Setelah kejadian itu, bukannya Damar bertaubat atau menyesal, ia justru ketagihan. Semakin lama, ia pun semakin menjauh dari Cassandra. Hal itu membuat Cassandra curiga dan bingung.
“Mas, apa di kantor sedang banyak pekerjaan? Sampai Mas selalu pulang malam?” tanya Cassandra pelan.
“Iya,” jawab singkat Damar, dengan nada cuek.
“Apa perlu bantuan Sandra, Mas? Jika memang sangat sibuk, akan Sandra bantu,” ucap Cassandra dengan lembut.
“Kamu ini berisik sekali sih! Bikin nggak betah di rumah. Kamu nggak perlu ikut campur urusan kantorku, kamu nggak punya hak apa pun. Lebih baik kamu diam, jaga saja anak itu!” ucap Damar kasar, dan itu sangat mengejutkan Cassandra.
“Mas, kenapa kamu marah? Aku hanya menawarkan bantuan saja…” ucap Cassandra pelan.
“Aku bilang diam, ya diam! Sudah, aku mau pergi!” ucap Damar marah, lalu pergi dari rumah menuju apartemen yang ia beli enam bulan lalu setelah menjalin hubungan dengan El.
Damar membeli apartemen itu tanpa sepengetahuan siapa pun. Tempat itu menjadi tempat rahasia mereka memadu kasih, karena di kantor ia merasa kurang puas, apalagi ada Aldo—asisten Damar—yang memang tidak menyukai El.
Saat sampai di apartemen, ternyata El sudah berada di sana. Begitu masuk, Damar langsung menerkam El tanpa henti, melupakan Cassandra yang ia tinggalkan begitu saja di rumah.
Sementara itu, Cassandra masih termenung sendirian di meja makan.
“Kenapa Mas Damar berubah akhir-akhir ini? Aku merasa sejak El menjadi sekretaris Mas Damar, perubahan itu mulai terlihat. Ada apa sebenarnya?” ucap Cassandra bingung dan sedih.
“Tapi... tidak mungkin. El itu adikku. Adik kandungku. Kenapa aku jadi jahat sekali berpikir begitu…” ucap Cassandra, menolak berpikir buruk tentang adiknya.
“Tapi... sudah beberapa kali Aldo memperingatkanku soal ini. Ya Allah, berikanlah petunjuk-Mu tentang kebenaran ini, jika itu memang demi kebaikanku. Aamiin,” ucap Cassandra lirih, penuh kebingungan dan firasat buruk.
Setelah keributan itu, Damar semakin menjadi-jadi. Ia jarang pulang, dan bahkan tidak mau tidur sekamar dengan Cassandra. Damar terus terbayang-bayang oleh permainan El yang membuatnya mabuk kepayang, hingga melupakan istrinya yang tengah mengandung buah hatinya. Namun Damar tak peduli akan hal itu.
Hal itulah yang membuat Cassandra banyak berpikir. Ia tak punya tempat untuk mengadu. Mamanya selalu sibuk dan selalu membela adiknya, sementara papanya terlalu cuek.
Ingin rasanya Cassandra bercerita pada mama mertuanya, namun ia merasa tidak enak hati—apalagi mertua tinggal di kota yang berbeda. Cassandra merasa hidup seorang diri. Ia punya sahabat, tapi Cassandra tak ingin membuka aib keluarganya kepada orang luar. Akhirnya, ia pendam semua sendiri.
Seperti hari ini. Hari ini adalah jadwal untuk periksa kandungan ke rumah sakit. Namun berbeda dari biasanya. Damar yang dulu antusias, kini malah marah dan tidak mau ikut.
“Mas, hari ini jadwal periksa kandungan. Kamu mau ikut atau tidak?” tanya Cassandra dengan lembut.
“Urus urusanmu sendiri! Aku sibuk! Kamu pergi sendiri saja, nggak usah manja. Aku ada rapat. Kamu bisa pergi sendiri! Lihat tuh adikmu, dia mandiri, ke mana-mana sendiri!” ucap Damar kasar. Ucapan itu membuat Cassandra terkejut dan tak enak hati.
DEG!
“Sejak kapan El mandiri? Ada apa ini? Kenapa Mas Damar membandingkan aku dengan El? Ya Allah... ada apa sebenarnya?” batin Cassandra penuh tanya.
Namun karena tak ingin memperpanjang keributan, Cassandra pun mengalah.
“Baik, Mas. Aku pergi sendiri saja,” jawab Cassandra, dengan senyum yang dipaksakan.
