Di mesjid
Jam masih terus berputar, penantian orang-orang yang hanya bisa berharap penuh pada keputusan Pak Ustad, menyerahkan kecemasan yang tak berarti karena Pak ustad belum juga kembali.
"Bapak-bapak lebih baik kita sekarang keluar dan menyusul." Pa RT menyarankan sebuah solusi yang baru terpikirkan olehnya. Tapi saran Pak RT tak diindahkan juga. "Kita harus gotong royong, saling bantu membantu, jika dibiarkan saja tidak akan membuat masalah itu selesai!" Pak RT masih keukeuh, tapi memang terdengar sebagai solusi baik.
Bagi seorang ayah yang sedang mencemaskan anaknya, tidak ada kata tawar menawar atau harus dipikirkan berulangkali lagi. Alhasil sebelum terdengar tanda kesepakatan dari semua Pak Bari sudah mendahului mereka berjalan sendirian ke arah pintu mesjid untuk menyusul Pak Ustad.
Braaakkkk....
belum sampai dekat ke arah pintu, namun tiba-tiba semua pintu mesjid di sana sekaligus menutup dengan sendirinya secara bersamaan. Pak Bari yang jaraknya paling dekat langsung menutupi wajah dengan kedua tangannya saat itu, karena takut jika pintu yang terbuat full dari kaca itu tiba-tiba pecah dan menghantamnya?
Semuanya membatu di tempat, termasuk Pak Bari yang tidak berkutik. Tidak ada angin besar yang bisa membuat pintu-pintu menutup dengan cara seperti itu, tapi kenyataan yang terjadi membuat orang-orang di dalam mesjid langsung berdoa, teringat dengan pepatah Pak Ustad yang masih tidak terlihat datang.
"Cepat! Cepat berkumpul!" seru Pak RT orang yang paling aktif dan antusias. "Pak Bari kemari!" Teriaknya juga pada Pak Bari.
Tak menunggu lama semua orang berkumpul, membentuk lingkaran kecil dan saling berhadapan. Diawali dengan surat yang dibacakan oleh Pak RT,
"Bismillahirrahmanirrahim..."
Srak ....sraaak... Suara seperti seseorang yang datang menyeret sepatunya di tanah, terdengar sangat dekat namun tidak mungkin karena di sekitar hanya lantai mesjid yang tidak mungkin mengeluarkan suara seperti itu.
Pak RT yang mendengarkannya langsung terdiam sejenak. Wajahnya tampak syok hingga dia mulai kesulitan untuk fokus.
"Fokus Pak!" Seru Pak RW ketika melihat tingkah aneh Pak RT.
Ckiittt. Pintu mesjid terbuka lagi bersamaan.
Braaakkk... Kemudian menutup lagi bersamaan.
Semuanya terkejut begitu mendengarkan sebuah teror yang terjadi di dalam mesjid. Teras jantungan sampai berpikir apakah sesuatu bisa membuatnya mati di dalam mesjid?
Dengan semua tekad yang dimiliki, meski harus gemetar ketika memegang Al-Qur'an, juga bacan yang terdengar gugup karena takut. Tapi orang-orang yang tinggal tetap berusaha fokus dan harus membaca berulangkali bacaan surat yang sudah dari awal diberitahukan ustad.
Brruukkk..
Mukena yang awalnya digantung di sebuah tiang tiba-tiba runtuh ke lantai. Tanpa sebab pasti dan semuanya seolah sengaja menjadi gangguan bagi orang-orang.
Bacaan terus menggema tanpa jeda, semuanya saling menguatkan satu sama lain, tidak berpikir untuk cepat menyudahi sebuah usaha yang dilakukan.
Selang waktu 5 menit teror masih belum usai. Lampu mesjid serentak padam saat itu, alhasil bacaan yang awalnya dibacakan tanpa jeda menjadi sunyi karena orang-orang bingung tak bisa melihat Al-Qur'an.
"Baca surat pendek saja semuanya .." Terdengar Pak RT yang masih memimpin orang-orang. Dengan seperti itu mungkin bacaan tidak terputus.
Tidak ada usaha yang mengkhianati hasil. Detik terakhir kegigihan orang-orang bersama, apa yang menjadi teror seketika lenyap, lampu mesjid pun sudah menyala lagi.
"Pak ustad!" Panggil Pak Bari sebagi orang pertama yang melihat Pak ustad masuk ke mesjid.
