" Eomma, hari ini ada pekerjaan kah?"
Haneul sedari tadi melihat Hyejin tengah sibuk mempersiapkan barang yang hendak digunakan untuk foto shoot. Dari tripot, kamera, dan juga beberapa perlengkapan lain untuk dekorasi seperti bunga, kayu dan juga kain.
" Ehmm, tidak juga sih. Eomma hanya merapikannya saja. Kalau ada klien datang untuk memakai jasa Eomma, maka semuanya sudah rapi. Soalnya karena Eomma sibuk di luar jadi barang-barang ini sedikit berantakan, dan ini harus segera dirapikan agar mudah dibawa ke studio."
Haneul hanya mengangguk kecil sambil melanjutkan makan paginya. Sandwich tuna kesukaan itu selalu jadi permintaan Haneul untuk sarapan. Tapi terkadang jika tidak ada stok tuna di kulkas, ia pun tidak menolak untuk makan apapun.
Drtzzz
Ponsel Hyejin yang ada di atas meja berbunyi. Nama dalam layar itu tertulis Appa. Itu berarti ayah dalam bahasa korea. Ini sebenarnya ada alasannya mengapa Hyejin dipanggil Eomma, dan nama Hyejin serta nama Haneul juga berbau negeri gingseng tersebut. Ayah Hyejin dan ibunya adalah keturunan dari negeri seribu pulau dan negeri gingseng. Bahkan kakek buyut Hyejin baik dari ayah dan ibu adalah asli dari negeri dengan produksi musik dan drama yang terkenal di penjuru dunia.
" Appa, berarti dia kakek ku," gumam Haneul lirih. Ingin sekali ia mengambil ponsel itu dan berbicara tapi urung. Bagaimanapun itu perbuatan yang tidak sopan karena menjawab panggilan orang tanpa izin meskipun itu milik ibunya sendiri. Lagi pula sang ibu juga ada di sana. " Eomma, ada telepon," ucap Haneul. Akhirnya dia memilih untuk memberitahu ibunya tentang ponsel yang berbunyi itu.
" Aah terimakasih sayang," sahut Hyejin sambil menghentikan aktivitasnya. Ia lalu mengambil ponsel dan melihat siapa yang menghubungi. Hyejin menghela nafasnya, dan semua bisa dilihat jelas oleh sang putra,
" Eomma, angkat saja siapa tahu memang itu mendesak."
Hyejin terdiam, ia menimbang saran dari Haneul. Tapi sepertinya dia tidak akan mengikuti saran sang putra dan memilih untuk menekan tombol merah pada ponsel yang berarti dia mematikan panggilan itu.
" Sepertinya nanti saja Eomma akan menghubungi lagi, saat ini Eomma sedang membereskan pekerjaan yang sudah lama menumpuk," ucap Hyejin sambil tersenyum. Tentu saja Haneul tahu bahwa itu bukanlah alasan sebenarnya, bisa Haneul hitung dengan jari hanya berapa kali ibunya itu mau menjawab panggilan dari kedua orang tuanya. Tidak lebih dari 10 kali setiap tahunnya.
" Eomma, bis jemputanku sudah sampai."
" Aah iya, Eomma akan mengantarmu ke depan."
Hyejin melambaikan tangannya saat bis jemputan sekolah Haneul mulai menjauh. Padahal Haneul selalu berkata untuk tidak perlu mengantarnya karena dia bisa melakukannya sendiri, tapi Hyejin tetap melakukannya.
Setelah Haneul pergi, Hyejin duduk di dapur. Ia meminum coklat panas yang sudah mulai menghangat karena sudah dibuat dari tadi dan tidak segera diminum. Tangan kirinya kembali melihat ke layar ponsel, ia membuka riwayat panggilannya dan ternyata orang tuanya sudah menghubunginya lebih dari 3 kali sepanjang pagi ini.
Hyejin hanya bergumam sambil mengetuk-ngetuk jarinya ke ponsel. Ia ingin menghubungi kedua orang tuanya tapi rasanya masih berat. " Apa aku anak yang buruk? Ya, pasti aku adalah anak yang buruk karena pergi meninggalkan orang tua yang sudah membesarkanku, tapi aku sungguh belum berani kembali dengan kesalahan yang pernah terjadi dalam hidupku. Uughh ... "
Bugh
Bugh
Bugh
Hyejin memukul dadanya sendiri dengan tangan karena tiba-tiba terasa sakit dan sesak. Dia bahkan kesulitan bernafas. Hyejin berusaha bangkit dan berjalan menuju ke kitchen set, untuk mengambil obat yang ia simpan di sana. Rupanya Hyejin masih mengonsumsi obat anti depresan yang diresepkan dokter. Tidak setiap hari, ia hanya meminumnya saat mengalami kondisi seperti ini.
