"Oh. Nak Bari. Inggit juga ada di dalam!" Ucap Nenek-nenek yang sudah sangat sepuh itu.
Merasa ada yang salah pak RT langsung menghampiri lagi Nenek itu. "Nek! BI Inggit udah meninggal! Udah gak ada." Tegas Pak RT. "Di rumah masih ada yang lainnya tidak?" Tanya Pak RT.
Nenek langsung mematung syok. "Hanya.... ada Inggit di dalam!" Ucapnya kekeh dengan bibir gemetar nenek mengatakannya.
"Nek, nenek kembali lagi ke rumah! Banyak-banyak mengaji dengan tenang, pak ustad sudah memberitahu saya dan meminta saya agar kabar itu disampaikan pada yang lainnya." Jelas Pak RT yang sudah terburu-buru. "Saya pergi dulu mau memberitahu yang lainnya." Pamitnya.
Nenek cepat menghalangi Pak Rt "Inggit sudah meninggal?" Tanya nenek masih tidak percaya.
Pak RT menghela napas, memikirkan bagaimana caranya agar cepat pergi. "Pak Bari, dia suami dari Inggit kan Nek, silahkan tanyakan langsung!" Pak RT tampak tak memiliki waktu banyak. "Saya mau pergi dulu." Ucap Pak Rt. Mata nenek mengikuti petunjuk Pa RT dan melihat sosok Pak Bari yang menundukan wajahnya.
"Nek, Inggit istri saya udah meninggal, mana mungkin orang di dalam adalah inggit!" Tegas Pak Bari saat itu dengan nada lembut.
Nenek mematung tak percaya, sedangkan jantungnya berdebar takut dan kalut. "Ia benar!" Ucapnya sambil memegangi tangan Pak Bari.
"Nek, saya sudah menyalakan penerangan di luar rumah!" Pak RT kemudian membuat lampu yang diisi dengan minyak tanah itu kembali menyala dengan api dari obor. "Jangan sampai padam ya Nek!" Ucap Pak RT.
Ketika Pak Bari dan Pak RT bersiap kembali tapi keduanya ditahan oleh nenek. "Mau kemana? Nenek tidak mau masuk ke rumah!" Tampak ketakutan Nenek bicara dengan bingung.
"Sudahlah Pak RT, nenek bisa ikut dulu dan kita sama-sama pergi ke mesjid." Pak Bari tak tega melihat Nenek yang ketakutan seperti itu.
"Nenek takut, tidak ada orang lain di rumah. Yang lainnya pergi keluar dari siang tadi dan belum pulang." Dengan wajah memelas nenek terus memohon agar diizinkan ikut.
"Nenek bisa kuat untuk jalan kan? Sampai rumah Pak RT nenek bisa tinggal di sana juga. di rumah Pak RT sudah cukup rame dan tidak akan membuat nenek takut." Pak Bari masih terus bicara menenangkan nenek, dia sangat merasa bersalah.
Pak RT hanya menghela napas, tidak ada kata-kata lain yang diucapkannya saat itu.
"Ayo Nek kita pergi! Ajak Pak Bari.
####
Usaha Pak Bari dan Pak RT ternyata tidak semudah yang dikatakan, bahkan sudah hampir 1 jam berlalu untuk membujuk warga agar mengadakan pengajian bersama dari rumahnya masing-masing. Dan hasil akhirnya ada beberapa orang yang ikut bersama Pak Bari dan Pak RT. Pilihan Pak RT membawa orang-orang yang terdiri dari lansia dan orang yang kebetulan tinggal sendirian di rumah , mengajak mereka pergi karena keinginannya masing-masing lalu mengumpulkan orang-orang bersama di mesjid.
Setelah berhasil memberitahu seluruh warga di sana, dengan kepala rumah yang tidak lebih dari 10 orang, tugas Pak RT belum juga selesai, dia harus pergi menuju desa sebelah dan bertemu dengan kyai di pesantren.
"Pak, saya pergi sekarang ke desa sebelah!" Seru Pak RT.
"Baik! Cepat pergi!" Titah Pak Ustad yang sudah cemas.
Pak Bari yang belum juga mendapatkan kabar tentang anaknya, entah apa yang terjadi dengan Anton , dia tidak pernah berpikir jika Anton dalam bahaya. Pak Bari tak berharap seperti itu.
"Pak! Untuk pergi ke pesantren, hanya kita berdua." Ucap Pak RT di sepanjang jalan terdengar keberatan tapi mau bagaimana lagi sudah tidak ada pilihan lain.
"Maafkan saya Pak, saya merepotkan semuanya." Terdengar sangat bersalah Pak Bari mengatakannya.