“Bagus! Jangan manja,” ucap Damar lalu berlalu pergi begitu saja tanpa pamit.
Cassandra hanya bisa menghela napas dan bersabar. Saat hendak menaruh pakaian kotor, tanpa sengaja pandangannya tertuju pada sebuah map hitam yang terselip di bawah tempat tidur. Dengan susah payah, Cassandra mengambil dan membuka map itu. Isinya membuatnya terpaku.
“Mas Damar punya apartemen baru? Sejak kapan? Kenapa tidak memberi tahu aku? Kenapa disembunyikan? Dan... apa ini? Ada nama El di dalamnya?” ucap Cassandra dengan tangan gemetar. Air matanya pun jatuh tanpa bisa ditahan.
“Ada apa ini? Kenapa aku seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa? Apa benar El sudah merayu Mas Damar seperti yang dikatakan Aldo?” ucap Cassandra dalam kebingungan.
Tiba-tiba Cassandra berdiri. Ia segera membereskan semua barang berharganya—surat-surat penting, buku nikah miliknya dan Damar, serta semua emas dan berlian yang ia simpan tanpa sepengetahuan siapa pun. Ia hanya menyisakan satu baju saja.
“Entah mengapa firasatku hari ini sangat kuat... Allah sudah memberikan petunjuk besar. Aku harus bersiap, walaupun ini menyakitkan. Tapi semoga saja firasatku salah. Lebih baik aku minta bantuan Mira dan Agung untuk membawa semua barangku ke rumah pribadiku,” ucap Cassandra cepat. Ia pun segera menelpon dua orang kepercayaannya.
Tak sampai 30 menit, Mira dan Agung datang.
“Assalamualaikum, Mbak Zahra,” ucap Mira dan Agung.
“Waalaikumsalam. Mira, Agung, maaf aku merepotkan kalian. Tapi aku butuh bantuan kalian. Tolong bawa tiga koper itu ke rumah pribadiku sekarang. Ini tidak ada waktu, mumpung Mbok Asih dan Mbak Yu sedang aku suruh keluar. Maaf aku tidak bisa bercerita sekarang atau menyuruh kalian istirahat,” ucap Cassandra tergesa-gesa.
“Baik, Mbak. Kami mengerti,” ucap Mira dan Agung, lalu membawa barang-barang Cassandra.
“Mbak, kami pergi sekarang saja ya. Nanti kami kabari kalau sudah kami simpan di rumah sana,” ucap Mira dengan pengertian.
“Baik. Terima kasih, dan tolong jangan bilang siapa pun. Satu lagi, kalau terjadi sesuatu padaku... kalian lihat ini,” ucap Cassandra sambil memberikan sebuah amplop, “dan jemput aku di mana pun kalian bisa melihat titik keberadaanku.”
“Baik, Mbak. Kami pergi,” ucap Agung dan Mira bersamaan.
Setelah mereka pergi, tak lama kemudian Mbok Asih dan Mbak Yu kembali ke rumah. Namun, bersamaan dengan itu, sebuah mobil masuk ke halaman rumah. Ternyata itu adalah mobil mama mertua Cassandra.
“Assalamualaikum, Sayang. Apa kabar?” ucap Mama Dania, ibu dari Damar.
“Waalaikumsalam, Mama. Alhamdulillah, Sandra baik-baik saja. Begitu juga dengan cucu Mama ini,” ucap Cassandra dengan bahagia melihat kedatangan mertuanya.
“Ma, Mama datang sendiri? Nggak sama Papa?” tanya Cassandra.
“Mama datang bersama Papa kemarin. Tapi kami menginap di hotel karena lelah. Rencananya mau ke mari, tapi Papa tadi pergi dulu ke perusahaan, ingin bertemu Damar. Oh iya, ayo kita ke rumah sakit. Bukannya ini hari pemeriksaanmu?” ucap Mama Dania.
Ucapan itu membuat Cassandra terkejut. Mertuanya mengingat jadwal pemeriksaannya, sedangkan suaminya sendiri malah melupakan. Ia pun merasa haru dan sedih bercampur menjadi satu.
Bersambung
Sudah di revisi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Anonymous
Suami selingkuh harusnya casandar udah ada feling bukan tenang tenang aja
2025-03-13
0
Soraya
bingung deh diawal kandungan Casandra dh enam bulan trus Damar beliin apartemen buat Al dh enam bulan juga berarti mereka selingkuh dh enam bulan kn, harusnya Casandra dh lahir thor
2025-03-20
1
Yati Syahira
cerdas casandra
2025-01-15
0