"Hoo... Aku paling benci jika melawan anak-anak, tetapi sepertinya tidak ada pilihan lain, karena kau adalah salah satu dari... MEREKA!" Ougi melesat bagai kilat hendak menghantam gadis itu.
Senyuman kecil terpampang di wajah Raika bertepatan mendaratnya pukulan tersebut. Namun, Ougi hanya menghantam sekumpulan udara, sekalipun kecepatannya kurang dari satu detik.
Membuatnya terdiam dalam kekosongan, mencerna apa yang terjadi.
"Atas!" Suara memperingati Ougi, bertepatan dengan Raika yang menukikkan kakinya, namun segera ditahan.
Tanpa memberi napas. Raika lenyap dalam udara, melancarkan serangan bertubi-tubi bagai suara tanpa tubuh; lebih cepat dari pergerakan mata pria itu. Menyerang segala titik buta yang tak mampu Ougi tahan.
Pria itu mengencangkan tangannya. Memunculkan uap-uap panas serta energi emas pekat, dengan segenap tenaga, ia membantingnya ke aspal. Menghempaskan bebatuan, puing-puing, meninggalkan bekas selayaknya ledakan bom, yang membentuk logakan beberapa meter.
"Baiklah, aku salah menilai mu. Kau bahkan tidak menggunakan Art milikmu seolah kau meremehkan ku. Bagaimana kalo kita taruhan?" ucap Ougi melirik Raika yang menunjukan dirinya setelah menghilangnya debu-debu. "Bagi siapa yang menang mereka yang akan hidup, dan pertarungan tidak akan selesai jika tidak ada salah satu dari kita mati. Bagaimana?"
Raika memperhatikan Ougi dengan seksama dan berkata, "Sebelum itu, bolehkah aku menanyakan sesuatu?"
"Sesuatu?" balas Ougi mengulanginya. "Baiklah, apa yang ingin kau katakan?"
"8 tahun lalu, apa kau terlibat dalam bencana yang menghancurkan Distrik 10? Dan, apa kau mengenal seorang pria, yang menjadi pemicu bencana?" telisik Raika, entah kenapa pikiran tersebut mengganjal dalam benaknya.
"8 tahun lalu?" Sorot mata Ougi berubah tajam. "Apa kau tidak pernah membaca sejarah hah? Akulah yang membunuh Sibiyagi. Dan tentu saja aku tau awal mula terjadinya semua itu," jelasnya dengan senyuman penuh keremehan.
Raika memelototinya tajam membuat udara semakin dingin. Ia tidak mengira dugaannya selama ini benar, Ougi mengetahui semua yang terjadi waktu itu. "Kalo begitu jawab aku. Ougi Darke, salah satu pemimpin dari 5 pemimpin kelompok Obayes, 1 dari 3 organisasi pemberontak terbesar yang telah runtuh 8 tahun lalu."
Angin berhembus menerbangkan debu-debu, pantulan cahaya bulan menyamarkan kegelapan, penuh dengan kesunyian. Yuya menatap mereka berdua di dalam salah satu bangunan, menyiapkan sesuatu di dalam tas. Di tengah kesunyian itu, terdengar gelagat tawa kecil yang semakin menjadi-jadi, suara dari sang pria yang telah membunuh Wanters tingkat 6.
"Oii-oii, ini menarik, apa jangan-jangan kau adalah orang yang berhasil selamat?" tuturnya mengangkat-ngangkat kedua tangan berototnya. "Baiklah, sekarang kau sudah mengetahuinya. Ya. Aku adalah, salah satu dari tiga pemimpin Obayes. Namun, jangan salah sangka. Kami masih belum bubar, yang kau dengar, hanya sebatas rumor ...."
Urat-urat kepala Raika mengeras. Mereka, belum bubar? ... Itu berarti---Dalam hati, sambil mengeluarkan sebilah pedang patah di dalam tas pinggang kecil.
"Karena semua telah ku katakan ..." Ougi memfokuskan kepalanya sinis, dengan tangan kiri menyuntikan zat, mirip seperti milik Yuya, namun berwarna ungu.
Raika menangkap bayangan yang akan menjadi lintasan Ougi. Dalam sekejap. Sebuah pukulan hendak menghantamnya, tetapi berhasil Raika hindari. Dalam kesunyian Ougi menyambar bagai kilatan petir dari berbagai arah, setiap pukulan penuh kekuatan ia lontarkan; mengakibatkan tanah-tanah berhamburan, beberapa gedung runtuh yang menjadi pijakan bagi Raika menghindari serangannya.