"Sebenarnya, maaf pak. Tapi saya mau tanyakan langsung sama bapak sekarang." Pak RT bicara dengan hati-hati. "Baru kali pertama ini terjadi. Tapi setau saya almarhum baik dan suka menolong orang. Apa bapak tidak sebaiknya melapor ke pihak polisi, menyelidiki kematian Almarhum. Saya rasa ada sesuatu yang janggal, tidak begitu beres." Panjang lebar Pak RT bicara.
Pak Bari hanya menunduk saja ketika mendengarkannya. Dia juga seperti itu, namun Pak Bari tampak sedang menyembunyikan sesuatu, ada sesuatu hal yang dia takutkan dan dengan sengaja menguburnya dalam-dalam. Tapi di satu sisi Pak Bari tidak mau mengakui jika kematian Almarhum disebabkan oleh hal itu.
"Maaf sekali Pak, tampaknya saya lancang. Saya hanya berharap kebaikan dan ketenangan untuk semua orang." Sekali lagi Pak RT menjelaskan.
Sebenarnya tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, maksud Pak RT memang sudah baik, kesulitan dan kesalahan hanya ada dibalik pikiran Pak Bari sendiri.
"Bukannya saya tidak mau menyelidiki tapi..." Tiba-tiba Pak Bari diam dan menatap Pak RT yang berjalan di belakangnya dari tadi. "Saya tidak punya uang untuk melapor. Lagi pula tidak ada alasan untuk membuat istri saya meninggal, jika terbunuh untuk apa membunuh istri saya. Dan tidak ada orang yang patut saya curigai, siapa?" Cerocos pak bari menjelaskan semuanya pada Pak RT.
"Sulit sekali memang. Tapi, jika kejadian itu yang menimpa saya, pasti saya sebagai seorang suami tidak akan pernah mau menerima kematian istrinya dengan cara yang mengenaskan. Saya akan terus berusaha dan normalnya seperti itu." Terdengar logis, pak RT membicarakannya sesuai dengan fakta dan nuraninya sebagai seorang suami.
"Saya juga seperti itu Pak! Tapi saya hanya tidak ingin jika Anton sedih apalagi sampai tahu penyebab kematian Ibunya." Kilah Pak Bari mencari alasan yang paling kuat.
Pak RT terus menatap heran ke arah Pak Bari. Benar-benar di luar nalar. Pak RT merasa ada sesuatu yang aneh saja, tapi sebagai RT mungkin tidak akan keterlaluan jika dia pada akhirnya akan melaporkan ke pihak yang berwenang. Hal paling buruknya adalah Pak RT takut jika kejadian yang menimpa almarhum terulang, artinya tidak menutup kemungkinan siapapun akan mengalaminya.
"Sebenarnya saya takut Pak, saya takut jika setelah Bu Inggit kemudian ada korban lainnya. Saran say sih lebih baik segera dilaporkan pada pihak yang berwenang." Pak RT masih bersikeras.
"Tenang saja Pak, sepertinya tidak akan terjadi sesuatu yang buruk."Pak Bari menjawab, kesimpulannya Pak Bari tidak mau jika jasad istrinya diserahkan ke kepolisian.
Pak RT diam saja. Tapi firasatnya masih tetap mengatakan ada sesuatu yang terasa janggal, salahsatunya Pak Bari yang enggan mengungkap kematian istrinya.
"Tapi saya tenang sekali, jika kita menemui Pak Kyai, untuk seorang Kyai pasti bisa langsung tahu sebab dan kebenarannya. Beruntung sekali" Ucap Pak RT enteng.
Di sepanjang jalan tidak ada yang mengganggu keduanya, namun ketika Pak RT menyinggung rencana Pak Ustad dengan Pak Kyai malah membuat Pak Bari tampak tidak senang, bahkan Pak Bari langsung menghentikan langkahnya saat itu juga.
Sraakkk....sraaakkk... Terdengar beberapa kali seperti ada yang melintas dari samping kiri dan kanan.
"Pak, kita jalannya bersama-sama saja!" Ucap Pak RT karena takut. Ketika berbalik sayang sekali dia kehilangan sosok Pak Bari saat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Tiara Andini
betul banget pak RT!
2024-08-04
0
Mitsuki
astaga 😳
2024-07-29
0
🌺Zaura🌺
Sampai bab ini, penyebab kematian bu Inggit karena apa, belum ada hilalnya. Ceritanya muter2 aja kak... Pencegahan dan solusi untuk masalah bu Inggit ini bagaimana dah? hehehehe
2024-07-09
1