Xavier mematikan mesin mobilnya. Ia menghela napas kasar sebelum akhirnya masuk kedalam rumah besar keluarganya. Sudah sejak beberapa tahun yang lalu ia meninggalkan rumah ini dan memilih tinggal sendiri di rumah minimalis miliknya demi menghindari sang Mommy yang terus menerus meminta dirinya untuk menikah. Namun kali ini, dengan berat hati ia harus kembali ke rumah ini demi menepati janji.
"Den," sapa Mbok Imah saat melihat anak majikannya pulang.
"Apa kabar, Mbok?"
"Baik Den, Aden sudah lama tidak pulang, Mbok sampai tidak bisa lagi menggambarkan wajah Aden."
Xavier terkekeh mendengar ucapan Mbok Imah. Dari dulu ia memang cukup dekat dengan pekerja rumahnya, termasuk Mbok Imah. Bahkan terkadang ia pulang ke rumah dengan membawa makanan lalu memakannya bersama para pekerja yang lain.
"Mommy dan Daddy ada, Mbok?" tanya Xavier.
"Ada Den, lagi dibelakang tadi."
"Baiklah, kalau begitu aku masuk dulu, Mbok."
Xavier melangkah masuk menuju halaman belakang. Begitu tiba di sana, terlihat sang Daddy yang tengah menanam bunga pada pot yang tersedia, sedangkan sang Mommy berkacak pinggang memperhatikan pekerjaan suaminya.
"Itu lo Pak, piye to Bapak iki," ucap Mom Mirna saat melihat suaminya belum memberikan kerikil diatas tanah didalam pot. "Ini juga, kenapa jadi seperti ini. Duh gusti... nu agung."
"Daddy 'kan sudah bilang tidak tahu, tapi Mommy saja yang terus memaksa" sahut Daddy Andreas.
"Heh, ini namanya bukan memaksa, tapi meminta tolong." ucap Ibu Mirna tak mau kalah. "Lagipula tadi Ibuk juga sudah bilang kalau Bapak tidak mau tidak apa-apa. Tapi malah Bapak sendiri yang bilang mau membantu."
"Bagaimana mau menolak kalau ancamannya mematikan," gerutu Daddy Andreas.
"Bapak bicara apa?"
"Tidak, tidak, Daddy bilang kalau Mommy itu cantik."
"Hm, kalau itu 100% benar. Buktinya seorang bule Inggris saja bisa klepek-klepek sama Ibuk," goda Ibu Mirna pada sang suami yang memang berasal dari Inggris.
Ehem!
Mom Mirna membalik tubuhnya saat mendengar deheman seseorang dari arah belakang. Begitu melihat sang putra berdiri di sana, ia segera berlari dan memeluk putranya dengan erat. Mom Mirna mengecek tubuh putranya dari atas ke bawah, lalu memutarnya secara terus-menerus untuk memastikan tidak ada yang kurang suatu apapun.
"Mom kepalaku pusing," keluh Xavier.
"Oh iya, maaf-maaf. Ibuk terlalu senang karena kau pulang. Jadi kau pulang untuk tinggal di sini lagi 'kan?" tanya Ibu Mirna beruntun.
"Ajak istirahat dulu, Mom." Daddy Andreas mendekati putranya dan menepuk bahunya singkat. "Apa kabarmu, Boy?"
"Baik, Dad."
"Le, malam ini langsung siap-siap ya. Ibuk akan langsung mengenalkanmu dengan anak teman Ibuk," ucap Ibuk Mirna.
"Secepat itu, Mom?"
"Hm, bukankah kau juga sudah menyetujui perjodohan Ibuk? Ingat Vier, Ibuk sudah menunggu sangat lama untuk semua ini. Jadi tidak ada penolakan lagi sekarang."
"Tapi Mom."
"Apa lagi?" Ibuk Mirna sudah menatap nyalang putranya. Pasalnya, lagi-lagi putranya akan kembali menghindar.
"Mom, untuk kali ini lagi saja izinkan aku memperjuangkan milikku," pinta Xavier.
"Ibuk sudah memberikan waktu bertahun-tahun untukmu. Tapi kau masih belum juga memberikan menantu untuk Ibuk. Ibuk ini sudah tua, Bapak juga, bagaimana kalau kami mati sebelum mendapatkan menantu. Aduh gusti... Ibu tidak bisa membayangkan semua itu." ucap Ibuk Mirna dramatis.
"Tapi kali ini aku berjanji untuk segera memberikan Mommy menantu."
"Ohoho, Sayang. Kali ini Ibuk tidak bisa lagi memberi keringanan, karena anak teman Ibuk yang akan dijodohkan denganmu akan datang malam ini. So..." Ibuk Mirna melirik suaminya. Meminta laki-laki itu untuk melanjutkan ucapannya dalam bahasa Inggris. Sebab, dirinya sama sekali tidak memahami bahasa Inggris sedikitpun. Namun, demi gaya, ia selalu membebani suaminya untuk melanjutkan ucapannya menggunakan bahasa asing itu.
"So don't argue with your Mommy words, Boy. (Jadi turuti saja apa keinginan Mommy-mu, Boy)." ucap Daddy Andreas.
"But Dad, does Daddy really agree with Mommy's choice? (Tapi Dad, memang Daddy setuju dengan pilihan Mommy?)" tanya Xavier.
