Bab 18

Sabila melihat jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul lima sore. Biasanya, ia akan pulang di jam-jam seperti ini, tapi kali ini tampaknya ia harus lembur demi menyelesaikan beberapa pesanan dress bridesmaid untuk customer-nya. Tapi, kalau ia lembur, bagaimana dengan Xavier.

"Apa aku menghubunginya saja?" monolog Sabila. "Tapi— Dia bisa geer nanti. Tapi, kalau aku tidak memberitahunya juga tidak baik." Sabila tampak menimbang-nimbang antara mengabari Xavier atau tidak. "Ahh, sudahlah. Kirim pesan saja." putus Sabila akhirnya.

"Aku akan lembur malam ini, jangan menungguku."

Send! Sabila menunggu balasan Xavier setelah ia mengirimkan pesan. Tidak lama, terlihat Xavier mengetikkan sesuatu. Setelahnya, terlihat balasan yang dikirim Xavier.

"Aku juga ada lembur malam ini, tunggu saja aku di boutique, aku akan menjemputmu sekalian nanti." balas Xavier.

"Hm, baiklah."

Sabila menyudahi acara chating-nya dengan sang suami. Ia kembali ke luar dan melihat pekerjaan para karyawannya yang tengah berusaha menyelesaikan pesanan. Sabila melihat satu persatu detail pesanan customer-nya, takut ada sesuatu yang tidak sesuai. Setelah memastikan semuanya oke, Sabila kembali ke ruangannya dan melanjutkan desain untuk customer lainnya.

Sabila fokus mengerjakan pekerjaannya, dari desain satu ke desain lain. Beberapa saat setelahnya, akhirnya pekerjaannya 'pun selesai. Sabila langsung membereskan barang-barangnya dan langsung mengintruksi pada karyawannya untuk pulang karena sesi lembur telah selesai. Satu persatu, karyawan mulai berpulangan, termasuk Lily. Hingga di boutique hanya menyisakan Sabila seorang.

Sabila bolak-balik melihat jam di tangannya, menunggu dan terus menunggu kedatangan Xavier yang katanya akan menjemput. Namun, hingga beberapa menit berlalu, Xavier masih belum menampakkan batang hidungnya.

"Apa dia lupa?" monolog Sabila.

Merasa jenuh lantaran terlalu lama menunggu, Sabila akhirnya memutuskan untuk pulang sendiri dengan mobilnya. Ya, Xavier benar-benar meminta sekretarisnya untuk memeriksa mobilnya dan langsung diantar ke boutique siang tadi. Perlahan, mobil Sabila melaju membelah jalanan yang masih terlihat ramai. Namun, saat ia berbelok ke jalan yang sedikit sepi untuk menuju kompleks perumahannya dan Xavier, mobilnya dihadang oleh tiga orang laki-laki bertubuh kekar yang salah satunya memegang tongkat baseball di tangannya.

"Keluar!" terik salah satu dari ketiganya.

Sabila yang terlanjur takut berniat untuk menabrak ketiganya agar bisa melarikan diri. Namun, rasa takut justru membuatnya seakan tidak bisa melakukan apapun. Tubuhnya seakan terkunci oleh rasa takutnya sendiri.

"Keluar sekarang!" Laki-laki itu menunjuk dan menggebrak bagian depan mobil Sabila, membuat Sabila semakin dibuat takut.

Karena merasa Sabila tidak akan membuka pintu mobilnya, laki-laki yang tadi meminta Sabila keluar lantas memberi kode pada temannya yang memegang tongkat baseball untuk mendekat. Tanpa perlu mengatakan apapun, laki-laki yang memegang tongkat baseball itu maju dan mengayunkan tongkat tersebut pada kaca mobil Sabila, membuat Sabila memekik keras. Tidak cukup dengan sekali pukulan, laki-laki itu kembali memukul kaca mobil Sabila hingga benar-benar pecah.

"Serahkan dompetmu!" perintahnya dengan mengacungkan tongkat baseball berukuran besar itu.

Dengan tangan bergetar, Sabila merogoh tasnya untuk mencari dompet. Namun, karena laki-laki itu tidak sabaran, ia merampas tas Sabila dan melemparkannya pada salah satu temannya.

"Ayo!" Laki-laki itu langsung mengajak temannya untuk pergi karena berhasil mendapat apa yang mereka mau.

"Tunggu bos," intruksi laki-laki yang memegang tas Sabila, membuat dua laki-laki itu menghentikan langkah. "Yakin kita akan meninggalkan gadis ini begitu saja?" ucap laki-laki itu dengan menaik turunkan alisnya penuh maksud.

