Mendadak Akad

 "Isa mau nerima, tapi dengan satu syarat," bisik Isa setelah dia masuk ke rumah. Mereka kini sedang menunggu Jinan yang sedang berganti baju dan dimake-up.

"Syarat apa lagi?" tanya Bu Nur

"Nanti dia akan tinggal dengan Isa, di rumah baru," jawab Isa. Bu Nur bernapas lega karena dia tadinya mengira Isa akan mengatakan syarat yang macam-macam.

"Oo, cuma itu. Ya udah, tapi tiap hari libur, kamu harus ajak dia ke rumah mama, ok?"

Isa mengacungkan jempolnya pertanda dia setuju.

Tak lama kemudian, Jinan dibawa keluar oleh ibunya. Mata Isa sempat terpana melihat gadis kecil yang tomboy itu kini terlihat cantik.

"Ayo, Nak Isa. Kita mulai akadnya. Bapak akan menikahkan kalian sekarang juga," ucap Pak Abdullah, ayah Jinan. Mereka mengambil posisi masing-masing. Pak Abdullah kini menjabat tangan Isa dan mulai menikahkan putrinya dengan Isa.

"Saya terima nikah dan kawinnya Jinan binti Abdullah dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!" sahut Isa dengan sekali tarik napas yang kemudian disambut dengan ucapan, "Sah!" oleh para saksi.

"Alhamdulillah akhirnya Shah juga," jawab semua yang hadir terkecuali Isa sendiri yang masih terdiam sembari mengamati gadis di depannya.

"Ya Ampun, sekarang aku sudah jadi suami gadis ini, apa aku harus bahagia atau kah, ah, sudah lah, sebaiknya aku coba jalani semuanya aja," batin Isa.

Setelah acara demi acara selesai, akhirnya Bu Nur dan semua keluarga pun berpamitan. "Nak Isa, kami titip anak kami, tolong jangan kerasi dia, dia ini memang sedikit manja, tapi dia sebenarnya anaknya baik dan penurut. Kalau Nak Isa memang tidak menyukai anak kami, atau dia tidak sesuai dengan yang Nak Isa inginkan, tolong kembalikan dia ke sini. Jangan pernah menyakitinya, baik fisik maupun mental!" tegas Pak Abdullah. Meski suara laki-laki itu terdengar lembut, tapi cukup membuat orang yang mendengarnya merasa segan.

"In sha Allah, Pak. Kalau begitu, kami permisi," ucap Isa pada mertuanya. Jinan juga ikut berpamitan. "Ma, Abah, Jinan pergi dulu," ucap Jinan sambil tersenyum.

"Iya, kamu hati-hati ya. Jangan nakal. Oh, ya, kamu gak akan ingkar janji sama Ema, kan? Kamu gak akan melepas hijab kamu, setelah kamu menikah," tanya Bu Ratisa.

"He he, iya, Ma. Inan gak akan lepas lagi, kan Inan udah gak main sama anak Cowok lagi. Dah Abah, Ema!" pamit Jinan. Dia memeluk Bu Ratisa dan Pak Abdullah.

Isa melajukan mobilnya menuju Jakarta, tapi dia meminta pada ibunya agar langsung membawa Jinan ke rumah barunya. "Pak Deni, tolong urus semuanya. Carikan saya kontrakan di dekat kontrakan Pak Deni!" titah Isa pada sopirnya.

Deni sempat kebingungan, tapi dia tetap melaksanakan perintah majikannya. Om, apa nanti kita cuma tinggal berdua?" tanya Jinan di tengah perjalanan. Isa pun menoleh dan mengangguk.

"Iya, emangnya kamu takut?" Isa balik bertanya dengan menaik turunkan alisnya, hingga membuat Jinan terkekeh.

"Hehe Om ini, pake kedip-kedipan segala. Ya Inan gak takut, tapi Inan takut Om akan marah-marah karena Inan itu gak bisa beres-beres rumah. Inan juga gak bisa masak."

Isa menggeleng mendengar ocehan gadis kecil yang kini sudah sah menjadi istrinya itu. Hampir tiga jam kemudian, mereka pun sampai di depan kontrakan yang dicarikan oleh Sopirnya.

"Kamu tunggu di sini dulu!" ujar Isa sembari melangkah menjauh dari mobilnya. Dia menuju ke arah sebuah rumah sederhana yang berdempetan dengan rumah lainnya.