"Very not, thirty years old is not a terrible age, right? (Sangat tidak, usia tiga puluh tahun bukan usia yang mengerikan bukan?)" Daddy Andreas menjawab pertanyaan putranya dengan tersenyum di hadapan sang istri, takut kalau ternyata sang istri curiga dan berakhir dengan hal mengenaskan bagi dirinya.
"Sudah Bapak katakan padanya kalau Ibuk tidak memberi keringanan?" tanya Ibuk Mirna.
"Sudah Mom."
"Good job," Ibuk Mirna mengangkat kedua jempolnya kepada sang suami dengan tersenyum senang. Ia tidak tahu saja kalau sebenarnya suami dan anaknya itu tadi membicarakan dirinya.
*
Xavier berjalan malas keluar dari kamar dengan mengenakan pakaian batik yang sudah dipersiapkan sang Mommy sebelumnya. Ia menuju ruang keluarga dan melihat Daddy-nya yang juga sudah siap dengan pakaian batik couple dengannya. Sementara Mommy-nya sama sekali belum terlihat.
"Boy," sapa Daddy Andreas.
"Di mana Mommy, Dad?"
"Masih memakai sanggul tadi."
Xavier duduk bersama Daddy-nya di ruang keluarga sembari menunggu sang Mommy. Karena Xavier yakin, hingga beberapa menit yang akan datang, Mommy-nya pasti belum selesai bersiap. Ya, terlahir dari budaya Jawa dan pedoman budaya kental, membuat Mommy-nya benar-benar betah menggunakan kebaya dan berdandan ala-ala putri Keraton. Hingga setiap hari, setiap pertemuan dan setiap ada acara apapun, maka sang Mommy pasti akan memakai kebaya, baik yang modern maupun tradisional.
"Sebenarnya, Daddy penasaran dengan wanita pilihan yang kau maksud. Bahkan selama bertahun-tahun kau sama sekali tidak mau dijodohkan karena menunggu dirinya. Apa Daddy tahu siapa dia?" tanya Daddy Andreas.
"Seorang desainer, Dad. Aku rasa Daddy pasti mengenalnya, karena dia adalah desainer yang cukup terkenal saat ini."
"Oh ya, siapa namanya?"
"Sabila, dari keluarga Bumantara."
"Keluarga Bumantara?"
"Hm."
Daddy Andreas mengangguk. "Ya, Daddy mengenalnya. Pilihanmu bagus, boy." puji Daddy Andreas.
"Hm, tapi dia terlanjur kecewa padaku, Dad."
"Why?"
"Karena aku pernah mengecewakannya di masa lalu."
Daddy Andreas paham sekarang. Ia menepuk bahu putranya seakan mewakilkan kata semangat yang tidak bisa ia utarakan. "Daddy yakin kau bisa meyakinkannya, bahwa Xavier yang sekarang bukan lagi Xavier yang ia kenal beberapa tahun yang lalu."
"Thank you, Dad. Tapi, situasinya sekarang sudah berbeda. Mommy sudah mengatur pertemuanku dengan anak temannya malam ini, itu artinya kesempatanku untuk bisa bersama Sabila akan semakin kecil."
Jika di ruang keluarga tengah diisi dengan curhatan ayah dan anak, maka di dalam kamar, Ibuk Mirna telah menyelesaikan ritual berdandannya. Ia berdiri dan membalik tubuh dari meja rias. Tangannya dengan cekatan membenarkan letak selendangnya dengan mengibasnya sedikit, seakan menghalau debu yang akan menempel. Ia lantas mengusap permukaan rambutnya, memastikan penampilan sanggul kebanggaannya itu sudah benar-benar sempurna.
Begitu selesai, ia mengambil kacamata minus miliknya dan memakainya. Warna kacamata yang berwarna hitam membuat tampilan Ibuk Mirna benar-benar seperti istri pejabat. Setelah memastikan semuanya selesai, ia langsung melangkah untuk keluar. Namun baru saja melangkah, ia kembali menghentikan langkahnya saat merasa ada sesuatu yang kurang. Ia kembali menghadap meja rias dan memperhatikan lipstiknya kembali.
"Sepertinya masih kurang merah," Dengan cekatan, jari lentiknya mengambil lipstik dengan warna yang paling terang dan mengolesnya. "Hmm, sempurna."
Ibu Mirna melangkah anggun keluar dari kamar. Begitu tiba di depan anak dan suaminya, ia memutar tubuhnya dengan senyum mengembang dan kedua alis yang terangkat. Ia seakan belum puas dengan tampilannya jika belum dinilai oleh dua laki-laki kesayangannya itu.
"Bagaimana penampilan Ibuk, oke?" tanya-nya.
"Oke." jawab Xavier dan Daddy Andreas bersamaan.
"Hm, itu pasti. Sudah, kalau begitu tunggu apalagi? Ayo kita berangkat." ajak Ibu Mirna.
"Tunggu Sheryl, Mom. Bagaimana kau bisa melupakan putrimu?" Peringat Daddy Andreas.
"Oh astaga, mengapa Mommy bisa melupakannya. Haish! Ini juga salahnya, kenapa tidak tinggal di sini saja, malah sok-sokan ingin mandiri dan tidak tinggal di sini."
"Kata Daddy semua orang bebas dengan pilihannya," pekik Sheryl dari ruang tamu.
"Ish! Terus saja dengarkan ucapan Daddy-mu." gerutu Ibu Mirna.
"Sudahlah, ayo kita berangkat." ucap Daddy Andreas menengahi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Triple
caper bet
2024-06-01
0