Ruangan ICU masih dipenuhi suara mesin pemantau detak jantung yang berbunyi stabil. Lampu-lampu putih di langit-langit menerangi wajah pucat Ariana yang masih terbaring di tempat tidur. Selang oksigen masih terpasang di hidungnya, dan jarum infus masih tertanam di tangannya yang kecil dan lemah.
Dewa belum bergerak dari tempatnya sejak tadi malam. Kepalanya bersandar di tepi kasur, tangannya tetap menggenggam jemari Ariana yang terasa dingin. Matanya sudah terlalu lelah, tetapi ia tidak berani tertidur. Ada ketakutan yang menghantuinya, ketakutan bahwa jika ia menutup mata sebentar saja, Ariana akan pergi tanpa sempat mengucapkan selamat tinggal.
Ia sudah kehilangan hitungan berapa kali ia berdoa dalam hati. Bahkan seseorang seperti dirinya, yang jarang beribadah, kini berbisik pada Tuhan agar memberikan Ariana kesempatan kedua.
Saat itu, di tengah keheningan, Dewa merasakan sesuatu.
Sebuah gerakan kecil.
Jari-jari Ariana bergerak.
Dewa sontak mengangkat kepalanya, napasnya tercekat. Ia menatap tangan Ariana yang tadi diam tak bernyawa, kini mulai menggeliat pelan.
"Ariana?" suaranya nyaris berbisik, penuh harapan sekaligus ketakutan.
Kelopak mata Ariana mulai bergerak, seolah berusaha melawan beratnya kesadaran. Butuh beberapa detik sebelum matanya terbuka perlahan.
Cahaya ruangan menyilaukan, membuatnya mengerjap pelan. Ia tampak kebingungan, matanya masih mencari fokus sebelum akhirnya berhenti pada wajah Dewa.
"…Dewa?" suaranya serak dan nyaris tak terdengar.
Dewa merasakan dadanya menghangat, campuran lega dan haru langsung menyergap hatinya. Air mata yang ia tahan sejak kemarin akhirnya menggenang di pelupuk matanya. Ia tersenyum, meskipun bibirnya bergetar.
"Iya, aku di sini. Aku selalu di sini," jawabnya dengan suara bergetar.
Ariana mencoba membuka mulutnya lagi, tapi tenggorokannya terasa kering. Dewa buru-buru mengambil gelas air di meja samping tempat tidur dan membantu menempelkan sedotan ke bibirnya.
"Pelan-pelan," bisiknya lembut.
Ariana menyesap sedikit, lalu menghela napas lemah. Matanya masih terasa berat, tubuhnya terasa seperti tidak memiliki tenaga.
"Aku… masih hidup?" tanyanya lirih, seakan tak percaya ia masih bisa membuka mata.
Dewa tertawa kecil di tengah air matanya, meskipun suaranya masih penuh emosi. "Iya, dan kalau kamu nggak segera sembuh, aku yang bakal mati karena jantungan."
Ariana tersenyum samar, meskipun matanya masih terlihat lelah. "Aku bikin kamu khawatir, ya?"
Dewa menatapnya lama sebelum menghela napas. "Banget."
Ariana ingin mengatakan sesuatu lagi, tetapi napasnya masih pendek-pendek. Dewa menggenggam tangannya lebih erat, menghangatkannya di dalam genggamannya.
"Jangan lakukan itu lagi, oke?" katanya serius, meskipun bibirnya tetap menyunggingkan senyum kecil.
Ariana menatapnya lama sebelum berbisik, "Maaf…"
Dewa menggeleng cepat. "Jangan minta maaf. Yang penting kamu kembali." Ia meremas tangan Ariana lebih erat. "Aku pikir… aku kehilangan kamu."
Ariana menguatkan genggamannya meskipun masih lemah. "Aku masih di sini, Dewa."
Saat itu, Dewa merasa seperti baru saja mendapatkan kembali dunia yang hampir hilang darinya.
Namun, meskipun Ariana sudah sadar, ia tahu perjalanannya masih panjang. Penyakit itu masih ada, waktu mereka masih terus berjalan, dan perjuangan mereka belum selesai. Tapi malam itu, untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir, Dewa mengizinkan dirinya merasakan kelegaan.
Ariana masih di sini.
Dan ia akan memastikan Ariana merasakan kebahagiaan, selama ia masih bisa.
“Tunggu sebentar Ana, aku panggil dokter dulu” dewa dengan penuh tatapan kepada ariana.
Harapan di Ujung Waktu
"Dokter!" serunya panik, bangkit dari kursinya. "Dokter! Ariana sadar!"
Beberapa detik kemudian, suara langkah kaki menggema di koridor. Seorang dokter bersama perawat masuk dengan cepat. Dewa menyingkir, memberikan mereka ruang untuk memeriksa Ariana, tetapi tangannya tetap menggenggam jemari gadis itu.
Tatapan Ariana tetap padanya, meskipun tubuhnya lemah.
Dewa tersenyum di antara air matanya. "Aku di sini, Ariana. Aku selalu di sini."
Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, harapan itu kembali nyata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments