Memutus hubungan dengan Sefty sudah, kini saatnya Xavier kembali mendatangi Sabila untuk meminta jawaban. Tiba di kediaman Bumantara, Xavier disambut dengan tatapan sinis dari Aaron. Meski menatap sinis, tapi Aaron tetap mempersilahkan Xavier untuk masuk.
"Bi, panggilkan Sabila." perintah Aaron pada pekerja rumahnya, lalu pergi begitu saja.
Tidak lama berselang, Sabila benar-benar mendatangi Xavier di ruang tamu. Dua orang itu saling diam dalam waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya, Xavier mulai membuka suara.
"Bagaimana, kau sudah memikirkan permintaanku?" tanya Xavier.
"Aku sudah memutuskan untuk menerimanya."
"Benarkah?" tanya Xavier senang. Bagaimana tidak, Sabila menjawab pertanyaannya hampir tanpa pertimbangan.
"Tapi ada satu syarat," pinta Sabila.
"Syarat? Apa itu?"
Sabila melihat keadaan sekitar, memastikan tidak ada siapapun di sana selain mereka. "Jika aku tidak terbukti hamil, maka kita hanya akan menikah selama satu bulan untuk mengantisipasi saja. Tapi, jika ternyata aku benar-benar hamil, maka kita akan menikah sampai anak ini lahir."
"Kalau aku bilang tidak, bagaimana?" tanya Xavier.
"Maka kita tidak akan menikah."
Xavier menghela napas kasar. Tidak ada pilihan lain selain mengiyakan syarat Sabila. Setidaknya, Sabila masih mau menerima dirinya meski dengan berbagai alasan dan syarat. Perihal kontrak, Xavier masih bisa memanipulasinya nanti. Ya, Xavier akan bertindak curang kali ini agar dirinya bisa mengikat Sabila selamanya.
"Jadi bagaimana, kau setuju?" tanya Sabila.
"Baiklah, deal!"
*
"Saya terima nikahnya Sabila Alfiana Bumantara Binti Gavin Deva Bumantara dengan maskawin tersebut dibayar tunai."
"Bagaimana saksi, sah?" tanya penghulu.
"Sah."
"Alhamdulillah."
Hari ini, setelah perundingan antara Sabila dan Xavier, akhirnya mereka memutuskan untuk menikah secara sederhana dan hanya melibatkan anggota keluarga inti saja. Kini, status yang semula hanya sebagai mantan pacar, seketika berubah menjadi sepasang suami istri. Sungguh takdir yang sangat lucu.
"Mas Xavier, silahkan dicium kening istrinya," ucap penghulu.
Dengan dada berdebar, Xavier perlahan mendekat dan melabuhkan kecupan hangat di kening istrinya. Setelah itu, Sabila juga diarahkan untuk mencium punggung tangan Xavier sebagai bentuk takzimnya pada sang suami.
Selesai acara pernikahan sederhana itu, Xavier langsung mengajak Sabila ke kamar mereka di kediaman Bumantara. Ya, mereka menikah di rumah besar Bumantara. Kali ini, untuk pertama kalinya mereka berada dalam satu kamar yang sama dengan status yang sudah menikah.
"Apa ini?" tanya Sabila saat Xavier menaruh selembar kertas di atas ranjang yang ia duduki.
"Perjanjian tertulis yang kau inginkan. Bacalah!"
Sabila langsung membaca point-poin yang tertera dan merasa itu cukup menguntungkan baginya dari segi manapun. Setidaknya, isi perjanjian itu benar-benar Xavier buat sesuai keinginannya.
"Bagaimana, ada yang ingin kau ubah?" tanya Xavier.
"Tidak, isinya sudah cukup menguntungkan."
"Yakin?"
"Kenapa bertanya begitu?" Sabila langsung membaca ulang isi surat perjanjiannya. Sebab, dari nada bicara Xavier, tampaknya laki-laki itu memiliki maksud lain dengan surat perjanjian mereka. Namun, meski sudah membaca ulang, Sabila tetap tidak melihat adanya kejanggalan di sana. Hingga tanpa ragu, Sabila langsung membubuhkan tanda tangannya di sana. "Besok, kita akan langsung memeriksa keadaanku ke dokter kandungan agar kita bisa tahu selama apa kita bisa bersama." putus Sabila.
"Itu bisa kita lakukan besok. Tapi malam ini, kita harus melakukan hal yang sangat urgent."
Xavier menaiki ranjang yang ditempati Sabila, membuat Sabila mundur dan membentur kepala ranjang. Dalam sekejap, Xavier telah berada di atas tubuh Sabila dan mengungkungnya.
