Bab 14

Sesuai rencana Xavier dan Sabila sebelumnya. Kini, sepasang suami istri itu telah tiba di rumah yang akan keduanya tempati. Xavier langsung membuka bagasi dan mengeluarkan koper miliknya dan Sabila, membuat Sabila juga dengan cepat mengambil kopernya untuk dibawa masuk. Namun, Xavier dengan cepat merampasnya.

"Biar aku saja, my istri." ucap Xavier dengan mengerlingkan matanya.

Karena tidak ingin berdebat, Sabila langsung melangkah begitu saja meninggalkan Xavier. Tiba di pintu rumah, Sabila tetap harus menunggu Xavier, karena kunci rumah tersebut ada pada suami gilanya ini.

"Cepat sedikit! Apa jalanmu memang selambat undur-undur?" pekik Sabila.

"Shut! Jangan bicara kasar pada suami, nanti kualat." Xavier langsung membukakan pintu. "Lagipula, darimana kau belajar kalau undur-undur itu jalan lambat? Undur-undur itu berjalan mundur, Sayang, bukan lambat."

"Terserah kau saja!"

Xavier langsung menghidupkan lampu rumah, hingga rumah benar-benar terlihat terang. Dalam suasana terang ini, Sabila dibuat terkejut saat melihat foto besar yang menyambut kedatangannya.

"Kau? Kapan kau mencetaknya?" tanya Sabila, karena melihat foto pernikahannya dan Xavier terpajang indah di sana.

"Aku meminta Sheryl untuk memajangnya kemarin." Xavier langsung memeluk istrinya dari belakang.

"Ish!"

"Diamlah, biarkan aku nge-charge sebentar."

Mendengar suara Xavier yang melemah membuat Sabila benar-benar menurut. Ia hanya diam, meresapi pelukan nyaman Xavier yang sudah lama tidak ia rasakan. Hingga seketika, mata Sabila langsung terbuka saat merasakan tangan Xavier turun dan mengelus perutnya, membuat Sabila ikut mengelus perutnya sendiri.

"Maafkan Mama karena melupakanmu," batin Sabila. Karena masih baru, Sabila menjadi lupa bahwa dirinya tengah berbadan dua.

Sedangkan Xavier memeluk Sabila dan mengelus perutnya justru dengan menyusun berbagai rencana licik dalam benaknya. Rencana licik yang bisa membuat Sabila bertahan selamanya di sisinya.

"Apa sudah selesai?" tanya Sabila. Kakinya sudah kesemutan karena terlalu lama berdiri, tapi belum ada tanda-tanda Xavier akan melepas pelukannya.

"Bil, apa kita bisa seperti ini selamanya?"

"Kau pikir aku robot? Baru sebentar saja kakiku sudah kesemutan, bagaimana kalau—"

Xavier membalik tubuh Sabila menghadapnya. "Maksudku, pernikahan kita bukan hanya sebuah kesepakatan, tapi benar-benar pernikahan yang kita rencanakan sejak dulu."

Tatapan Sabila dan Xavier masih beradu. Seketika, Sabila teringat dengan obrolan dewasa yang pernah ia dan Xavier bicarakan saat keduanya menjalin kasih dulu. Ya, mereka pernah membicarakan hubungan dengan jangka panjang. Walaupun pada akhirnya tetap perpisahan yang mereka terima.

"Bil?"

"Membereskan rumah akan membutuhkan waktu banyak," Sabila langsung mengalihkan pembicaraan. "Tolong bawakan koper itu ke kamar, aku akan langsung menatanya di lemari." Tanpa banyak kata lagi, Sabila langsung pergi dari hadapan Xavier.

Xavier hanya mampu menghela napas kasar saat dirinya ditinggalkan begitu saja oleh istrinya. Dengan cekatan, Xavier mengikuti langkah sang istri menuju kamar mereka.

*

Sabila terjaga dari tidur siangnya saat mendengar suara alat masak yang saling beradu. Ia langsung menuju sumber suara dan mendapati Xavier yang terlihat begitu lincah mengaduk sesuatu di dalam wajan. Tidak lama, Xavier melihat ke arahnya. Tampaknya, laki-laki itu menyadari kehadirannya.

"Kau sudah bangun? Duduklah, aku memasak nasi goreng." Xavier menarik kursi meja makan dan mempersilahkan Sabila duduk. Setelah itu, ia langsung membawakan dua piring nasi goreng ke meja makan.