"Pak!" ucap seorang laki-laki yang menghampiri Isa.

"Eh, Pak Deni, mana kontrakan yang saya mau,?" tanya Isa pada laki-laki yang ternyata adalah sopirnya.

"Udah, Pak. Ini di depan," jawab Pak Deni.

"Baik. Yang di mobil itu istri saya, tapi dia tak tahu siapa saya. Kami baru menikah di kampung. Nanti kami tinggal di sini sementara, tugas Pak Deni adalah merahasiakannya. Nanti kalau bisa carikan art harian, ya, tapi yang bisa jaga rahasia," ucap Isa sembari melangkah menuju mobilnya lagi.

Pak Deni terlihat menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sementara Isa kini menyuruh istrinya turun.

"Ini namanya Pak Deni. Mas kerja bareng dia," ucap isa, berusaha meyakinkan Jinan.

"Assalamu alaikum, Pak Deni. Saya Jinan, istrinya si Om ini," Jinan memperkenalkan diri sementara Pak Deni terlihat tersenyum canggung.

"Ayo masuk!" ajak Isa pada Jinan. Hati Isa mencelos ketika dia pertama membuka pintu dan melihat keadaan rumah yang sangat berbeda dengan rumah aslinya yang serba mewah.

"Isa dan Jinan memindai ruang tamu yang sederhana yang luasnya hanya sekitar 3×3 m, dan hanya kursi yang terbuat dari bambu. Kamar tamu itu bersebalahan dengan sebuah kamar tidur yang ukurannya sama, yaitu 3x3m.

"Kamar Inan di mana Om?" tanya Jinan.

"Kita masuk ke sana dulu!" Isa mengajak Jinan lagi. Di ruang tengah ada ruangan yang terdapat meja makan dan satu lemari TV. Di belakangnya lagi, ada ruang dapur dan kamar mandi.

"Ini lah rumah tempat tinggalku, aku harap kamu gak menyesal karena menerimaku," ungkap Isa, dia berharap Jinan tidak betah dan meminta pisah darinya, agar dia nanti bisa menunggu Kim lagi.

"Hmm, ya gak apa-apa. Inan senang kok, rumahnya cukup luas dan rapi juga," jawab Jinan santai tanpa beban.Tentu saja itu membuat Isa kesal. Karena yang dia tak berhasil membuat Jinan merasa tak betah.

"Inan masuk kamar dulu," ucap Jinan sembari melangkah pergi ke dalam kamarnya. Sementara Isa sendiri masih terlihat gelisah di ruang tamu. Dia berencana pulang ke rumah mewahnya setelah Jinan tidur.

Tak lama kemudian, Isa mengintip ke kamar Jinan. "Hmm, dia sepertinya sudah tidur pulas, sebaiknya aku pulang saja. Nanti pagi aku suruh Pak Deni menjenguknya," gumam Isa sembari menutup pintu kamar Jinan. Dia meletakkan uang di meja makan, kemudian melangkah keluar kontrakan.

"Antar saya pulang, soal istri saya, nanti pagi Pak Deni jenguk dia. Ingat, kalau dia tanya saya kemana, katakan saya kerja, jangan katakan Pak Deni sopir saya," ujar Isa sembari menyerahkan kunci pagar pada sopirnya.

"Akhirnya aku sampai juga di rumah ini. Ah, sebaiknya aku mandi dulu, sudah jam 12 malam." Isa gegas menuju kamar mandi. Usai dia membersihkan diri, dia membaringkan tubuhnya di atas kasur empuknya dan akhirnya lelahnya membawanya ke alam mimpi.

Keesokan harinya, Isa langsung melakukan aktifitas seperti biasanya yang ia lakukan setiap hari. Dia lupa kalau dia meninggalkan seseorang di kontrakan.

"Ya ampun, Om Isa ke mana ya? kok, dia gak ada. Mana di dapur gak ada makanan. Maaa, Inan ditinggal sendirian, Maaa!" teriak Jinan di dalam kontrakannya. Dia menangis layaknya anak kecil yang ketakutan karena ditinggal sendirian di tempat yang asing baginya.

Terpopuler

Comments

vj'z tri

vj'z tri

Isa is is is kelewatan kamu mah ngerjain anak orang .... aku kutuk kamu bucin akut sama jinan 😁😁

2024-09-16

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!