Hyejin melakukan itu sudah dari lama. Awalnya Hyejin kira dirinya mempunyai penyakit yang serius dalam tubuhnya, tapi ternyata tidak. Semua itu adalah sakit psikis yang membuat dirinya merasakan sakit pada tubuhnya. Mengapa bisa, semua itu karena trauma yang dirasakan. Tanpa sadar lambat laun tubuh Hyejin mulai tidak sehat seperti sedia kala,
Hosh hosh hosh
Dada Hyejin serasa semakin sesak, ia pun semakin kesusahan dalam bernafas. Dan pada akhirnya tubuh Hyejin ambruk di lantai sebelum ia berhasil mengambil obatnya.
Bruk
***
" Hallo Han, pergilah ke rumah sakit nak. Ibu mu pingsan tadi dan sekarang ada di rumah sakit."
Haneul yang baru saja mau masuk ke dalam kelas langsung membalikkan tubuhnya saat mendapat telpon dari Nyonya Margot. Nyonya Margot adalah tetangga mereka, dia adalah wanita paruh baya yang begitu baik kepada Haneul dan Hyejin.
Ia mencegat taksi di depan sekolahan dan meminta sang supir untuk mengemudi lebih cepat. Sepanjang jalan Haneul berdoa, ia sungguh takut jika terjadi apa-apa terhadap sang ibu. Sudah lama ibunya itu tidak mengalami ini, terakhir sekitar setengah tahun yang lalu. Itu pun karena tubuh Hyejin lemah karena kelelahan dalam bekerja.
" Ba-bagiamana keadaan ibuku. Maksudku pasien yang baru saja dilarikan kemari, namanya Hyejin Meida Brajamusti. Saya anaknya "
" Aaah begitu. Saat ini dia sedang ditangani oleh dokter. Tunggu ya nak."
Beruntung jalanan tidak padat sehingga tidak butuh waktu lama bagi Haneul untuk sampai di rumah sakit. Rupanya Nyonya Margot Tidka hanya sekedar memanggil ambulans, dia juga ikut mengantar Hyejin sampai rumah sakit DNA bahkan menunggu.
" Oh Haneul, ibumu nak. Tadi saat datang ke rumah, berkali-kali aku mengetuk pintu tapi tidak ada sahutan. Dan terpaksa aku membuka pintu. Ternyata ibu mu pingsan di dapur."
" Terimakasih Nyonya Margot sudah membawa ibu ku ke rumah sakit. Aku yakin ibu akan baik-baik saja."
Nyonya Margot memeluk tubuh Haneul yang masih belum tinggi itu. Ia takjub dengan ketenangan yang Haneul perlihatkan. Padahal saat ini Haneul sangat takut, hatinya tidak tenang dan bahkan ia ingin sekali menangis. Tapi ia berusaha tetap kuat di depan Nyonya Margot. Saat ini dia lah satu-satunya yang ibunya miliki, maka dari itu dia harus kuat dalam menghadapi situasi seperti ini.
Sreeet
Tap tap tap
" Keluarga pasien?" Seroang dokter keluar dari ruang tindakan. Haneul mengangguk cepat. " Aah kamu putranya ya, ibu kamu sudah tidak apa-apa. Tadi memang ia kesulitan bernafas, tapi kami sudah memasang oksigen dan juga memberinya infus. Sepertinya ibu kamu kelelahan nak, aah iya dimana ayah mu. Sebaiknya ini ku jelaskan saja pada ayah mu."
" Saya satu-satunya keluarga ibu saya Dokter, jadi Anda bisa mengatakan semuanya kepada saya," ucap Haneul tegas. Dokter itu sedikit terkejut tapi kemudian tersenyum. Ia takjub, bahwa anak sekecil itu bisa bersikap sungguh dewasa.
" Baiklah, aku akan menjelaskannya kepadamu. Ibumu mengalami stres. Kesulitan bernafas nya itu adalah akibat dari rasa tertekan yang dialaminya. Dan ehmm, ternyata ibu mu juga mengonsumsi obat anti depresan. Obat itu sesekali membuat bisa meringankan rasa sakit yang dia rasakan tapi semuanya sebenarnya kembali dari hati dan pikirannya. Obat itu tidak bisa dikonsumsi dalam jangka panjang karena bisa merusak bagian tubuh lain nantinya entah itu liver atau jantungnya."
Duaaaar...
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Eemlaspanohan Ohan
lanjut
2024-10-14
0
Khairul Azam
haijin egois sebagai ibu, kasihan anaknya
2024-08-25
1
Nanik Kusno
Hanoel dipaksa dewasa oleh keadaan....
2024-07-23
0