Pak ustad menggelengkan kepala.
"Bagaimana Pak Ustad?" Pak rt bertanya.
"Sekarang lakukan lagi rencana awal." Terang Pak Ustad.
"Anton tidak ada?" Tebak Pak Tono.
"Kita lakukan saja rencana awal. silahkan Bapak-bapak fokus dulu dengan bacaannya, jangan dihentikan dulu sampai sekitar tengah malam." Titah Pak Ustad. "Pak Rt, Pak Bari saya ingin bicara." Pak ustad seperti mengerti dengan pikiran Pak Bari yang mengkhawatirkan Anton.
Satu kelompok membaca al-quran dan 3 orang bersama Pak Ustad di tempat terpisah.
"Pak RT, saya membutuhkan warga, sekiranya 40 orang tidak kurang. Malam ini kita akan kembali ke kuburan Bi Inggit dan melakukan Penggalian." Pernyataan Pak Ustad bukan hanya mengejutkan tapi sudah menjadi kabar buruk sekaligus teror.
"Bagaimana caranya Pak?" Pak rt masih bingung, tentu saja 40 orang itu bukanlah jumlah yang sedikit, lagipula untuk orang di kampung masih kurang.
"Bapak tinggal pergi ke desa sebelah, pergi ke pesantren dan temui pak Kyai. Kita memerlukan bantuan Pak Kyai juga." Terdengar bukan seperti solusi, pergi ke desa sebelah artinya harus melewati hutan, sungai, dan jarak yang cukup jauh, sekiranya butuh waktu 2 jam untuk sampai ke sana.
Pak Rt tidak menjawab, dia juga tidak menolak. Tapi dalam hati Pak Rt benar-benar tidak bisa melakukannya, mengingat baru saja teror yang terjadi apalagi jika harus keluar kampung, bisa dibayangkan hal apa yang akan terjadi di luar sana?
"Pak Rt, hanya itu yang bisa kita lakukan. Kita tidak memiliki cara lain." Pak ustad menjelaskan kabar buruknya. "Tapi jangan lupa untuk diberitahukan juga pada warga sekitar agar bangun dan mengaji di rumahnya masing-masing. Apalagi perempuan tidak mungkin kan datang ke mesjid."
Pak rt tampak berpikir, memang ada begitu banyak sekali kesulitan tapi mau bagaimana lagi. "Pak rt bisa pergi bersama Pak Bari untuk mengabari warga, datang ke rumah warga. Katakan saja sebagai doa dan tahlil untuk almarhumah Bi inggit." Pak ustad masih berusaha meyakinkan Pak Rt.
"Baik pak ustad. Terimakasih, tapi apa Anton baik-baik saja?" Pak Bari sangat mengkhawatirkan anaknya itu.
"Saya akan berusaha membuat Anton kembali. Tenang saja! Semuanya kita serahkan pada Allah. Pak Bari sekarang hanya perlu pergi menemani Pak Rt. kita akan mengusahakannya bersama-sama." Pak Ustad meyakinkan.
"Pak RT, ambil penerangan, ada obor di gudang mesjid!" Titah Pak ustad berjalan ke belakang gedung bersama Pak RT dan Pak Bari. "Jangan sampai padam!" Lanjut Pak ustad menjelaskan. "Abaikan, jika ada sesuatu yang mengganggu. Tetap fokus!" Meski singkat Pak Ustad berusaha menjelaskannya dengan rinci.
Tangan gemetar Pak RT menerima satu buah obor yang diberikan Pak Ustad, setelah dinyalakan kemudian Pak RT dan Pak Bari pergi.
Pak RT sama sekali tidak berani bicara, begitu pun Pak Bari.
"Biar saya saja Pak!" Ucap Pak Bari.
Pak Bari berdiri di depan pintu rumah warga, tangannya sudah siap mengetuk pintu. Namun sebelum berhasil mengetuk pintu kebetulan sekali seseorang keluar dari rumah tampak dari pintu rumah yang terbuka.
"Maaf Nek! Nenek mau kemana?" Tanya Pak Bari sebelum berhasil nenek itu pergi.
Nenek tampak terdiam mengingat-ingat wajah Pak Bari.
"Saya Pak Bari!" Ucap Pak Bari.
"Oh. Nak Bari. Inggit juga da di dalam!" Ucap Nenek-nenek yang sudah sangat sepuh itu.
Pak Bari mematung ketika nama istrinya disebut lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments