Percakapan Antara Kakak dan Sahabat

Udara malam di balkon rumah sakit terasa dingin, tetapi di dada Dewa ada kehangatan yang sulit ia jelaskan. Perasaan lega karena Ariana sadar, bercampur dengan ketegangan yang masih tersisa setelah semua yang terjadi.

Ardan berdiri di sampingnya, menyandarkan tubuh ke pagar besi sambil menatap langit. Matanya masih menyimpan kecemasan, tetapi ada juga rasa syukur yang tak bisa disembunyikan. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya menoleh ke Dewa.

"Jadi… selama ini kamu yang menjaga Ariana?" tanyanya dengan suara pelan, tetapi penuh makna.

Dewa menatap lurus ke depan, mengangguk pelan. "Iya, Bang. Aku nggak bisa ninggalin dia begitu saja."

Ardan mengamati Dewa dengan seksama, seolah mencoba memahami seberapa dalam perasaan pemuda itu terhadap adiknya. "Aku nggak ada di sini waktu dia sakit, dan aku merasa gagal sebagai kakak. Tapi kamu… kamu yang selalu ada buat dia."

Dewa menggenggam erat pagar balkon. "Aku cuma melakukan apa yang harus aku lakukan, Bang. Aku nggak bisa bayangin hidup tanpa Ariana."

Ardan terdiam beberapa saat, lalu menatap langit. "Aku selalu tahu Ariana punya perasaan spesial buat kamu. Tapi selama ini aku nggak pernah benar-benar ngerti seberapa dalam."

Dewa menunduk, menggigit bibirnya sebelum berbicara lagi. "Bang, aku mungkin nggak bisa melakukan banyak hal. Aku bukan dokter yang bisa menyembuhkan dia, aku bukan keluarga yang selalu bisa di sampingnya sejak kecil… tapi aku cuma tahu satu hal: aku nggak akan ninggalin dia."

Ardan tersenyum kecil, lalu menepuk bahu Dewa. "Itu lebih dari cukup, Dewa. Aku bersyukur Ariana punya kamu."

Mereka terdiam sejenak, membiarkan suara angin malam mengisi ruang kosong di antara mereka.

"Lalu sekarang, rencanamu apa?" tanya Ardan, suaranya lebih lembut dari sebelumnya.

Dewa menarik napas panjang. "Aku akan tetap di sini. Aku akan menemani Ariana, selama dia butuh aku. Aku nggak akan ke mana-mana."

Ardan menatapnya dengan ekspresi penuh penghargaan. "Kamu tahu, Dewa, aku ini kakaknya. Tugasku menjaga dia, melindungi dia. Tapi kenyataannya, aku malah yang paling jauh darinya saat dia berjuang."

Dewa menoleh, menatap Ardan dengan penuh pengertian.

"Tapi kamu beda," lanjut Ardan. "Kamu tetap di sini. Kamu bukan cuma sahabat buat dia, kamu lebih dari itu."

Dewa menggenggam tangannya erat. "Ariana berharga buatku, Bang. Aku nggak mau kehilangan dia."

Ardan tersenyum, lalu mengulurkan tangan. "Kalau begitu, aku titip adikku sama kamu, Dewa."

Dewa menerima jabatan tangan itu dengan erat, seperti sebuah janji yang tak perlu diucapkan dengan kata-kata.

Malam itu, di bawah langit yang penuh bintang, dua pria yang sama-sama mencintai Ariana berdiri berdampingan, terikat oleh satu hal yang sama: keinginan untuk menjaga gadis itu tetap bahagia.

Janji di Balkon

Dewa dan Ardan berdiri berdampingan di balkon rumah sakit. Angin malam berhembus lembut, membawa keheningan yang sesekali diisi oleh suara kendaraan dari kejauhan.

Ardan menatap lurus ke langit. "Jadi, Ariana pernah cerita sesuatu ke kamu?" tanyanya pelan.

Dewa mengangguk, menggenggam pagar balkon dengan erat. "Dia punya impian, Bang."

Ardan menoleh. "Impian?"

Dewa menarik napas dalam sebelum melanjutkan. "Dia ingin bermain hujan dan menyanyikan lagu favoritnya, dan ia mau menulis surat cinta."

Ardan terdiam, matanya menerawang. Setelah beberapa detik, ia mengangguk pelan. "Kalau begitu, kita harus wujudkan impiannya."

Dewa menoleh, menatap Ardan dengan penuh keyakinan. "Aku akan ada di sampingnya, Bang. Aku janji."

Ardan tersenyum kecil dan menepuk bahu Dewa. "Kita janji, Dewa. Untuk Ariana."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!