"Ka-kau mau apa? Jangan macam-macam!" ucap Sabila gugup. Namun, Xavier kian memajukan tubuhnya hingga tidak tersisa jarak diantara mereka. "Kau!—" Barusaja Sabila akan protes, Xavier sudah bangun dari atas tubuhnya. Rupanya, Xavier hanya ingin mengambil ponselnya yang berada di atas bantal.
"Otakmu terlalu kotor, Sayang. Cup!" Xavier kembali mencium dahi Sabila, membuat Sabila tercengang. "Agar otakmu bersih," ucap Xavier tanpa dosa.
"Dasar Xavier mesum!"
"Mesum dengan istri sendiri tidak mungkin dikenakan pasal bukan?" Ucapan Xavier hilang setelah laki-laki itu masuk ke kamar mandi.
Sabila meraba dahinya yang mendapat ciuman ke dua kali dari Xavier. Tangan Sabila kemudian turun meraba bagian dadanya yang masih berdebar sampai sekarang. Padahal, aksi ciuman itu sudah berlalu beberapa menit yang lalu.
Tidak lama berselang, Xavier keluar dari kamar mandi dengan mengenakan bathrobe berwarna pink. Hal itu tentu saja membuat Sabila yang masih duduk di ranjang tak kuasa menahan senyumnya saat melihat penampilan tubuh kekar Xavier tampak sangat imut dalam balutan bathrobe miliknya itu.
"Kenapa senyum-senyum begitu? Tampangku tidak mungkin menjadi cantik hanya karena kimono ini 'kan?" tanya Xavier.
Sabila mendekati Xavier, lalu membalik tubuh laki-laki itu. Setelahnya, Sabila tidak lagi mampu menahan tawanya saat melihat Xavier benar-benar tampak begitu lucu. Sedangkan Xavier, dadanya terasa bergemuruh hebat saat melihat tawa lepas Sabila yang sudah sangat lama tidak ia lihat, dan kini ia bisa kembali melihat itu dengan jarak yang sangat dekat.
"Ah, ish minggir!" Sesegera mungkin Sabila menormalkan kembali mimik wajahnya saat ia sadar sedang diperhatikan oleh Xavier. Dengan langkah sombong, Sabila menabrak bahu Xavier menuju kamar mandi.
Xavier melihat dirinya yang menjadi bahan tertawaan Sabila tadi. Ya, ia sadar bahwa ia memang tampak begitu aneh dengan bathrobe pink milik Sabila ini. Tapi, ia tidak berpikir kalau penampilannya yang aneh ini akan membuat Sabila tertawa begitu bahagia.
Di dalam kamar mandi, Sabila meraba pipinya dengan melihat pada cermin wastafel. "Bahkan sampai saat ini, kau masih menjadi alasanku untuk tersenyum."
Sejak insiden yang terjadi padanya dan Xavier beberapa tahun yang lalu, Sabila hampir tidak pernah tertawa lebar lagi. Tapi malam ini, tawa itu kembali bersamaan dengan hadirnya Xavier dalam hidupnya.
"No Sabila, cukup! Kau tidak boleh bodoh lagi hanya karena cinta. Ingat, kau hanya akan bersama dengannya satu bulan, atau mungkin satu tahun yang akan datang. Selama waktu itu berlangsung, kau tidak boleh mencintainya lagi. Tidak boleh!" bisik sosok di sebelah kiri Sabila.
"Mengapa tidak? Ingat Bil, selama dia bisa berubah dan tidak akan menyakitimu lagi, maka dia berhak memiliki kesempatan kedua untuk bersamamu," bisik sosok di sebelah kanan Sabila.
"Tidak! Dia sudah menyakitimu."
"Tapi dia berhak mendapat kesempatan kedua."
"Jangan bodoh karena cinta. Ingat, dia pernah hampir melecehkanmu."
"Tapi, bukankah kau dan dia bahkan sudah tidur bersama seminggu yang lalu? Lalu apa masalahnya."
"Ahhh!" Sabila menggelengkan kepalanya demi mengusir pikirannya yang terus berdebat.
Tok tok tok.
"Bil, are you okay?" tanya Xavier dari luar kamar mandi.
"Dengar itu, dia sangat perhatian padamu 'kan? Jadi, sudahi kebencianmu." bisik sosok kanan.
"Tidak! Ingatlah bahwa dia sudah menyakitimu." ucap si kiri memprovokasi.
"Diam!" pekik Sabila, membuat Xavier kaget dan langsung pergi dari pintu kamar mandi karena berpikir Sabila marah padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments