. Jangan Panggil Aku Gay
42 Bab 42: Noda Saat Pemotretan
43 Bab 43. Luka di Wajahmu
44 Bab 44. Kamera Tersembunyi
45 Bab 45. Kecewa
46 Bab 46. Berkunjung ke Rumah Ayah
47 Bab 47. Kemarahan Pak Tama
48 Bab 48. Rekatnya Kembali
49 Bab 49. Terjebak Di Tempat Mencekam
50 Bab 50. Kecelakaan
51 Bab 51. Buku Diary (Bagian 1)
52 Bab 52. Buku Diary Bagian 2
53 Bab 53. Kembalinya Giorgio
54 Bab 54. Membenci Joseph
55 Bab 55. Angel
56 Bab 56. Siapa Gio?
57 Bab 57. Pilih Aku atau Dia?
58 Bab 58. Menjadi Kejam
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Bab 1. Joseph Sebastian Abraham
2
Bab 2. Sang Presdir yang Tampan
3
Bab 3. Seorang Anak yang Merindukan Ibu
4
Bab 4. Bioskop
5
Bab 5. Makan Malam Bersama Presdir
6
Bab 6. Cincin di Jari Manis
7
Bab 7. Dilamar Presdir
8
Bab 8. Terkurung
9
Bab 9. Dia Satu-satunya
10
Bab 10. Sikap tak Biasa Giorgio
11
Bab 11. Halu, atau Tak Tahu Malu
12
Bab 12. Bukan Pernikahan Impian
13
Bab 13. Janji di Atas Luka
14
Bab 14. Malam Pertama
15
Bab 15. Insiden
16
Bab 16. Perubahan Giorgio
17
Bab 17. Undangan Dari Joseph
18
Bab 18. Api Cemburu
19
Bab 19. Kafe Biru
20
Bab 20. Menculik Marsha
21
Bab 21. Kamu Meragukanku, Sya?
22
Bab 22. Bermain Drama
23
Bab 23. Bikin Cemburu Bagian 1.
24
Bab 24. Bikin Cemburu Bagian 2.
25
Bab 25. Bikin Cemburu Bagian 3.
26
Bab 26. Ibu Steven
27
Bab 27. Ungkapan Hati Giorgio
28
Bab 28. Pengakuan Joseph
29
Bab 29. Berseteru
30
Bab 30. Penguntit
31
Bab 31. Pura-pura Sakit
32
Bab 32. Terjebak
33
Bab 33 Status Hak Asuh Steven
34
Bab 34. Kebucinan Giorgio
35
Bab 35. Perceraian
36
Bab 36. Tak Pernah Menyerah
37
Bab 37. Menarik Perhatian
38
Bab 38. Hukuman
39
Bab 39. Mantan yang Kejam
40
Bab 40. Obsesi Giorgio
41
Bab 41. Jangan Panggil Aku Gay
42
Bab 42: Noda Saat Pemotretan
43
Bab 43. Luka di Wajahmu
44
Bab 44. Kamera Tersembunyi
45
Bab 45. Kecewa
46
Bab 46. Berkunjung ke Rumah Ayah
47
Bab 47. Kemarahan Pak Tama
48
Bab 48. Rekatnya Kembali
49
Bab 49. Terjebak Di Tempat Mencekam
50
Bab 50. Kecelakaan
51
Bab 51. Buku Diary (Bagian 1)
52
Bab 52. Buku Diary Bagian 2
53
Bab 53. Kembalinya Giorgio
54
Bab 54. Membenci Joseph
55
Bab 55. Angel
56
Bab 56. Siapa Gio?
57
Bab 57. Pilih Aku atau Dia?
58
Bab 58. Menjadi Kejam

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!