Dewa Mendapat Kabar Ariana Tumbang

Dewa baru saja hendak beristirahat ketika ponselnya bergetar di meja. Ia meraihnya dengan cepat dan melihat nama yang tertera di layar: rekan kerja Ariana.

Dengan perasaan tak enak, ia segera mengangkat panggilan itu.

“Halo?”

“Pak Dewa! Ariana pingsan di kantor barusan!” suara panik dari seberang membuat jantung Dewa berdegup kencang.

“Apa?!” Dewa langsung terduduk tegak. “Sekarang dia di mana?”

“Kami sudah membawanya ke ruang medis kantor, tapi dia belum sadar sepenuhnya.”

Dewa menghela napas dalam, kepalanya masih terasa berat setelah insiden pusing tadi. Ia ingin langsung berlari ke sana, tapi tubuhnya sendiri belum sepenuhnya stabil.

Tanpa pikir panjang, ia segera menghubungi Ezra dan Rangga.

Tak butuh waktu lama, Ezra langsung mengangkat. “Halo, Bro?”

“Ez, gue butuh bantuan,” suara Dewa terdengar serius.

“Ada apa?” tanya Ezra, kini lebih waspada.

“Ariana pingsan di kantornya. Gue pengen ke sana, tapi kondisi gue juga belum fit. Bisa lo sama Rangga temenin gue?”

Di seberang telepon, Ezra dan Rangga saling pandang. “Tentu, Bro. Gue sama Rangga langsung ke kantor lo sekarang.”

“Gue tunggu di lobi,” kata Dewa sebelum menutup telepon.

Ia meraih jasnya dan bersiap turun. Meski tubuhnya masih sedikit lemas, pikirannya hanya terfokus pada satu hal—Ariana. Ia harus segera ke sana.

Tak lama, Ezra dan Rangga tiba di kantor Dewa. Tanpa banyak bicara, mereka langsung bergegas menuju mobil untuk menyusul Ariana.

Di sepanjang perjalanan, Dewa hanya bisa menggenggam ponselnya erat, berharap Ariana baik-baik saja.

...****************...

Mobil yang dikendarai Ezra berhenti di depan gedung kantor Ariana. Dewa, tanpa menunggu lama, langsung turun dari mobil, diikuti oleh Rangga. Wajahnya penuh kekhawatiran saat ia masuk ke dalam gedung dan langsung menuju ruang medis kantor Ariana.

Sesampainya di sana, Dewa melihat Ariana terbaring di ranjang kecil, wajahnya pucat, dan matanya masih setengah terpejam. Seorang perawat kantor yang menjaganya segera berdiri ketika melihat Dewa datang.

“Bagaimana kondisinya?” tanya Dewa cepat.

Perawat itu menghela napas. “Sepertinya dia kelelahan. Tekanan darahnya turun, dan tubuhnya agak lemas. Kami sudah memberinya cairan, tapi lebih baik segera dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.”

Dewa langsung mengangguk. “Baik, kami akan bawa dia sekarang.”

Ezra dan Rangga segera membantu. Ezra membawa tas Ariana, sementara Rangga membantu menopang tubuh Ariana yang masih lemas. Dewa dengan hati-hati menggendong Ariana keluar dari ruangan menuju mobil mereka.

Di dalam mobil, Dewa duduk di kursi belakang, memangku kepala Ariana di pundaknya. Ia mengusap pelan rambut Ariana, berusaha menenangkan diri meskipun hatinya cemas.

“Aku di sini, Ariana. Kamu harus kuat,” bisiknya.

Ezra yang mengemudi melirik ke kaca spion. “Tenang, Bro. Kita bakal sampai di rumah sakit sebentar lagi.”

Rangga yang duduk di depan ikut menimpali. “Ariana pasti baik-baik saja. Dia cewek yang kuat.”

Dewa hanya diam, menatap wajah Ariana yang terpejam dengan napas pelan. Dalam hati, ia berdoa agar semua baik-baik saja.

Begitu sampai di rumah sakit, mereka langsung disambut oleh tim medis yang sudah diberitahu sebelumnya. Tanpa membuang waktu, Ariana segera dibawa ke ruang pemeriksaan.

Dewa berdiri di depan ruang IGD, tangannya mengepal. Ezra dan Rangga berdiri di sampingnya, memberikan dukungan tanpa banyak bicara.

Kini, yang bisa mereka lakukan hanyalah menunggu dan berharap Ariana segera sadar.

...****************...

Dewa berdiri di depan ruang IGD dengan tangan yang masih mengepal. Napasnya belum stabil, pikirannya penuh kekhawatiran. Setelah memastikan Ariana ditangani oleh dokter, ia meraih ponselnya dan segera menghubungi keluarga Ariana.

Tangannya sedikit gemetar saat ia menekan kontak Bang Ardan. Butuh beberapa detik sebelum panggilan tersambung.

“Halo? Dewa?” suara Bang Ardan terdengar dari seberang, nada suaranya tenang tapi penuh kewaspadaan.

Dewa menarik napas dalam sebelum menjawab, “Bang… Ariana pingsan di kantornya. Sekarang dia ada di rumah sakit.”

“Apa?!” suara Bang Ardan langsung berubah panik. “Kenapa bisa pingsan? Dia baik-baik saja, kan?”

“Dokter masih periksa, Bang. Tekanan darahnya turun, mungkin karena kelelahan.”

Bang Ardan terdiam sejenak, lalu berkata dengan nada tegas, “Oke, gue dan keluarga bakal segera ke sana. Rumah sakit mana?”

Dewa menyebutkan nama rumah sakit, dan tanpa basa-basi, Bang Ardan langsung menutup telepon, kemungkinan besar bergegas mengabari keluarganya.

Dewa menurunkan ponselnya perlahan. Ezra dan Rangga yang berdiri di sampingnya hanya menatapnya tanpa berkata apa-apa, memberikan ruang bagi Dewa untuk menenangkan diri.

Beberapa menit kemudian, ponsel Dewa kembali bergetar—kali ini dari Ibu Ariana. Dengan cepat, ia mengangkatnya.

“Dewa, Nak… bagaimana keadaan Ariana?” suara sang ibu terdengar bergetar.

Dewa berusaha berbicara dengan tenang meskipun hatinya sendiri masih diliputi kecemasan. “Ariana masih diperiksa, Tante. Dokter bilang dia kemungkinan hanya kelelahan, tapi lebih baik kita tunggu hasil pemeriksaannya.”

“Ya Tuhan…” suara di seberang terdengar semakin cemas. “Kami akan segera ke sana, Nak. Tolong jaga dia dulu.”

“Pasti, Tante,” jawab Dewa mantap. “Saya akan tetap di sini.”

Setelah panggilan berakhir, Dewa kembali menyandarkan tubuhnya ke dinding. Hatinya sedikit lega karena keluarga Ariana sudah dalam perjalanan.

Ezra menepuk bahunya pelan. “Tenang, Bro. Semua bakal baik-baik saja.”

Dewa hanya mengangguk pelan, berharap kata-kata itu benar. Kini, yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu sambil terus berdoa untuk Ariana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!