"Aku tidak menyangka kau pandai memasak," ucap Sabila.

"Hanya masakan simpel, jadi aku bisa mengerjakannya."

Karena memng sudah merasa lapar, Sabila langsung mencoba nasi goreng buatan suaminya. Di depannya, Xavier terlihat menantikan reaksi sang istri tentang masakan yang ia sajikan.

"Bagaimana, apakah enak?" tanya Xavier.

"Terlalu asin." jawab Sabila santai.

"Iya 'kah?" Xavier langsung mencoba nasi goreng miliknya. Sejenak, ia mengunyah makanan dalam mulutnya dengan seksama, dan menurutnya rasanya cukup normal.

"Bagaimana rasanya?" tanya Sabila.

"Menurutku ini enak."

"Hm, kau sudah tahu jawabannya 'kan?" Sabila kembali memakan nasi goreng miliknya.

Xavier tersenyum karena menyadari Sabila yang tidak mau mengakui masakannya enak. Setidaknya, walaupun Sabila tidak mengatakan secara langsung, Xavier cukup lega karena wanita itu masih mau berbicara cukup panjang dengannya.

"Apa di rumah ini tidak ada kamar lain?" tanya Sabila disela makannya.

"Untuk?" tanya Xavier. Namun Sabila tidak menjawab, membuat Xavier berpikir bahwa Sabila ingin tidur terpisah dengannya. "Tadinya aku tinggal di sini sendirian, jadi aku memilih rumah dengan satu kamar saja. Kemarin, saat merencanakan untuk pindah ke sini, aku juga tidak melakukan renovasi terlebih dahulu karena aku pikir itu tidak perlu. Bukankah, sepasang suami istri sudah seharusnya tidur satu kamar?"

"Terserah kau saja!" Sabila yang kebetulan telah selesai dengan makannya langsung pergi begitu saja meninggalkan Xavier di meja makan.

"Huh! Sabar, Vier. Ingat, kau yang membuatnya jadi seperti itu." monolog Xavier. Setelah itu, laki-laki itu langsung membersihkan piring dan peralatan dapur yang sebelumnya ia gunakan. Baru setelah itu ia mengikuti istrinya ke kamar.

*

Hari ini sudah hari ke lima Xavier dan Sabila pisah rumah dari orang tua mereka. Itu artinya, ia sudah membohongi istrinya selama satu minggu terkait kehamilan wanita itu. Kini, Xavier kembali memutar otak untuk berpikir bagaimana cara agar ia bisa tidur bersama istrinya dengan konteks yang lebih, agar istrinya benar-benar hamil dan tidak lagi berpikir untuk pergi dari sisinya.

Cklek!

Dugh! Xavier melempar pulpennya saat melihat asistennya masuk ke ruangannya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Bukannya minta maaf, si pelaku justru cengengesan tanpa dosa.

"Ada apa?" tanya Xavier ketus.

"Sabar dulu kakak ipar—" Sekretaris Romi tidak lagi melanjutkan gurauannya saat melihat tatapan tajam sang bos.

"Cepat katakan, ada apa kau ke sini!"

"Aku hanya ingin mengingatkan bahwa malam ini ada jamuan makan malam di hotel Delima, bos." ucap Sekretaris Romi, membuat Xavier seketika tersenyum tipis. "Aku juga sudah memikirkan cara agar anda dn Nyonya Bos bisa menghabiskan malam indah malam ini."

"Hm, laksanakan kalau begitu." ucap Xavier langsung. Walaupun Xavier belum mendengar secara langsung usulan Romi, tapi Xavier yakin bahwa pemikirannya dan Romi cukup selaras kali ini.

"Tapi bos—"

"Ya, kau boleh mendekati adikku." ucap Xavier cepat.

"Benar bos? Yes!" Tanpa banyak kata lagi, Sekretaris Romi langsung keluar dari ruangan atasannya.

"Hei, tunggu dulu!" cegah Xavier.

"Apalagi, bos?"

"Carikan gaun paling bagus untuk istriku malam ini."

"Gaun? Bukankah Nyonya Bos seorang desainer? Sepertinya dia akan jauh lebih senang kalau bisa memakai gaun rancangannya sendiri dan diberikan langsung oleh anda, bos." usul Romi.

"Begitu ya?"

"Hm, dia akan merasa bahwa kau mengapresiasi karya yang dia buat."

"Baiklah, kalau begitu pergi ke boutique dan minta gaun paling limited yang pernah istriku desain."

"Siap, laksanakan."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!