Mereka bertiga saling pandang, lalu tersenyum secara bersamaan. Lalu, si pemegang tongkat baseball langsung membuka pintu mobil Sabila secara paksa, membuat Sabila memekik histeris meminta pertolongan. Laki-laki pemegang *base*ball itu terlihat sangat menyeramkan dengan tatapan menjijikkannya yang membuat sekujur tubuh Sabila bergetar.

Tidak tinggal diam, salah satu teman laki-laki itu juga membuka pintu mobil di samping kanan Sabila, membuat Sabila semakin histeris. Kini, tubuh Sabila berada diantara dua laki-laki bertubuh besar yang sangat menyeramkan di matanya. Dalam posisi ini, Sabila menyesali tindakannya karena tidak menuruti ucapan Xavier untuk menunggunya.

"Hei cantik, jangan menangis begitu. Kami hanya ingin mengajakmu bersenang-senang. Jadi, jangan menangis lagi, oke." Laki-laki pemegang baseball itu berusaha menenangkan Sabila agar bisa melancarkan aksinya.

"Tidak! Tolong jangan sakiti aku." pinta Sabila dengan berderai air mata.

"Kami tidak akan menyakitimu, kami hanya ingin mengajakmu bersenang-senang, iya 'kan?" Laki-laki itu melirik dua temannya, membuat dua laki-laki itu tertawa keras.

"Aku mohon, jangan sakiti aku. Silahkan ambil apapun tapi jangan sakiti aku." pinta Sabila

"Oh, sayang." Laki-laki itu melempar tongkat baseball-nya, lalu beralih memegang dagu Sabila dan ia arahkan untuk menghadapnya. Secara perlahan, laki-laki itu memajukan tubuhnya hendak mencium Sabila, tapi Sabila dengan cepat menampar wajah laki-laki tersebut, hingga membuat pegangannya pada dagu Sabila terlepas. "Sialan! Langsung saja eksekusi dia!" perintahnya pada dua temannya yang lain.

Laki-laki di sebelah kanan Sabila mulai masuk ke mobil, membuat Sabila menggeser tubuhnya untuk menghindar. Namun naas, kejadiannya begitu cepat, hingga Sabila di dorong dan terlentang di kursi mobil. Melihat kesempatan itu, si laki-laki itu kembali tertawa jahat dan hendak mengungkung Sabila. Namun, dengan segenap keberanian yang tersisa, Sabila langsung menendang bagian paling sensitif laki-laki itu, membuat laki-laki tersebut memekik dan terjatuh begitu saja.

Sementara di tempat lain, tepatnya di boutique. Xavier menghentikan mobilnya dan mengamati bangunan boutique milik istrinya. Dari jauh, ia yakin boutique sudah tutup, karena lampu sudah dimatikan. Xavier melirik parkiran boutique, Mobil Sabila juga sudah tidak ada di tempatnya. Karena merasa khawatir, Xavier mencoba menghubungi Sabila berulang-ulang, tapi tidak diangkat.

"Bil, kenapa tidak menungguku?" rutuk Xavier.

Karena cemas dengan keberadaan istrinya, Xavier kembali melajukan mobilnya dengan cepat. Sembari mengemudi, ia melihat kiri dan kanan jalan, berharap Sabila sedang membeli sesuatu dan menunggunya. Namun nihil, matanya tidak menangkap keberadaan Sabila sama sekali.

Di sisi lain, Sabila yang berhasil menendang titik sensitif laki-laki tadi hingga tumbang, akhirnya berusaha untuk keluar dari mobil dan menyelamatkan diri. Namun, dua laki-laki lainnya yang menunggu di luar mobil langsung menghadangnya dan membuatnya terhimpit diantara dua laki-laki itu dan badan mobil.

"Mendapatkanmu harus dengan kekerasan rupanya? Baiklah. Plak!" Laki-laki itu menampar pipi Sabila keras, membuat wajah Sabila melengos karena tamparan itu.

Melihat Sabila yang tidak lagi melawan, kedua laki-laki itu langsung berusaha memeluk Sabila untuk selanjutnya melakukan lebih. Namun, Bugh! Pukulan berat langsung menghantam leher salah satu dari keduanya hingga jatuh tersungkur begitu saja.

"Xavier."

Terpopuler

Comments

andi hastutty

andi hastutty

Untung ada xavier

2024-07-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!