Raika tidak menyerang, ia ingin tau kemampuan aneh yang dimilikinya sampai mana, hingga ia mengetahui prediksi gerakan Ougi menyempit 3 detik saat kecepatannya bertambah. Namun, ketika Raika mempercepat gerakannya melebihi pria itu jarak prediksi gerakannya meningkat jadi 14 detik. Sekarang, ia harus mengerjakan tugasnya dengan sungguh-sungguh, serta menelisik lebih dalam tentang 8 tahun lalu.
Ougi terus melancarkan serangan. "Ora! Ora! Ora! Ora! ...." Tak peduli sejauh mana mereka bertarung, tak ada pembatas yang sanggup menahannya.
Raika berpindah ke atap gedung, menyiapkan pedang patah tersebut dengan energi yang semakin menggumpal. Bertepatan munculnya Ougi dari atas dengan kakinya; sekaligus menghancurkan bangunan itu. Raika berhasil menghindar dan kembali memacu langkah, sambil menatap wajah Ougi yang telah ber uap serta matanya memutih.
Apa kau menghilangkan kesadaran hanya untuk membunuh mangsa? Dalam hati. Maaf saja, tapi, aku tidak akan membunuhmu secara langsung.
Raika terus menghindarinya sambil menyeimbangkan kecepatan. Hingga, pedang patah yang ia siapkan berubah menjadi warna ungu setelah memutih dan menghitam. Setelahnya, ia melesat cukup jauh ke area yang lebih rata.
Raika tau Ougi pasti mengejarnya, dibuktikan kepulan asap dari runtuhnya gedung. Dari langit, Ougi menyambar cepat dengan menyiapkan pukulan. Hanya tersisa 12 meter lagi, Raika melepaskan pedang tersebut di udara, kemudian menghindar.
BRUSK!
Debu mengepul memenuhi udara. Tidak ada pergerakan di dalam sana, hanya segelintir pasir yang berterbangan. Hingga kondisi sedikit lebih mereda. Masih dipenuhi debu; terlihat logakan panjang dengan mahkluk berotot tergeletak di ujungnya, serta seorang gadis menginjak tubuh itu sambil memegangi pedang yang menancap tepat di kepala, membentuk garis lurus pada tanah di belakangnya.
Dengan tatapan kosong, Raika berkata, "Aku yakin kau masih bernapas. Katakan lah padaku, semua hal yang kau tau 8 tahun lalu."
Dalam kondisinya yang sekarat, Ougi menjawab dengan tertatih, "Kita... tidak akan membocorkan informasi. Ben...ar kan Lim?" hampir kehilangan kesadaran, ia melanjutkan, "Hancurkan lah segalanya... Jangan buat kesalahan... Seperti 8 tahun lalu. Aku.. sudah... Muak."
Sudah tidak ada pergerakan.
Raika, mencabut pedang di kepalanya. Lim? ... Siapa? ... Apa tujuan kelompok mereka?---Batin, berusaha mencerna yang dia katakan. Namun, Raika teralihkan oleh tubuh besar Ougi yang menjadi abu selayaknya Wanters mati.
Yuya melihat Raika berjalan keluar dari dalam debu, bertepatan dengan itu earphone yang ia kenakan menyala, memperdengarkan suara Akuya.
[Yuya kami memiliki masalah. Apa tugasmu di sana sudah selesai?]
Tanyanya penuh suara kresek dengan sedikit tergesa-gesa.
[Maaf, kami tidak bisa membantu. Tapi, kami berhasil menjalankan tugas]
Yuya menjawab, melirik ke arah Alice yang masih tak sadarkan diri bersamanya di lantai 3
[Cih! Baiklah, pastikan kalian selamat. Kita akan bertemu di lokasi yang sudah di rencanakan. Ngomong-ngomong, kami juga berhasil ...]
Earphone telah di matikan. Yuya mengalihkan pandangan pada Raika, dan bergegas turun dengan melompat langsung. Raika juga menyadari Yuya, yang tubuhnya telah di penuhi luka.
"Kau baik-baik saja?" tanya Raika memperhatikan wajah Yuya.
"Ya ... Tapi sepertinya dirimu baik-baik saja," balas Yuya menyadari hampir tidak ada luka di tubuh gadis itu. "Kita akan menemui yang lain, jika kau lelah, kita bisa beristirahat sebentar."
Raika melanjutkan langkah. "Kita pergi sekarang. Aku juga ingin menanyakan sesuatu padamu."
Yuya menatap Raika yang berjalan lebih dulu, kemudian ia juga bergerak.
Kini mereka telah melaju menggunakan mobil terbang. Alice masih tak sadarkan diri di belakang. Raika memandangi kota-kota yang yang telah hancur. Yuya mengemudikan mobil, dan berkata, "Apa yang ingin kau katakan?"
Raika mengalihkan pandangan ke depan, dan membalas, "Apa tujuan kita sungguh untuk memusnahkan semua Wanters?"
End bab 14
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments